
Novel You’ve Got Me From Hello
Monday, April 18, 2016
Comment
You’ve Got Me From Hello
Oleh: (Santhy Agatha)
Colorful Of Love
Enjoy The Series!
Colorful of love adalah seri bertema romantis dengan
kisah percintaan empat tokoh gadis yang memiliki kisah berbeda- beda.
Ikuti kisah mereka dan nikmati keindahan percintaan dari sisi yang
berbeda dari keempat tokoh utama Colorful of Love
Nessa - [ Brown Afternoon } “Perjanjian Hati”
Gadis penyuka cokelat, guru taman kanak-kanak
yang penyabar, yang selalu menghabiskan waktu sepulang kerjanya di sore
hari untuk memesan secangkir cokelat yang nikmat dan menenangkan
pikirannya.
Keyna - [ Grey Morning ] “Sweet Enemy”
Gadis sederhana, anak kuliahan berotak cemerlang,
yang tidak pernah melewatkan waktu untuk menikmati oreo milkshake
sebagai menu sarapannya. Minuman itu membuatnya bersemangat, untuk
melalui harinya yang berat di kampusnya.
Sani - [ Red Night] “You’ve Got Me From Hello”
Gadis dengan hubungan yang rumit, seorang penulis
yang mencari ketenangan dengan menghirup segelas anggur merah setiap
malam, untuk mencerahkan hatinya yang kelam akibat kisah cintanya yang
rumit.
Saira - [ Green Dayligt ] “Pembunuh Cahaya”
Gadis yang lembut dan tenang, pemilik toko bunga dan
tanaman, selalu memanfaatkan waktu makan siangnya dengan menghirup teh
hijau yang panas, untuk menguatkan dirinya menghadapi perkawinannya yang
menyesakkan dada.
PROLOG
Ingatan akan kejadian itu masih terasa begitu
menyakitkan baginya. Melihat dengan mata kepalanya sendiri akan
pengkhianatan Jeremy, kekasih yang sangat dicintainya. Lelaki yang dia
kira akan menjadi pasangan hidupnya, selama- lamanya sampai mereka
menua. Apa yang dia lihat itu merupakan kehancuran bagi seluruh rencana
masa depannya, pernikahan mereka. Kehancuran bagi segalanya, bagi hati
Sani, dan bagi kepercayaannya kepada semua laki-laki di dunia ini.
Teganya Jeremy!! Tak henti-hentinya Sani meneriakkan umpatan kepada mantan tunangannya itu di dalam hatinya.
Semula diawali dari telepon itu, sebuah telepon dari
nomor tidak dikenal, yang entah kenapa Sani angkat. Telepon itu dari
seorang perempuan, yang menangis, mengatakan bahwa dia juga kekasih
Jeremy dan mengatakan bahwa Jeremy telah meninggalkannya tanpa mau
bertanggungjawab.
Oh, tentu saja Sani pada awalnya tak percaya, tetapi
perempuan itu mengajaknya bertemu. Dan meskipun saat itu Sani sangat
yakin bahwa Jeremy tidak mungkin mengkhianatinya, Jeremy tidak mungkin
melakukan semua itu kepadanya.
Sani mau bertemu dengan perempuan yang menelepon itu, dengan tujuan awal ingin mengata-ngatai perempuan itu agar jangan memfitnah Jeremy, tunangannya yang sangat setia dan tampan.
Tetapi kemudian, siang itu di sebuah café di ujung
jalan, seluruh keyakinan Sani dijungkirbalikkan. Perempuan itu, Ana
namanya, sudah mempersiapkan segalanya. Semua bukti yang diperlukan
terhampar di hadapan Sani, seolah menamparnya dengan keras.
Di sana ada foto-foto mesra Jeremy dan
Ana, yang menunjukkan bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Tentu saja!
Seorang yang bukan kekasih tidak mungkin mencium pipi,
berangkulan begitu erat dan saling memeluk seperti
yang tergambar di dalam foto itu. Ana juga menunjukkan pesan- pesan
mesra mereka, dari nomor Jeremy. Bahkan Jeremy tidak pernah seromantis
itu dengannya, pesan-pesan mereka penuh dengan kata-kata cinta dan janji-janji
muluk yang menyakitkan Sani. Lalu seakan semua bukti belum cukup
menghancurkan hari Sani, Ana dengan tenang mengatakan bahwa kegadisannya
sudah diserahkan kepada Jeremy. Dan bahwa sekarang keluarganya akan
menuntut kepada keluarga Jeremy.
Hati Sani seakan dihancurkan oleh pengkhianatan yang
begitu parah, bukan hanya karena Jeremy berselingkuh di belakangnya.
Tetapi juga karena Jeremy telah begitu saja menghancurkan seluruh
keyakinan Sani tentang lelaki yang baik.
Sani selalu menjaga dirinya sampai dengan usianya
yang sekarang, duapuluh lima tahun dan dia masih perawan. Meskipun
kadang dia membiarkan Jeremy mencium bibirnya, tetapi hanya sebatas itu.
Tidak pernah lebih.
Jeremy pernah suatu kali meminta lebih, tetapi Sani
mengangkat alis dan mengatakan apa yang diyakininya, nasehat ibunya.
Bahwa seorang lelaki yang baik, akan menjaga perempuan yang dicintainya.
Bukannya memaksa untuk merusaknya. Jeremy saat itu menerima penjelasan
Sani dengan lembut, dan bersumpah bahwa dia benar-benar
mencintai Sani, jadi tidak akan pernah merusaknya. Dan Sani sangat
bersyukur mempunyai tunangan seorang lelaki yang bisa menjaga moralnya,
seorang lelaki yang baik dan tidak berorientasi kepada hasrat duniawi
semata.
Semua pandangannya tentang Jeremy – dan semua laki-
laki lainnya – hancur seketika itu juga. Jeremy telah tidur dengan Ana,
lebih dari pada yang seharusnya. Bagaimana mungkin Sani bisa memaafkan
Jeremy?
Malam itu Sani bertemu dengan Jeremy, dan memaparkan semuanya, bukti-bukti yang ada. Jeremy tampak sangat marah, kepada Ana, bukan kepada Sani.
“Dan kau percaya apa yang dikatakan perempuan itu?”, tanya Jeremy waktu itu.
2 Santhy Agatha
Sani menatap lelaki itu. Yang dulu dicintainya,
bahkan mungkin sekarang masih dicintainya meskipun cinta itu terasa
menggores seluruh hatinya hingga terasa nyeri.
“Dia menunjukkan semua bukti-bukti itu, foto-foto mesra kalian berdua, pesan-pesan mesra kalian, masihkah kau membantah semuanya?”
Jeremy tercenung tampak ragu, lama kemudian, dia menatap Sani dengan pandangan memohon,
“Maafkan aku sayang”
Air mata pecah dari dasar hati Sani. Sejak siang tadi
Ana menemuinya, Sani bahkan tidak bisa menangis, dia terlalu marah.
Tetapi sekarang, berdiri di sini, berhadapan dengan Jeremy yang mengakui
segalanya membuatnya tak bisa menahan diri lagi,
“Teganya kau melakukan itu kepadaku Jeremy, setelah
pertunangan kita yang delapan tahun lamanya. Aku percaya padamu! Aku
menghormatimu… aku…”, suara Sani tertahan oleh napasnya yang mulai sesak
oleh luapan perasaannya.
Jeremy memijit keningnya tampak kesakitan.
“Maafkan aku Sani, aku… aku khilaf, tidakkah kau
mengerti? Aku tidak pernah menginginkan berselingkuh dengan Ana
dibelakangmu. Tetapi Ana… Ana, dia mengejarku, kau tahu dia juniorku di
perusahaanku dan aku bertugas membimbingnya, Dia… dia sangat tergila-gila
dan terobsesi denganku. Akusudah berusaha menolaknya dengan berbagai
cara, tetapi dia…. dia tidak menyerah. Suatu malam, ketika hujan, dia
mengetuk pintu apartemenku, berkata bahwa mobilnya mogok di dekat situ
dan dia kehujanan. Aku tidak punya kesempatan untuk menolaknya, dia… dia
kemudian merayuku… dan aku….”, suara Jeremy terhenti ketika melihat
ekspresi Sani, “Jangan… jangan sayang, jangan merasa jijik kepadaku… aku
hanya laki-laki biasa, aku menyesali semuanya. Aku memang
tidak tahan godaan, aku harap kau mengerti semuanya….,” Jeremy mendekat,
berusaha menyentuh tangan
Sani, tetapi Sani menepiskannya dengan kasar.
You’ve Got Me From Hello 3
“Jangan sentuh aku”, desis Sani geram, “Kau bisa saja
bilang itu ketidaksengajaan untuk kejadian pertama, tetapi kalian
melakukannya lagi dan lagi….Dan aku yakin itu bukanlah suatu
ketidaksengajaan lagi…”
“Itu semua terjadi begitu saja!” seru Jeremy
frustrasi, “Dia… dia selalu menyediakan diri, dan kupikir, semua tanpa
komitmen. Aku tidak tahu dia akan berbuat sejauh ini, menyakiti kau dan
aku, berusaha menghancurkan hubungan kita. Kau tahu? ...aku sebenarnya
sudah akan meninggalkannya”
“Aku sangat kecewa Jeremy.” Sani menyusut air matanya, semua kesedihannya berubah menjadi kemarahan,
“Kau meniduri seorang perempuan dan menganggap itu
hanya selingan sambil lalumu, pemenuhan kebutuhanmu…. Itu sangat tidak
bermoral..”
“Maafkan aku Sani, aku harap kau mau mengerti.
Lagipula pernikahan kita tinggal lima bulan lagi, kau tidak akan
membiarkan ini menghancurkan semua rencana masa depan kita bukan? Aku
akan membereskan semua masalah ini dan kita bisa melanjutkan semuanya.”
“Tidak!”, Sani mundur selangkah, “Aku tidak mau melanjutkan apapun! Dan kurasa aku tidak akan pernah bisa!
Kau… kau bukanlah lelaki yang kuinginkan untuk
bersamaku sampai akhir hidupku lagi. Ternyata aku salah selama ini
Jeremy,” dengan kasar Sani melepas cincin emas itu dari jemarinya.
Cincin yang dipasangkan secara resmi oleh Jeremy di depan seluruh
keluarga mereka ketika mereka baru lulus dari SMU, delapan tahun yang
lalu. “Kukembalikan cincin ini dan kuminta hatiku kembali. Silahkan
jelaskan semuanya kepada orang tua kita, karena aku sudah muak kalau
harus mengulang semua ini lagi.,” diletakkannya cincin itu ke telapak
tangan Jeremy, “Selamat tinggal Jeremy.”
Sani membalikkan tubuhnya, dan tidak menoleh lagi ke
belakang. Meskipun Jeremy masih memanggilnya dengan lembut, mencoba
membuatnya berubah pikiran.
Kemudian Sani menjelaskan secara singkat keputusan bulatnya kepada kedua orang tuanya, menolak telepon-telepon dari orangtua Jeremy agar dia mau memaafkan Jeremy. Semua
4 Santhy Agatha
sudah selesai, babak hidupnya yang ini sudah musnah,
bersama dengan cintanya, seluruh masa depannya dan rencana pernikahan
mereka beberapa bulan lagi. Sani menghadapi segalanya dengan kepala
tegak meskipun hatinya hancur bukan kepalang.
Malam itu juga, Sani mengepak segalanya dan mengambil
keputusan untuk pindah ke kota lain. Sani seorang penulis novel, dia
bisa tinggal dimanapun dia mau. Dia tidak terikat pada perusahaan
manapun.
Maka Sani memilih kota itu, kota yang menjanjikan
penyembuhan. Kota yang jauh, kota yang tak punya keterikatan apapun
dengan masa lalunya. Sani sudah bertekad, persetan dengan semua laki-laki.
Dia tidak membutuhkannya. Akan dia tunjukkan kepada dunia yang kejam
ini, bahwa seorang Sani bisa hidup tanpa harus meletakkan hatinya ke
dalam genggaman mahluk jahat yang bernama laki-laki.
You’ve Got Me From Hello 5
“Ucapan ‘Halo’ di saat pertama kali bertemu mungkin saja akan berubah menjadi ucapan ‘aku cinta padamu’ di saat
berikutnya.”
1
Apartemennya masih berantakan, dia belum sempat
merapikan pakaian dan beberapa barang pribadi yang baru dibelinya,
sebuah televisi dan dispenser kecil. Untunglah apartemen ini sudah
menyediakan perabotan dasar seperti tempat tidur, sofa, dan dapur. Shani
memutar bola matanya ketika menatap dapur itu. Dia mungkin butuh
berkunjung ke supermarket terdekat, mengisi bahan makanan di kulkas dan
membeli beberapa peralatan memasak.
Tubuhnya lelah setelah perjalanan yang panjang dan dilanjutkan dengan mengurus surat-surat
kontrak apartemennya, Kesha, editornya yang kebetulan tinggal di kota
ini sudah berbaik hati membantu mencarikan apartemen yang siap pakai
untuknya. Ya, Sani memang berangkat ke sini karena usul dari Kesha.
Selain sebagai editornya, Kesha adalah sahabatnya, meskipun mereka
kebanyakan berkorespondensi melalui email semata. Jadi, begitu Sani
menceritakan pengkhianatan Jeremy dan rasa sakitnya, Keisha mengusulkan
agar Sani pindah sementara ke kotanya sampai hatinya tenang.
Dia hanya berpamitan kepada kedua orangtuanya, dan
tidak mengatakan kepergiannya kepada siapapun. Tetapi lambat laun Jeremy
pasti akan mengetahuinya juga. Sani mendesah pahit. Sekarang ingatannya
akan Jeremy dipenuhi rasa muak dan sakit hati.
Ah ya ampun. Lelaki. Sani tidak akan pernah percaya
lagi kepada lelaki. Mereka semua adalah mahluk lemah yang tidak tahan
godaan.
Ponselnya berkedip-kedip dan Sani mengernyit, dia mengangkatnya ketika melihat nama Kesha tertera di layarnya.
6 Santhy Agatha
“Halo?”
“Aku sudah sampai rumah dan baru teringat.” Kesha
berkata, “Naskah bab tujuhmu sudah selesai dikoreksi. Ada beberapa
catatan kecil di sana, mungkin kau ingin melihatnya.”
“Aku akan melihatnya nanti.” Gumam Sani lemah. Ia menyandarkan tubuhnya di sofa, “Saat ini aku lelah sekali.”
“Istirahatlah dulu. Kau tidak akan bisa menyelesaikan tulisanmu kalau kau sakit.”
“Kenapa kau memikirkan tulisanku? Bukan aku?” Sani tersenyum
“Karena sudah mendekati deadline dan kau baru sampai di bab tujuh, Sani. Novelmu banyak ditunggu-tunggu
oleh penggemarmu, penerbit sudah mengejarku untuk kepastian
penyelesaian novelmu.” Kesha tergelak, “Tetapi bukan berarti aku tidak
mempedulikanmu, sebagai sahabat aku mencemaskanmu. Jangan banyak pikiran
ya. Lepaskan semuanya dan biarkan hatimu tenang.”
Mata Sani berkaca-kaca. Menyadari bahwa hatinya sama sekali tidak tenang, “Terima kasih Kesha.” Gumamnya serak sebelum menutup pembicaraan.
Matanya nyalang menatap langit-langit
kamar. Mencoba melupakan rasa yang menyesakkan dada. Dia tidak akan bisa
tidur malam ini, sambil menghela napas panjang, Sani meraih jaketnya
dan melangkah keluar dari apartemennya.
⧫⧫⧫
Setelah berjalan tanpa tujuan di sekitar kompleks
apartemennya yang cukup ramai karena terletak di area pusat
perbelanjaan, Sani begitu saja memasuki cafe itu. Waktu sudah
menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi suasana tetap saja ramai.
Cafe itu terletak di pinggir jalan, di area yang
dipadati pejalan kaki yang lalu lalang. Suasananya sangat sejuk dan
menyenangkan, karena dipenuhi oleh tanaman hijau yang ditata dengan
indahnya, dengan dinding-dinding dari kaca yang memantulkan
lampu jalan. Cafe itu buka duapuluh empat jam. Dan Sani langsung
menemukan tempat yang cocok untuk duduk
You’ve Got Me From Hello 7
dan menulis. Dia duduk di sebuah sudut yang nyaman
dan membuka buku menu yang ada di meja. Suasana cafe cukup ramai
meskipun sudah malam, seakan-akan kehidupan terus berjalan di dalam sini.
Pada saat yang sama seorang pelayan, pria setengah baya mendekatinya dan tersenyum ramah kepadanya,
“Selamat malam, apakah anda ingin memesan sesuatu?”
Sani mendongak menatap wajah yang ramah itu dan tersenyum, “Saya ingin steak yang ada di menu ini.”
Ditunjuknya gambar yang menggiurkan di buku menu itu, lalu mengernyit bingung ketika akan memesan minuman.
“Segelas anggur merah akan membuat tidur anda nyenyak.” Pelayan itu memberi saran dengan ramah.
Sani menatap pelayan itu ragu bertanya-tanya
kenapa pelayan itu bisa mengetahui bahwa dia sudah tidur... Jangan-
jangan matanya sudah seperti panda? Dengan malu Sani menundukkan
kepalanya dan kembali menekuri daftar menu, tergoda. Dia bukan peminum,
meskipun di acara-acara pesta dia tidak menolak segelas champagne atau coctail manis sebagai bentuk kesopanan. Tetapi kata-kata
pelayan itu tampak menggiurkan. Sudah beberapa hari sejak kejadian
Jeremy, Sani tidak bisa tidur, menghabiskan waktunya dengan menatap
nyalang langit-langit kamar, dan diakhiri dengan menangis sesenggukan.
Dia butuh tidur, kalau tidak dia akan sakit.
“Baiklah, saya pesan itu juga.” Jawab Sani pelan,
lalu menatap pelayan yang membungkukkan tubuhnya dengan sopan dan
melangkah pergi.
Segelas anggur merah tidak akan membuatnya mabuk.
Sani membuka laptopnya dan mulai menulis, tetapi baru
beberapa detik dia mendesah. Novel yang ditulisnya adalah kisah romansa
antara dua anak manusia yang saling mencintai. Sani dulu sangat lancar
menulis novel percintaan, kata-kata akan mengalir mudah dari jari-jarinya, membentuk rangkaian huruf yang membuaikan pembacanya. Tetapi
8 Santhy Agatha
sekarang, setiap dia akan menulis kisah cinta,
hatinya mencemooh. Ingatan akan Jeremy menyerbunya, membuat jemarinya
kaku dan tidak bisa mengetikkan kisah romantis apapun. Ternyata menulis
itu dipengaruhi oleh hati. Ketika dia patah hati, jemarinya menolak
untuk menuliskan kisah cinta yang menyentuh hati. Jiwanya tidak percaya
akan keindahan romansa, semua terasa palsu baginya sejak pengkhianatan
Jeremy kepadanya.
“Biasanya kalau aku susah mendapatkan inspirasi aku akan mendengarkan musik.”
Suara yang maskulin itu mengejutkan Sani dari
lamunannya, dia mendongakkan kepalanya dan langsung bertatapan dengan
sosok tampan yang begitu mendominasi ruangan, dengan pakaian serba hitam
dan wajah klasik yang misterius.
Sani mengernyitkan keningnya, menoleh ke belakangnya,
tidak ada orang lain di dekatnya. Jadi memang benar lelaki ini sedang
menyapanya. Dia tidak mengenal lelaki ini, bagaimana lelaki ini bisa
mengetahui bahwa dia sedang menulis?
“Para penulis biasanya datang ke cafe ini di malam
hari, memenuhi setiap sudutnya dan berusaha mencari inspirasi.” Lelaki
itu tersenyum, “Maafkan aku tidak sopan menyapamu begitu saja.” Dia
mengulurkan tangannya, “Halo, Aku pemilik cafe ini, namaku Azka.”
Sani tetap ragu, meskipun begitu, demi kesopanan dia menyambut uluran tangan lelaki itu,
“Halo juga....” Sani masih bingung harus berkata apa,
“Aku Sani.” Gumamnya pelan. Masih terpukau atas senyum ramah dan
ketampanan lelaki di depannya itu.
“Oke kalau begitu, aku harap kau tidak bosan berkunjung kemari.” Lelaki itu menganggukkan kepalanya lalu melangkah pergi.
Sani masih terdiam, mengamati kepergian lelaki itu.
Mungkin sudah budaya di cafe ini untuk ramah kepada para pelanggannya,
pikirnya dalam hati.
You’ve Got Me From Hello 9
Lelaki itu tampak baik, ramah, dan sopan.... tetapi
kemudian ingatan akan Jeremy menyerangnya dan membuatnya merasa pahit.
Semua laki-laki sama di dunia ini, meskipun yang berpenampilan paling sempurna sekalipun.
Sani mencoba memfokuskan diri kepada tulisannya,
berusaha mengenyahkan pikiran tentang lelaki tampan itu dari benaknya
ketika pelayan datang mengantarkan steak pesanannya. Piring berisi
daging beraroma harum dan menggiurkan yang diletakkan di depannya,
“Dan ini anggurnya.” Pelayan setengah baya itu
tersenyum ramah, “Anda tahu, daging steak sangat cocok dinikmati dengan
anggur merah.”
Ketika pelayan itu pergi, Sani menyentuh gelas
anggurnya dengan ragu. Lalu setelah menghela napas panjang dia menghirup
aromanya pelan. Aroma anggur yang manis menguar dari sana, menggoda
Sani untuk menyesap anggur itu, disesapnya anggur itu dan mendesah
nikmat.
Ada manis yang kental bercampur rasa pekat alkhohol
yang pas, tidak berlebih. Ini adalah jenis anggur yang bisa dinikmati di
kala santai tanpa takut mabuk. Dan Sani sungguh- sungguh berharap
anggur ini benar-benar berkhasiat untuk membuatnya tidur. Dia sungguh butuh tidur nyenyak malam ini.
⧫⧫⧫
“Dan dia sangat tampan.” Sani bercerita kepada Kesha sahabatnya, “Dia juga pemilik cafe yang indah itu.”
Kesha mencomot roti bakar di piring Sani, mereka
sedang menghabiskan minggu pagi di apartemen Sani. Kesha berkunjung
untuk membantu Sani merapikan tempat barunya,
“Cafe itu cukup terkenal di kota ini, sangat ramai
karena menyediakan semua yang dibutuhkan. Di pagi hari kau bisa memesan
menu sarapan yang lezat. Dan di malam hari, barnya dibuka sehingga semua
orang yang ingin bersantai bisa duduk- duduk di sana selama mungkin dan
menikmati minumannya.
Tapi dari ceritamu, pemilik cafe itu sepertinya masih muda.”
10 Santhy Agatha
“Masih muda.” Sani merenung, masih muda dan sangat tampan batinnya.
“Apakah dia sudah menikah?” tanya Kesha tiba-tiba.
Sani tergelak, “Kenapa aku harus memperhatikan apakah dia sudah menikah atau belum?’
“Karena kau harus belajar melepaskan diri dari
Jeremy.” Kesha mengedipkan sebelah matanya, “Pemilik cafe itu menyapamu,
dan dia masih muda, siapa tahu dia juga tampan.”
“Dia tampan.” Gumam Sani akhirnya.
“Nah! Mungkin dengan mencoba membuka lembaran baru kau bisa menyembuhkan lukamu.”
“Tidak.” Sani mengernyitkan keningnya dengan pedih,
“Semua lelaki sama, Kesha. Mereka selalu bilang bahwa mereka adalah
pecinta sejati. Tetapi di sisi lain mereka mudah berpindah hati.”
“Kau tidak bisa terus-terusan seperti
itu, Sani. Masih banyak lelaki di luar sana yang berjiwa baik dan
setia.” Kesha menghela napas panjang, “Seperti pemilik cafe yang tampan
itu.
Dia tampaknya baik, dan dia menyapamu, berarti dia ada perhatian kepadamu.”
“Tidak.” Sani menggelengkan kepalanya sambil
terkekeh, “Mungkin itu memang sudah menjadi ciri khas cafe itu,
bersahabat dengan pelanggannya, bahkan pelayannya pun ramah-ramah.”
Tatapan mata Sani lalu berubah serius, “Aku tidak ingin membuka hatiku
untuk lelaki manapun, Kesha. Aku sudah dikecewakan dan bagiku semua
lelaki itu sama, mereka adalah pengkhianat.”
Sani meyakini kata-katanya. Pengalamannya dengan Jeremy sudah membuktikan semuanya. Dia tidak akan pernah percaya kepada laki-laki
lagi, apalagi lelaki yang luar biasa tampannya seperti pemilik cafe itu
kemarin. Lelaki setampan itu pastilah pemain perempuan. Karena dengan
ketampanannya dia bisa mendapatkan banyak perempuan yang dengan sukarela
mau bertekuk lutut di bawah kakinya.
⧫⧫⧫
You’ve Got Me From Hello 11
Tetapi malam itu Sani tidak bisa tidur lagi, dia sudah mencoba berbaring tetapi hanya berguling bolak-balik
di atas ranjang. Akhirnya dia memutuskan untuk berjalan keluar. Waktu
sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi kawasan tempat tinggalnya
cukup aman dan ramai untuk keluar di malam hari.
Lagipula cafe itu terletak begitu dekat, hanya di seberang kompleks apartemennya....
Tanpa terasa Sani sudah berjalan ke sana, memasuki cafe itu. Pelayan setengah baya yang sama yang menyambutnya,
“Segelas anggur lagi untuk teman makan malam?” Lelaki
itu menyapa dengan ramah ketika Sani duduk di pojok yang rindang dengan
dekorasi taman yang menyejukkan.
Sani tersenyum, “Tidak, malam ini aku ingin kopi.”
“Apakah anda akan begadang untuk menyelesaikan
pekerjaan anda?” pelayan itu melirik ke arah laptop yang diletakkan Sani
di mejanya.
Sani terkekeh, “Aku seorang penulis dan aku dikejar deadline.”
“Penulis?” Pelayan itu tampak tertarik, “Penulis novel?” Sani menganggukkan kepalanya, “Ya. Novel percintaan.”
“Ah.” Pelayan itu tersenyum penuh arti, “Saya sudah menduganya, itu sesuai dengan penampilan anda yang lembut.”
“Terima kasih atas pujiannya.” Gumam Sani sambil tertawa. Ia mulai membuka laptopnya di atas meja itu,
“Mungkin aku akan di sini sampai pagi.” “Anda tidak tidur?”
“Pekerjaanku kan penulis, aku bisa begadang semalaman
dan tidur besok pagi.” Sani tergelak, “Semoga di sini diperbolehkan
duduk sampai malam.”
“Tentu saja.” Pelayan itu mengedipkan sebelah
matanya, “Asal anda terus mengisi cangkir kopi anda setiap dua jam, anda
boleh duduk di sini selamanya.” Candanya sambil tertawa, “Saya akan
mengambilkan pesanan anda. Dan karena
12 Santhy Agatha
sepertinya anda akan menjadi pelanggan kami, anda boleh memanggil saya Albert.”
Sani tersenyum menanggapi keramahan pelayan itu,
“Terima kasih, Albert.” Gumamnya lembut.
⧫⧫⧫
Hampir pukul tiga pagi dan Sani masih menulis di
sudut yang sama, dia sedang menulis adegan sedih, perpisahan antara
kedua tokohnya karena kesalahpahaman. Dan itu sesuai dengan perasaannya
sekarang, karena itulah jemarinya mengalir lancar.
Siapa yang meneleponnya pagi-pagi begini?
Diambilnya ponselnya dan wajahnya memucat ketika melihat nama yang tertera di sana.
Jeremy...
Sani meletakkan ponsel itu di meja dan membiarkannya.
Tetapi ponsel itu terus bergetar tanpa henti, begitu mengganggunya.
Sani mendesah kesal, mood menulisnya langsung hilang begitu saja melihat
nama Jeremy di layar itu.
Dan meskipun dia sudah berusaha mengabaikannya,
ponsel itu terus menerus bergetar tak tahu malu. Seolah Jeremy tidak
akan menyerah sebelum dia mengangkatnya.
Akhirnya setelah menghela napas panjang, Sani mengangkat ponsel itu.
“Ada apa Jeremy?” gumamnya kesal.
“Sani, akhirnya.” Suara Jeremy terdengar lega di
seberang sana, “Aku datang ke rumahmu dan orangtuamu bilang bahwa kau
pergi keluar kota. Kau kemana?”
“Sudah bukan urusanmu lagi kan?” jawab Sani dingin.
“Astaga Sani. Sebegitu kejamnyakah kau padaku?
Apakah kau pergi meninggalkan kota ini gara-gara aku?”
Kenapa pula Jeremy harus bertanya? Tentu saja Sani melakukannya karena Jeremy. Dia sudah muak bahkan untuk
You’ve Got Me From Hello 13
mengetahui bahwa dia menghirup udara yang sama dengan laki-laki itu, karena itulah dia pindah.
“Aku rasa apapun alasanku adalah urusanku.” Sani bergumam, “Dan aku harap kau tidak menggangguku lagi.”
“Sani... sayang... dengarkan aku... kau pindah kemana
sayang? Orangtuamu tidak mau memberitahukan kepadaku, dan aku
mencemaskanmu.”
“Aku baik-baik saja.” Sani menguatkan hatinya, merasakan matanya berkaca-kaca, lalu langsung mematikan ponselnya.
Dia terpekur cukup lama di depan laptopnya, menatap
hampa kepada tulisannya yang masih setengah jadi. Saat ini yang dia
lakukan adalah membuat kisah tragedi, dengan akhir yang tragis dan
memilukan untuk tokoh-tokohnya, kisah menyedihkan yang sama seperti yang sekarang dia alami.
⧫⧫⧫
Azka memperhatikan Sani dari dalam ruang kerjanya.
Tentu saja Sani tidak menyadarinya, ruang kerja Azka terletak di lantai
dua, di atas tangga dengan kaca yang gelap yang didesain satu arah. Di
mana Azka bisa dengan leluasa mengawasi seluruh bagian cafe miliknya dan
orang dari luar tidak akan bisa melihat menembus ke dalam.
Azka tidak pernah merasakan ketertarikan seperti ini
pada perempuan manapun. Tetapi semalam, ketika kebetulan dia sedang
berdiri di tempat ini, tempat yang sama, mengawasi cafenya, dia melihat
perempuan itu masuk. Ia menatap keraguan perempuan itu, dan entah kenapa
ada sesuatu yang mendorongnya untuk mendekati perempuan itu.
Padahal penampilan perempuan itu sederhana, dia
mengenakan rok panjang dan kemeja warna polos yang membungkus tubuhnya
yang mungil. Tidak ada yang istimewa dan heboh dari penampilannya,
rambutnya dikuncir kuda sekenanya, dan perempuan itu tidak berdandan.
Tetapi Azka tetap saja tidak bisa melepaskan pandangannya dari perempuan
itu.
14 Santhy Agatha
Bahkan kemudian dia tidak bisa menahan diri untuk
menyapa perempuan ini, ingin melihat lebih dekat. Azka tidak pernah
menampakkan dirinya di depan pelanggan. Dia selalu bersembunyi di balik
dinding kaca gelap yang misterius, hanya Albertlah yang dipercayanya
sebagai tangan kanannya. Azka memiliki jaringan cafe dan hotel di
seluruh kota ini, tetapi Garden Cafe adalah favoritnya. Tempat inilah satu-satunya dari seluruh tempat yang dimilikinya yang membuatnya merasa nyaman.
Dan kemudian dia menemukan perempuan ini, perempuan yang langsung merenggut hatinya. Ketika berucap “halo” dan menyambut uluran tangannya, lalu mengatakan namanya. Sani... Azka mencatat nama itu dengan penuh rahasia, jauh di dalam hatinya yang kelam.
You’ve Got Me From Hello 15
“Ada kesalahan-kesalahan dalam percintaan yang bisa dimaafkan, tetapi pengkhianatan tidak termasuk salah satu di
antaranya.”
2
Ponsel Sani berbunyi sore itu, dan dia langsung mengangkatnya ketika mengetahui bahwa yang menelepon adalah mamanya,
“Sani?” mamanya langsung berbicara seperti kebiasaannya, “Mama harus memperingatkanmu.”
“Memperingatkan apa mama?” Dahi Sani mengeryit dan
langsung waspada. Mamanya tidak pernah berucap dengan nada seserius ini
sebelumnya.
“Jeremy.” Suara sang mama setengah berbisik, “Dia
datang kemari pagi ini dan memohon kepada mama untuk memberikan
informasi di mana dirimu.”
“Mama tidak memberitahukannya kepadanya kan?” Sani
langsung panik. Percuma dia pindah ke lain kota kalau pada akhirnya
Jeremy mengetahui dia ada di mana.
“Tentu saja tidak sayang.” Sang mama menghela napas
panjang, “Tetapi sepertinya dia tidak menyerah, dia bilang pada akhirnya
kalau mama tidak mau mengatakan di mana dirimu, dia akan tetap tahu
karena dia akan menghubungi kantor penerbitmu.”
Sani mengernyit kesal. Kalau Jeremy menghubungi
kantor penerbitnya, tentu saja Jeremy akan tahu dimana dia berada. Dia
mendesah kesal, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa, Sani
hanya tidak menyangka kenapa Jeremy sekeras kepala ini mengejarnya.
Apakah lelaki itu tidak bisa menerima bahwa Sani tidak bisa
memaafkannya?
16 Santhy Agatha
“Terima kasih sudah memperingatkanku mama, ada
kemungkinan bahwa dia sudah tahu di mana aku berada, aku
menginformasikan kepindahanku dan alamat baruku kepada penerbit. Aku
akan bersiap kalau Jeremy nekat dan mendatangiku.”
“Kau tidak apa-apa Sani?” suara mamanya tampak cemas di seberang sana, membuat Sani tersenyum haru.
“Tidak apa-apa, mama, aku bisa bertahan.” Jawabnya mencoba sekuat mungkin meskipun dalam hatinya dia meragu.
⧫⧫⧫
Perempuan itu datang lagi malam ini, dan memesan
segelas anggur untuk teman menulisnya. Azka mengernyit, dari info yang
didapatnya dari Albert, Sani adalah seorang penulis novel romance.
Tetapi sepertinya Sani sedang murung karena beberapa kali perempuan itu
hanya menghela napasnya di depan laptopnya, lalu mengawasi layar laptop
itu dengan tatapan mata kosong.
Azka merasa seperti pengintip yang memalukan ketika
berdiri di depan kaca balkon atas dan mengamati Sani seperti ini, tetapi
dia tidak bisa menahan diri. Sudah beberapa hari ini Sani selalu
datang. Setiap pukul sembilan lalu akan menulis sampai dini hari sebelum
kemudian pulang ketika terang tanah menyentuh langit. Azka tidak bisa
menahan ketertarikannya untuk mengintip ke bawah, menanti kedatangan
Sani. Dan sejauh ini, perempuan itu tetap datang.
Ada keinginan tertahannya untuk mendekati perempuan
itu, tetapi dia menahan diri. Dia takut kalau dia terlalu mengganggu,
Sani akan merasa segan dan kemudian tidak akan datang lagi.
“Perempuan itu datang lagi.” Albert yang tiba-tiba
sudah ada di ambang pintu ruang kerja Azka bergumam sambil tersenyum
penuh pengertian, mengamati Azka. “Kau sepertinya sangat tertarik
kepadanya.”
“Kenapa kau bisa berpikiran begitu?” Azka mundur dari
kaca itu dan melangkah menuju kursi kerjanya. Albert adalah tangan
kanannya, orang kepercayaannya. Lelaki itu dulu adalah
You’ve Got Me From Hello 17
pegawai setia ayahnya, dan orang yang paling
dipercaya oleh ayahnya. Setelah ayah Azka meninggal dan dia mewarisinya
jaringan kerajaan bisnis hotel dan restoran ini, Albertlah yang selalu
membantunya, memberinya pendapat dari sisi pengalaman, melengkapi apa
yang tidak dimiliki oleh Azka.
Karena itulah Azka menghadiahi Albert cafe ini,
tetapi lelaki setengah baya itu menolaknya. Dia hanya ingin tinggal di
sebuah apartemen mini di bagian atas cafe dan tetap ingin bekerja
menjadi pelayan meskipun Azka sudah melarangnya. Tetapi Albert bilang
bahwa menjadi pelayan cafe ini bisa membantunya tetap hidup. Dia
kesepian dan bercakap-cakap dengan para pelanggan bisa menyembuhkan sepinya, karena itulah Azka mengizinkan Albert menjadi pelayan di Garden Cafe ini.
Albert meletakkan kopi panas untuk Azka dan
tersenyum, “Kau menyapanya malam itu, kau bahkan tidak pernah menyapa
pelanggan lain sebelumnya.”
Azka tersenyum kecut, rupanya dia terlalu mudah terbaca oleh Albert, “Tetapi bukan berarti aku tertarik kepadanya.”
“Oh ya?” Albert mengangkat alisnya, “Sebelumnya kau
tidak pernah menginap di cafe ini.” Seperti halnya Albert, Azka
mempunyai apartemen sendiri di sisi lain di bagian atas cafe ini. Tetapi
dia memang jarang memakainya, karena dia selalu pulang ke rumahnya,
kawasan hijau dan sejuk di perbukitan pinggiran kota, dekat dengan area
resor hotelnya. “Dan aku hitung, sejak kau menyapa perempuan itu, kau
selalu datang kemari setiap malam, tanpa absen.”
Azka terkekeh mendengar perkataan Albert, “Aku memang tidak bisa membohongimu ya.”
“Aku sudah mengenalmu sejak kecil.” Albert tertawa,
“Kau tidak pernah bertingkah seperti ini sebelumnya dengan perempuan
manapun.” Albert berdehem, “Begitu juga ketika dengan Celia.”
Azka tertegun ketika nama Celia disebut. Wajahnya sedikit memucat, dia lalu memalingkan muka dengan murung.
18 Santhy Agatha
“Tetapi pada akhirnya semua akan tetap sama bukan?”
gumamnya sedih, “Seberapa besarpun aku tertarik kepada perempuan itu,
aku tidak akan pernah bisa memilikinya.”
“Kau bisa memilikinya kalau kau mampu mengambil keputusan tegas.”
“Tidak.” Azka mengernyit seolah kesakitan, “Aku memang bukan orang baik. Tetapi aku masih punya hati.”
Tuhan tahu dia sudah tidak mencintai Celia,
tunangannya. Tetapi dia masih punya hati. Kesalahannya harus dibayar,
meskipun perasaannya yang dikorbankan.
⧫⧫⧫
“Azka?” Suara lembut Celia menggugah Azka dari lamunannya, membuat Azka menoleh dan langsung tersenyum lembut,
“Iya sayang?”
Celia menyelipkan rambut panjangnya yang indah di belakang telinganya, dan tersenyum lembut,
“Ada apa? Kau tampak begitu murung.”
Azka mendesah, “Ah..iya... mungkin aku sedikit tidak
enak badan.” Itu yang sesungguhnya. Dia sungguh merasa tidak enak badan,
dia tidak suka berada di sini, tetapi dia harus. Setiap akhir pekan
setelah kesibukan kantornya berakhir, dia harus berada di sini,
menghabiskan waktunya bersama Celia, tunangannya. Tetapi pikirannya
mengembara, ke cafe itu, tempat perempuan bernama Sani itu selalu datang
dan menulis di sana sampai dini hari.
Azka tidak sabar untuk segera pergi dari sini dan menuju Garden Cafe, mengamati Sani dari kejauhan.
“Pulanglah.” Bisik Celia lembut, penuh pengertian, “Mungkin kau kelelahan dan butuh istirahat.”
Celia selalu seperti itu, begitu lembut dan penuh
pengertian. Apapun yang dilakukan Azka dia selalu mengerti. Apalagi yang
sebenarnya Azka cari?
Ditatapnya Celia dengan senyuman lembut, kemudian dia menarik Celia mendekat dan mengecup keningnya,
You’ve Got Me From Hello 19
“Kau mau kuantar masuk?”
“Tidak Azka, pulanglah, aku bisa masuk sendiri.” Jawab
Celia tanpa kehilangan senyumnya.
Azka menghela napas, lalu menyentuhkan jemarinya di
rambut Celia dengan lembut, “Terimakasih Celia, sampai ketemu lagi besok
ya.”
Celia mengangguk, memundurkan kursi rodanya dan
memutarnya memasuki rumah. Azka menunggu sampai pintu rumah itu
tertutup, lalu melangkah pergi, tanpa menoleh lagi.
⧫⧫⧫
Dalam perjalanannya pulang dari rumah Celia, Azka merenung. Dulu semuanya baik-baik
saja. Azka melabuhkan cintanya kepada Celia, dan memutuskan untuk
melamarnya. Tetapi kemudian dia larut, sibuk dalam pekerjaannya dan lupa
untuk memberikan perhatiannya kepada perempuan itu.
Celia yang kehilangan cintanya, akhirnya memutuskan
untuk mencari perhatian dari lelaki lain. Dan dia mendapatkannya dari
sosok lelaki bernama Edo, yang ternyata adalah seorang bajingan.
Bajingan itu merenggut kegadisan Celia yang sedang
rapuh karena diabaikan oleh Azka. Lalu kemudian meninggalkannya begitu
saja dalam kondisi hamil.
Azka sendiri hanya mengalami lecet-lecet,
dia mendengar kenyataan bahwa Celia akan lumpuh dan merasakan
penyesalan yang luar biasa. Dialah penyebab semua ini, Celia menjadi
lumpuh seumur hidup karena dirinya, karena dialah mereka mengalami
kecelakaan parah itu. Padahal
20 Santhy Agatha
perselingkuhan Celia kalau ditelaah adalah karena
kesalahannya, Azka terlalu sibuk dengan bisnisnya sehingga melupakan
Celia. Bahkan dia hampir tidak punya waktu untuk tunangannya itu, jadi
wajar kalau Celia sampai mengais perhatian dari lelaki lain.
Lalu Azka memutuskan bahwa dia harus
bertanggungjawab. Dan pagi itu pula ketika Celia tersadarkan diri dari
kecelakaan, menangis ketika mengetahui bahwa dia tidak bisa berjalan
lagi, Azka memeluknya dan mengatakan bahwa dia akan selalu mendampingi
Celia selamanya. Dia memaafkan kekhilafan Celia dan bertekad untuk
melangkah ke depan, meninggalkan yang lalu.
Azka mengira itu akan mudah. Toh dia mencintai Celia
sebelum kejadian itu, dipikirnya dia hanya perlu memaafkan dan kemudian
menjalani keadaan mereka seperti sebelumnya. Tetapi kemudian dia
merasakan perasaannya mulai terkikis dan musnah, setiap menatap
perempuan cantik itu. Lalu menyadari kenyataan bahwa Celia telah
mengkhianatinya dan membiarkan dirinya disentuh oleh lelaki lain sampai
sedemikian jauhnya.
Hari demi hari berlalu, sampai di titik cintanya
musnah begitu saja. Dia menjalani harinya dengan Celia hanya karena dia
merasa harus melakukannya. Azka yakin dia bisa melakukannya, toh hatinya
sudah mati rasa.
Sampai kemudian dia melihat Sani, dan terpesona lalu tertarik kepadanya.
Albert memang benar, Azka tidak pernah tertarik
kepada perempuan lain sebelumnya. Begitu kuat, begitu memabukkan,
membuatnya tak bisa memikirkan yang lain. Membuatnya ingin mencoba
mendekat bahkan meskipun dia sadar bahwa dia tidak bisa memiliki
perempuan itu.
Sejenak Azka ragu, dia berada di persimpangan jalan, satu menuju ke arah rumahnya dan yang lain menuju ke arah Garden Cafe. Pada akhirnya Azka mengarahkan mobilnya ke arah Garden Cafe. Dia ingin melihat Sani.
⧫⧫⧫
You’ve Got Me From Hello 21
Ketika dia memasuki pintu cafe itu, matanya mencari
di sudut yang biasa, dan menemukan Sani. Perempuan itu sedang mengetik
seperti biasa ditemani segelas anggur merah yang tinggal tersisa
setengahnya.
Sejenak Azka ragu, tetapi kemudian dia mendekat,
“Aku heran anggur itu tidak membuatmu mengantuk.”
Sani langsung mendongak mendengar sapaannya, ada
tatapan terkejut di sana ketika melihat Azka berdiri di depannya. Tetapi
kemudian dia tersenyum lembut.
“Aku punya penyakit susah tidur akhir-akhir ini. Kata Albert anggur ini bisa membantu, tetapi sepertinya aku kebal.”
Azka tersenyum, “Kalau kau ingin mengantuk jangan ikuti nasehat Albert, minumlah susu putih.”
“Susu putih?” Sani mengeryit, “Aku tidak suka susu
putih, rasanya terlalu gurih dan menguarkan aroma yang aneh di hidung,
membuatku mual.”
Kali ini Azka benar-benar terkekeh geli,
“Aku baru kali ini mendengarkan deskripsi yang begitu menarik tentang
susu putih.” Godanya, “Apa yang sedang kau tulis?” Tanpa sadar Azka
menarik kursi dan duduk di depan Sani.
“Roman percintaan.” Pipi Sani memerah, menyadari
bahwa dia ditatap oleh lelaki yang begitu tampan, dengan mata cokelat
muda dan rambut berantakan yang tampak sangat menggoda. Tetapi kemudian
dia mengeraskan hati.
Semakin tampan seorang lelaki berarti semakin berbahaya dirinya. Gumamnya dalam hati.
“Roman percintaan? Dan sepertinya kau sedang kehabisan ide?”
Bagaimana lelaki ini tahu?
Sani mengangkat bahunya, “Tokoh utama di ceritaku
saling membenci, dan aku merasakan dorongan kuat untuk membiarkannya
seperti itu.”
Azka terkekeh, “Tetapi kau tidak bisa membiarkannya seperti itu?”
22 Santhy Agatha
“Tidak bisa.” Gumam Sani penuh penyesalan, “Karena ini cerita roman, dan cerita roman karanganku harus berujung
Happy Ending.” “Kenapa?” “Apanya?”
“Kenapa harus Happy Ending?” Azka menatap ke arah Sani dengan tajam, membuat Sani sedikit salah tingkah.
“Karena di kehidupan nyata kadangkala Happy Ending bukanlah
milik kita.” Ingatan Sani langsung melayang kepada Jeremy dan dia
tersenyum pahit, “Karena itulah setidaknya novelku bisa menjadi pengobat
luka hati.”
“Kau benar-benar penulis novel yang baik
dan memikirkan perasaan pembacanya.” Gumam Azka sambil tersenyum, yang
ditanggapi Sani dengan mengangkat bahunya.
“Aku hanya ingin menyajikan kisah yang indah untuk pembacaku.”
“Misi yang luar biasa baik, dan aku yakin itu bisa
membantu semua orang, karena kadang di dunia nyata ini kita tidak selalu
berakhir indah.” Azka bangkit dari duduknya dan menganggukkan kepala
sopan, “Silahkan lanjutkan menulis, maaf atas gangguanku.”
⧫⧫⧫
Azka sedang mengenakan dasinya untuk berangkat ke
kantor pusatnya di area resor hotelnya ketika pintu apartemen pribadinya
di lantai dua cafe itu diketuk. Dia mengernyitkan keningnya, hari masih
pagi. Cafe di bawah memang buka duapuluh empat jam, tetapi yang pasti
tidak akan ada yang berani mengetuk pintunya sepagi ini. Bahkan
Albertpun tidak akan melakukannya.
Dengan jengkel sekaligus ingin tahu, Azka membuka pintu ruang kerjanya dan menemukan Keenan berdiri di sana.
Saudara kembarnya.
“Kenapa kau kemari pagi sekali?” Azka mengernyit,
menatap adiknya ingin tahu. Azka dilahirkan lebih dulu 3 menit sebelum
Keenan. Karena itulah dia selalu menganggap dirinya
You’ve Got Me From Hello 23
sebagai kakak. Lagipula, secara kepribadian, dia
memang lebih dewasa dibandingkan Keenan. Keenan terlalu berpikiran
bebas, dia bahkan tidak mau memegang perusahaan warisan ayah mereka dan
memilih mengejar impiannya menjadi seorang pelukis. Kadang Azka merasa
iri kepada Keenan karena kemampuannya untuk merasa bebas dan lepas dari
tanggung jawab.
Azka sendiri tidak bisa. Perusahaan ayahnya harus
dikendalikan. Dan karena Keenan tidak bisa diandalkan, maka dia
mengambil alih seluruh tanggung jawab itu di pundaknya.
Mungkin dia memang ditakdirkan untuk selalu memikul tanggung jawab terhadap orang lain di pundaknya, pikirnya pahit.
Sementara itu Keenan tampak tidak peduli, dia melangkah masuk ke apartemen Azka dan membanting tubuhnya di sofa,
“Aku sedang menerima proyek melukis untuk desain
kantor di dekat resor kita. Pekerjaan itu baru selesai tadi pagi dan aku
memutuskan untuk berkunjung ke rumahmu pagi ini sekaligus menumpang
tidur. Tetapi kata pelayan sudah berhari- hari kau tidak ada di sana dan
tidur di Garden Cafe.” Keenan merengut, “Jadi aku terpaksa menyusul
kemari.”
Azka meraih jasnya dan melirik adiknya tanpa ekspresi,
“Kau bisa menumpang tidur di kamar.” Gumamnya tenang, “Aku harus bekerja.”
“Kau tampak tidak sehat.” Gumam Keenan ketika
mengamatinya, “Dan kurus. Apakah memimpin perusahaan ini membuatmu
begitu sibuk sampai lupa mengurus dirimu?”
Mereka berdua memang sudah lama tidak bertemu, hampir
enam bulan lebih. Itu karena Keenan memutuskan ke Belanda, untuk
mengunjungi guru melukisnya di sana. Adik kembarnya itu baru pulang
sebulan yang lalu, tetapi mereka sama-sama sibuk hingga sekaranglah pertemuan mereka yang pertama setelah enam bulan berlalu.
Azka sendiri mengamati adiknya yang tampak begitu segar dan tanpa beban, lalu mengernyit,
24 Santhy Agatha
“Salah satu dari kita harus menjalankan perusahaan ini.”
“Kau tidak perlu melakukannya, kau tahu itu.” Keenan memundurkan tubuhnya dan menyandarkan dirinya di sofa,
“Perusahaan itu bisa saja kau serahkan kepada para tangan kanan ayah, selama ini bukankah mereka juga yang menjalankannya?”
“Tetapi perusahaan ini tetap butuh seseorang yang
mengendalikannya, Keenan.” Azka bergumam tajam. “Aku bukan orang bebas
yang bisa melepaskan tanggung jawab seperti dirmu.” Sindirnya.
Keenan malahan tertawa, “Dan kaupun memikul tanggung
jawab itu, ciri khas seorang Azka.” Wajahnya berubah serius, “Sama
halnya seperti yang kaulakukan kepada Celia.”
“Aku tidak mau membicarakannya.” Azka langsung
memalingkan muka, berusaha memutus percakapan. Mereka pasti akan
berakhir dengan adu argumentasi ketika membicarakan Celia.
Keenan adalah salah satu orang yang menentang keras
ketika Azka melanjutkan pertunangannya dengan Celia. Dia tentu saja tahu
tentang pengkhianatan Celia dan menganggap Azka bodoh karena memikul
tanggung jawab terhadap Celia. Padahal kecelakaan yang dialami Celia
seharusnya bukanlah kesalahan Azka.
“Tidakkah kau bertanya-tanya bahwa
sebenarnya ada jodohmu di luar sana?” Keenan terus mengejar, tidak
peduli akan ekspresi membunuh yang dilemparkan Azka kepadanya,
“Tidakkah kau ingin tahu bahwa pasangan jiwamu
sedang menunggu jauh di sana? Menanti untuk kau temukan? Kalau kau terus
terpaku pada Celia, yang jelas-jelas tidak kau cintai, kau akan kehilangan kesempatanmu untuk menemukan jodohmu yang sesungguhnya.”
“Aku tidak menyangka kau bisa begitu puitis.” Azka
berusaha menghindar dari bahasan tentang Celia. Dia sedang tidak mau
memikirkannya.
“Aku seorang seniman, meskipun aku pelukis, tetap saja aku bisa puitis.” Keenan tertawa, “Berbeda dengan dirimu yang
You’ve Got Me From Hello 25
begitu kaku.” Wajahnya melembut, “Aku hanya ingin kau berhenti menyiksa dirimu, kak.”
Apakah sejelas itu?
Azka berusaha memasang wajah datar, “Kalau kau ingin aku sedikit lebih baik, bantulah aku di perusahaan.”
‘Tidak.” Keenan langsung menjawab cepat, “Berkemeja
rapi, memakai jas dan dasi bukanlah gayaku. Aku bisa mati bosan kalau
bekerja di kantor.” Dengan santai dia melangkah berdiri dan menuju kamar
Azka, “Selamat menikmati harimu.”
Gumamnya santai lalu menghilang ke dalam kamar.
⧫⧫⧫
Sani sedang melangkah keluar dari pintu putar
apartemennya, hendak menuju ke supermarket terdekat untuk membeli bahan
makanan sebagai pengisi kulkasnya ketika langkahnya membeku di trotoar.
Mobil warna biru itu dengan pelat nomor yang sangat dikenalnya.
Itu mobil Jeremy...
Dan benar saja, lelaki itu melangkah keluar dari mobilnya dan berdiri tepat di depan Sani,
“Hai Sani.” Sapanya seolah-olah tidak
pernah terjadi apa- apa di antara mereka, “Apa kabarmu? Aku kemari untuk
mengunjungimu, aku merindukanmu.” Bisiknya lembut.
Bisikan itu dulu pernah membuat hati Sani hangat. Tetapi sekarang tidak lagi, dia menggertakkan giginya dengan marah,
“Apa yang kau lakukan di sini?”
Jeremy mengangkat bahunya, “Mengunjungimu tentu saja, kau pikir apa? Aku harap setelah kau puas dengan tingkah kekanak-kanakanmu kita bisa bercakap-cakap dengan kepala dingin.”
Tingkah kekanak-kanakannya, katanya?
Sani menahan dirinya untuk maju dan menampar Jeremy. Berani-beraninya lelaki itu muncul di depannya seolah tidak bersalah dan mengganggu ketenangan hidupnya lagi.
26 Santhy Agatha
“Aku tidak mau bercakap-cakap denganmu. Minggir.”
Gumam Sani marah, ketika Jeremy dengan sengaja menghalangi jalannya di trotoar yang sempit itu.
Tetapi Jeremy tidak bergeming, dia malahan semakin sengaja menghalangi Sani lewat.
“Kita harus bicara Sani, ayolah hentikan sikap kekanak- kanakanmu itu dan berbicaralah dengan dewasa.”
“Aku rasa aku sudah mengambil keputusan dewasa dengan mengakhiri pertunangan kita. Menyingkirlah Jeremy dan biarkan aku lewat.”
Sani berusaha mencari jalan melewati Jeremy, tetapi karena lelaki itu menghalangi jalannya, dia merengut kepada
Jeremy dengan tatapan menghina, “Ah sudahlah!”
Gumamnya marah lalu membalikkan tubuhnya, hendak berbalik dan
meninggalkan Jeremy.
Sayangnya gerakannya kurang cepat, Jeremy sudah meraih lengannya dan mencekalnya,
“Dengarkan aku dulu Sani, kau harus mendengarkan aku!” seru Jeremy mulai emosi. Lelaki itu bahkan tidak peduli akan lirikan orang-orang di sekitar mereka.
Sani malu, sungguh-sungguh malu. Dengan
sekuat tenaga dia berusaha melepaskan cekalan tangan Jeremy di
lengannya, berusaha melepaskan diri dari Jeremy. Dia jijik, dia benci,
dan dia sangat muak kepada laki-laki ini.
Di tengah usahanya melepaskan diri, sebuah mobil
berwarna merah menyala menepi ke trotoar di dekat mereka. Azka turun
dari mobil dan mengernyit, dari kejauhan dia sudah melihat lelaki itu
mencengkeram lengan Sani dan Sani yang berusaha melepaskan diri. Pada
akhirnya dia tidak bisa menahan diri untuk mendekat,
“Bisakah kau lepaskan perempuan itu? Tampaknya dia tidak mau berurusan denganmu.” Gumamnya dingin.
Membuat Sani dan Jeremy menoleh bersamaan.
You’ve Got Me From Hello 27
“Mencintai berarti belajar mengalahkan ketakutan untuk tersakiti di kemudian hari.”
3
Sani mengernyit melihat kehadiran Azka di sana. Itu
pria pemilik cafe itu, batinnya bingung. Tetapi kemudian dia melihat
kesempatan untuk melarikan diri dari Jeremy. Pegangan Jeremy di
tangannya melemah, membuat Sani bisa menyentakkan tangannya dan
melepaskan diri.
“Sani.” Jeremy masih berusaha mengikuti Sani, tetapi
dengan cepat Sani melompat, bersembunyi di belakang punggung Azka yang
bidang. Dan dengan penuh pengertian pula Azka langsung berdiri
melindunginya.
“Saya rasa Sani tidak mau berbicara lagi dengan anda.’
Mata Jeremy memancar marah menatap ke arah Azka,
“Saya tidak tahu anda siapa.” Desisnya geram, “Tetapi Sani adalah tunangan saya dan saya berhak berbicara dengannya.”
“Mantan tunangan.” Sani menyela dari punggung Azka, “Dan aku tidak mau berbicara denganmu.”
“Anda dengar bukan?” Azka melemparkan pandangan
mencemooh ke arah Jeremy, “Saya rasa lebih baik anda meninggalkan Sani
sendirian.”
Kemudian dengan sikap tegas, sebelum Jeremy bisa berbuat apa-apa, Azka menggiring Sani memasuki mobilnya. Meninggalkan Jeremy yang terperangah dengan muka masam di sana.
⧫⧫⧫
“Dia mantan tunanganku.” Sani melirik gelisah ke arah
Azka, setelah dia berada di dalam mobil dan Azka
melajutkan mobilnya. Sani baru menyadari bahwa dia telah begitu saja
masuk ke dalam mobil seorang lelaki yang bahkan hampir sama sekali tidak
dikenalnya.
28 Santhy Agatha
Azka melirik sedikit ke arah Sani, ekspresi wajahnya tidak bisa ditebak, “Mantan?” tanyanya tenang.
Sani menganggukkan kepalanya, “Ya, hubungan kami
tidak berjalan sebaik semestinya. Aku memutuskan hubungan dan rupanya
Jeremy masih belum terima.” Sani menatap ke pinggir jalan, “Bisakah aku
turun di depan sana?”
Azka mengernyit, “Kenapa harus turun di depan sana?”
Dan kenapa pula aku tidak boleh turun? Sani membatin,
lagipula dia tidak tahu mobil ini akan dibawa kemana oleh Azka. Dia
harus tetap waspada meskipun Azka tampaknya baik dan tidak berniat jahat
kepadanya.
“Aku hendak ke supermarket berbelanja bahan makanan,
dari pertigaan itu aku tinggal naik angkutan umum satu arah ke sana.”
Sani berkata jujur, dia memang hendak naik angkot ke supermarket itu
sebelumnya sebelum insiden Jeremy yang mencegatnya di jalan tadi.
“Aku akan mengantarmu.” Dengan tangkas Azka membelokkan mobilnya ke arah tikungan yang dimaksud Sani.
Sani mengernyitkan keningnya, penampilan Azka seperti
orang yang akan berangkat kerja, dia sangat rapi dengan jas dan dasi
yang terpasang di badannya. Apakah selain memiliki cafe lelaki ini juga bekerja kantoran? Batinnya dalam hati.
“Kau tidak berangkat bekerja?” Akhirnya Sani memberanikan diri untuk bertanya.
Azka terkekeh, “Aku bisa datang semauku.” Gumamnya misterius, membuat Sani terdiam dan menebak-nebak.
Mobil lalu berhenti di parkiran supermarket itu, Sani membuka pintu dan turun dengan segera.
‘Terima kasih sudah mengantarku, dan terima kasih sudah menyelamatkanku dari Jeremy.” Gumamnya pelan.
Azka menatap Sani dengan tatapan aneh yang sangat dalam, tidak bisa ditebak apa artinya, lalu lelaki itu tersenyum lembut,
You’ve Got Me From Hello 29
⧫⧫⧫
Dia tidak bisa berhenti memikirkan lelaki itu.
Bahkan sekarang di saat dia sudah di rumah dan sibuk
memasukkan barang belanjaannya ke dalam kulkas. Ingatan tentang Azka,
dan wajahnya terngiang-ngiang terus di benaknya.
Sani berusaha melupakan Azka, dengan cara mengingat
pengkhianatan yang dilakukan oleh Jeremy sekaligus mengingatkan dirinya
sendiri bahwa saat ini bukanlah saat yang tepat untuk tertarik kepada
lelaki baru. Tetapi benaknya tidak mau berkompromi. Seolah ada sesuatu
yang menariknya, membuatnya selalu teringat kepada Azka.
⧫⧫⧫
Malam itu Sani berjalan dengan was-was
menyeberang dari arah apartemennya menuju Garden Cafe. Dia mengintip ke
seluruh jalanan tetapi tidak melihat keberadaan Jeremy ataupun mobil
birunya, dengan lega dia menarik napas,
Mungkin Jeremy telah menyerah untuk sementara.
Sani lalu memasuki pintu cafe itu. Seperti biasa, Albert yang sedang ada di dekat bar menyambutnya,
“Segelas anggur lagi Nona Sani?” sapanya ramah,
Sani mengangguk dan tersenyum lembut,
“Satu saja ya Albert.” dia butuh segelas anggur itu
untuk membantunya tidur. Tidur dan melupakan semua hal yang ada di dunia
nyata.
Ketika dia melangkah menuju tempatnya di sudut, dia hampir bertabrakan dengan sosok lelaki yang tiba-tiba melintas cepat di sana.
“Oh. Maaf.” Ada senyum di suara lelaki itu, “Aku tidak melihatmu, kau begitu mungil.”
Sani mendongakkan kepalanya, dan ternganga, Lelaki itu amat sangat mirip dengan Azka bagaikan pinang dibelah dua.
30 Santhy Agatha
Tetapi meskipun begitu Sani tahu kalau lelaki ini
bukan Azka, penampilan mereka berdua yang pasti sangat berbeda. Lelaki
yang ada di depannya ini berambut setengah panjang sampai menyapu
kerahnya, sementara Azka berpotongan rapi. Gaya berpakaiannyapun sangat
bertolak belakang, Sani ingat ketika bertemu Azka di malam hari waktu
itu, dia mengenakan celana khaki yang formal dan sweater panjang yang
membungkus tubuhnya bagaikan model yang elegan. Sementara lelaki yang
ada di depannya ini mengenakan celana jeans yang sangat pudar hingga
hampir putih dan kaos longgar yang sedikit kusut.
Keenan menatap Sani yang masih termangu meneliti
dirinya lalu tergelak, “Kau pasti mengira aku adalah Azka.” Tebaknya
lucu lalu mengulurkan tangannya, “Kenalkan aku Keenan, saudara kembar
Azka.”
Saudara kembar, pantas saja mereka begitu mirip,
batin Sani masih kaget. Lalu dia tergeragap dan menyambut uluran tangan
lelaki itu dan menyebutkan namanya. Keenan menggenggam tangannya dengan
erat dan bersemangat, berbeda dengan genggaman tangan Azka yang halus
dan elegan ketika mereka berkenalan waktu itu.
“Kau temannya Azka?” Keenan menatap Sani dengan
menyelidik. Ada nada ingin tahu di dalam suaranya, meskipun lelaki itu
tetap tersenyum manis.
Sani menggelengkan kepalanya, dia tidak bisa disebut teman Azka bukan?
“Bukan. Saya bukan temannya. Saya pelanggan cafe ini.” “Oh. Dan kau mengenal Azka?”
Sani menganggukkan kepalanya, “Saya tahu Azka pemilik cafe ini, kadang-kadang dia menyapa pengunjung cafe ini bukan?”
Keenan menyipitkan matanya, “Menyapa pengunjung cafe
ini?” matanya bersinar misterius, “Mungkin saja.” Senyumnya mengembang,
“Oke aku harus pergi, senang bertemu denganmu, Sani.” Lelaki itu
membungkuk hormat dengan gaya menggoda lalu melangkah pergi.
You’ve Got Me From Hello 31
Sementara itu Sani masih mengamati kepergian Keenan dengan dahi mengerut, ketika Albert mendekatinya.
“Saya lihat anda sudah bertemu dengan Tuan Keenan.”
Gumamnya, mendahului Sani melangkah ke meja Sani yang
biasanya, lalu meletakkan anggur dan cemilan pesanan Sani di meja,
“Beliau saudara kembar Tuan Azka, tetapi anda lihat sendiri mereka
sangat bertolak belakang.”
Seperti pinang dibelah dua, tetapi sangat bertolak
belakang. Sani menyetujui dalam hati. Lalu keningnya berkerut ketika
mengingat Azka. Lelaki itu tidak tampak di mana-mana. Sani mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, lalu menghela napas panjang.
Ada apa dengan dirinya? Dia datang ke cafe ini untuk
mengetik cerita dan menyalurkan isnpirasi menulisnya bukan? Dia datang
ke sini bukan untuk bertemu Azka. Dengan cepat Sani membuka laptopnya,
lalu mulai mengetik di file yang sudah disiapkannya. Lama setelahnya,
Sani menyadari bahwa dia membohongi batinnya sendiri, bahwa dia amat
sangat ingin melihat Azka meskipun hanya sedetik saja.
⧫⧫⧫
Celia tersenyum ketika menghidangkan makanan itu di
meja, dibantu oleh beberapa pelayan dia meletakkan makanan- makanan itu
untuk Azka. Ya. Celia khusus memasak untuk Azka malam ini, dia mengikuti
kursus memasak untuk mengisi kesibukannya dan memutuskan untuk
mengundang Azka mencicipi hasilnya.
“Aromanya enak.” Azka tersenyum lembut, “Sepertinya
mereka mengajarimu dengan baik.” Azka mengambil makanannya dan
mencicipi, lalu memutar bola matanya, “Dan rasanya juga enak.”
Celia terkekeh, menarik kursi rodanya mendekat dan duduk di seberang Azka, “Kau yakin kau tidak berbohong untuk menyenangkanku?”
“Tidak.” Azka mengunyah dengan bersemangat, “Masakan ini memang benar-benar lezat.”
32 Santhy Agatha
“Nanti setelah kita menikah, aku akan memasakkan makan malam untukmu setiap malam.” Celia tertawa. “Aku akan memilih menu yang berbeda-beda supaya kau tidak bosan.”
Azka langsung menelan dengan susah payah, makanan yang dikunyahnya tiba-tiba terasa seperti pasir ketika Celia menyinggung pernikahan. Hingga dia harus meminum air untuk membantunya menelan makanannya.
Dia berusaha menjaga wajahnya tetap penuh senyum
supaya Celia tidak menyadari perubahan suasana hatinya. Dan rupanya
Celia memang tidak menyadarinya, perempuan itu sedang menerawang
membayangkan persiapan pernikahan mereka.
“Mama dan papa akan pulang dari Australia minggu
depan, dan semoga kita bisa membicarakan persiapan pernikahan dengan
lebih terperinci ya.” Mata Celia berkaca- kaca ketika menatap Azka.
“Terima kasih Azka, atas cintamu yang penuh maaf, aku bersyukur karena
bisa memilikimu.”
Azka mencoba tersenyum tetapi yang muncul adalah senyuman pahit yang tak tertahankan.
⧫⧫⧫
Ketika mobil Azka berlalu, Celia menatap dari teras dengan keheningan yang menyesakkan.
Semakin lama Azka semakin berbeda dan terasa begitu
jauh, dia menyadarinya. Celia tahu insiden pengkhianatannya yang sangat
fatal itu membuat Azka semakin jauh dari dirinya. Tetapi lelaki itu
bersedia mendampinginya untuk seterusnya, berkomitmen supaya menjaganya.
Dan Celia sangat takut kehilangan Azka, dia tidak bisa hidup tanpa
lelaki itu.
“Nona Celia mau dibantu?” seorang pelayannya menengok ke arah teras, ke arahnya.
Celia tersenyum, “Tidak usah bi, aku bisa membawa
kursi rodaku masuk sendiri kok.” Dengan tenang dia berdiri, lalu melipat
kursi rodanya dan membawanya masuk ke dalam rumah.
⧫⧫⧫
You’ve Got Me From Hello 33
Ketika Azka sampai di Garden Cafe itu, sudah
menjelang tengah malam, jalanan macet karena malam ini adalah malam
libur sehingga Azka menghabiskan banyak waktunya di jalanan. Dia
melangkah masuk ke arah cafe, berharap-harap cemas, ingin menemukan sosok Sani di dalam sana.
Tetapi perempuan itu tidak ada. Azka membatin dalam
diam. Menahan kekecewaan di hatinya. Apakah malam ini Sani tidak menulis
di cafe ini?
Albert yang melihat Azka datang langsung mendekatinya
dan tersenyum memahami, “Nona Sani tentu saja datang tadi, dia menulis
sebentar lalu pulang. Katanya dia mengantuk, mungkin anggur merah itu
mulai bereaksi kepadanya.” Albert terkekeh, “Ngomong-ngomong, Nona Sani tadi berkenalan dengan Tuan Keenan.”
“Sani berkenalan dengan Keenan? Bagaimana bisa?”
“Tuan Keenan tadi pulang tepat pada saat Nona Sani datang, mereka berpapasan.”
“Oh.” Azka menghela napas panjang, menyembunyikan
kecemasannya. Kalau sampai Keenan memperhatikan Sani, dia pasti akan
kalah. Selalu begitu, para perempuan lebih menyukai Keenan yang penuh
canda dan mempesona daripada dirinya yang serius dan pendiam.
“Aku tidak ingin Keenan bertemu dengan Sani lagi, Albert, apapun caranya.” Tiba-tiba
dia merasakan firasat itu. Meskipun dirinya dan Keenan bertolak
belakang dalam segala hal, tetapi dalam selera wanita mereka sama.
Kalau Keenan tertarik pada perempuan, maka Azka akan mempunyai ketertarikan yang sama. Begitupun tentang Celia, Celia dulu tergila-gila kepada Keenan, tetapi karena Keenan tidak pernah serius dengan perempuan, Celia mengalihkan perhatiannya kepada Azka.
Apakah Keenan merasakan getaran yang sama, yang dirasakanolehnya ketika melihat Sani?Batin Azka bertanya- tanya, mencoba mengusir kecemasan di dalam benaknya.
Sementara itu Albert mengerutkan keningnya sambil mengawasi Azka, “Bagaimana caranya mencegah Tuan Keenan
34 Santhy Agatha
bertemu dengan Nona Sani? Tuan Keenan bisa datang dan pergi sesuka hatinya.”
“Kalau ada Sani di dalam, tahan Keenan dimanapun dia
berada. Pokoknya jangan sampai mereka bertemu lagi.” Azka bersikeras.
Dia lalu memijit dahinya yang mulai berdenyut pusing, “Aku lelah sekali
hari ini, Albert.”
Albert mengangkat alisnya, “Karena melewatkan malam
bersama Nona Celia?” tebaknya dengan tepat, membuat Azka menghela napas
panjang, tidak membantah tetapi tidak juga mengiyakan.
⧫⧫⧫
“Hai.”
Sani menolehkan kepalanya dan mengernyit ketika
menemukan Azka sedang bersandar di dekat pintu putar apartemennya,
lelaki itu tampaknya sedang menunggunya,
Benarkah? Sani mengernyitkan keningnya.
“Aku menunggumu dari tadi.” Azka langsung bergumam,
menjawab keraguan Sani. “Bagaimana kabarmu? Apakah lelaki itu... mantan
tunanganmu, mendatangimu lagi?”
Sani tersenyum pahit, “Sepertinya dia memutuskan untuk menyerah sementara.”
“Apa yang dia lakukan sehingga kau tampak begitu membencinya, Sani?”
Sani tercenung, kenapa Azka ingin tahu?“Dia
mengkhianatiku. Dengan sangat parah.” Suara Sani terdengar serak,
selalu begitu setiap dia mengingat Jeremy, “Dan aku tidak bisa
memaafkannya.”
Azka langsung terkenang akan pengkhianatan yang
dilakukan Celia kepadanya, dia bisa memahami perasaan Sani. Dan merasa
Sani lebih beruntung, karena perempuan itu bebas membenci dan
meninggalkan, tidak seperti dirinya.
“Tetapi sepertinya dia belum menyerah.” Gumam Azka
kemudian, mengingat bagaimana Jeremy mencekal lengan Sani dan memaksa
untuk berbicara.
You’ve Got Me From Hello 35
Sani tertawa, “Dia memang begitu, tidak pernah mau
menerima pendapat orang lain. Tetapi aku akan menunjukkan kepadanya
bahwa kali ini dia tidak punya kesempatan lagi.”
“Karena kau seorang pendendam?” Gumam Azka, sambil tersenyum,
“Bukan.” Sani menggelengkan kepalanya, “Karena aku bisa memaafkan, tetapi tidak akan pernah bisa melupakan.”
Jawab Sani mantap.
Azka tertegun, apakah itu juga yang dia rasakan
kepada Celia? Bisa memaafkan segala kesalahan Celia di masa lalunya,
tetapi tetap tidak bisa melupakannya?
“Kau mau kemana?” Azka menatap penampilan Sani yang lumayan rapi, dengan celana hitam dan kemeja formal berwarna krem.
Sani mengamati penampilannya sendiri dan tersenyum,
“Ini penampilan paling rapi yang bisa kulakukan. Aku
akan menemui editorku dan menghadap perwakilan penerbit di kota ini,
untuk membicarakan kontrak novel terbaruku.”
“Di mana?” tanya Azka.
Sani menyebut nama sebuah daerah perkantoran yang lumayan jauh dari tempat mereka berdiri sekarang,
“Mau kuantar?” Azka langsung menawarkan.
Sani langsung menggelengkan kepalanya, tidak mungkin dia menerima tawaran kebaikan lelaki itu kepadanya. Meskipun dia bertanya-tanya
apa yang dilakukan Azka menunggunya di sini, “Tidak usah, terima kasih.
Aku sudah memesan taksi.” Senyum Sani berubah lembut, “Sampai jumpa.”
“Oke. Sampai jumpa lagi.” Azka menyandarkan tubuhnya
di dinding, mengamati Sani yang melangkah pergi menuju tempat taksinya
menunggu. Dicatatnya dalam hatinya bagaimana Sani mengatakan ‘sampai
jumpa’, dan bukannya ‘selamat tinggal’ kepadanya.
⧫⧫⧫
“Kau sudah menemukan alamat pria bernama Jeremy itu?” Azka menelepon salah satu pegawai kepercayaannya di
36 Santhy Agatha
kantor cabang mereka di tempat asal Sani. Dia ingin menyelidiki tentang Jeremy. Well, setiap orang yang akan berperang harus mempelajari musuhnya masing-masing bukan?
Azka sendiri tidak tahu kenapa dia melakukannya,
tetapi ketertarikannya kepada Sani sendiri sungguh sangat mengganggunya.
Dia tidak bisa melepaskan Sani dari pikirannya, seluruh batinnya
tersita untuk Sani. Perempuan itu telah mendapatkannya dari pertama kali
mereka saling menyapa.
“Dan setelah kau mendapatkan alamat Jeremy, apa yang
akan kau lakukan?” Albert yang sedari tadi duduk di ruang kerja Azka di
atas cafe itu mengernyitkan keningnya,
“Menyingkirkannya?”
“Mungkin.” Mata Azka bersinar tajam, “Aku sudah terbiasa menyingkirkan orang-orang yang menghalangi jalanku.”
“Jalanmu?” Hanya Albert satu-satunya
orang yang tahu kekejaman tersembunyi di balik sikap Azka yang tenang
dan terkendali. Dan hanya Albert pulalah yang berani membantah dan
mempertanyakan semua keputusan Azka. Karena dia tahu jauh di dalam hati
Azka, tersimpan kebaikan yang luar biasa besar, bertolak belakang dengan
kekejamannya. Buktinya laki- laki itu tidak tega membuang Celia begitu
saja. “Jalanmu untuk apa, Azka? Untuk memiliki Sani? Bukankah kau tidak
bisa memiliki Sani selama masih ada Celia?”
Ah iya. Celia.
Azka sendiri masih belum tahu apa yang akan
dilakukannya kepada Celia. Apakah terlalu kejam meninggalkan Celia yang
lumpuh dan tidak berdaya seperti itu?
Tetapi Azka tidak bisa membohongi perasaannya, perasaan yang dirasakannya dengan begitu kuat kepada Sani.
“Akan kupikirkan nanti.” Gumam Azka sekenanya.
Albert langsung mengangkat alisnya, “Pernikahanmu dengan Celia hampir delapan bulan lagi, Azka.”
You’ve Got Me From Hello 37
“Aku tahu.” Dan Azka harus bisa bersikap tegas, menentukan apa yang akan dilakukannya selanjutnya.
Albert sendiri hanya tercenung, dia mencemaskan Azka.
Baginya Azka sudah seperti anaknya sendiri karena dia memang tidak
punya keluarga lagi. Pada saat Azka memutuskan melanjutkan
pertunangannya dengan Celia waktu itupun Albert sudah tidak setuju. Azka
hanya didorong oleh rasa bersalah. Albert takut kalau pada akhirnya
Azka bisa menemukan orang yang benar-benar dicintainya, dan dia terlanjut terikat kepada Celia?
Dan sepertinya, apa yang ditakutkannya sudah terjadi.
⧫⧫⧫
Sani menoleh ke arah Kesha yang sedang asyik memilih- milih hiasan rumit dari kerang di bazaar itu,
“Kau belum selesai?” tanyanya, kakinya mulai
kelelahan karena berjalan begitu jauh mengelilingi seluruh area bazaar
yang sangat luas. Kesha mengajaknya ke tempat ini sepulang dia bertemu
dengan penerbit tadi. Dan itu adalah sebuah kesalahan besar, karena
begitu berbelanja, sepertinya Kesha tidak bisa berhenti.
“Aku masih ingin melihat pakaian di sebelah sana.”
Kesha menunjuk sudut yang jauh, “Tadi ketika kita lewat, aku melirik ada
satu baju yang warnanya lucu.”
Sani mengernyit ketika membayangkan harus berjalan lagi ke arah sana, “Kenapa kau tadi tidak berhenti ketika kita lewat sana?”
Kesha tampaknya tidak memahami kelelahan Sani, “Aku
tadi masih ragu apakah aku menginginkannya atau tidak.” Matanya tertuju
pada gelang kerang yang dicobanya, “Sekarang aku memutuskan bahwa aku
menginginkannya.” Kesha menyerahkan gelang yang dipilihnya kepada
penjualnya. Lalu menunggu gelang itu dibungkus dan kemudian dia
membayarnya.
Setelah itu dia setengah menggandeng Sani ke arah lokasi penjual baju yang dimaksudkannya, “Yuk.” Gumamnya bersemangat.
38 Santhy Agatha
Dengan menyeret langkah, Sani mengikuti Kesha yang
berjalan begitu cepat dan bersemangat. Kakinya sakit, dan dia sedikit
oleng ketika menembus keramaian itu. Seseorang sepertinya tanpa sengaja
mendorongnya sehingga tubuhnya tergeser ke samping, menabrak seseorang.
“Ups.” Gumam suara itu, sebuah tangan yang kuat menopangnya. Sani mengenali suara itu dan dia mendongakkan kepalanya,
“Sepetinya kau ditakdirkan untuk selalu menabrakku.”
Wajah Keenan yang ada di depannya, dan lelaki itu tersenyum geli menatapnya.
You’ve Got Me From Hello 39
“Dan aku masih berdiri di sini, menatap punggungmu yang berlalu pergi.”
4
“Keenan?”
“Ya ini aku.” Keenan terkekeh, apa yang kau lakukan di
sini?”
“Aku mengantar temanku.” Sani mendongakkan kepalanya,
mencoba mencari tetapi Kesha sepertinya sudah ditelan keramaian jauh di
depannya, “Dan sepertinya dia sudah hilang.” Gumam Sani, mendesah
kesal.
Keenan tertawa, “Begitulah kalau kau berjalan di baazar tahunan. Keadaannya selalu seperti ini setiap tahun, selalu ramai.”
Sani masih menatap ke arah kepergian Kesha. Berharap
bahwa sahabat sekaligus editornya itu akhirnya menyadari bahwa mereka
terpisah dan kemudian kembali untuk mencarinya.
“Kau sendiri apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya kepada Keenan kemudian ketika menyadari bahwa laki-laki itu tidak berniat untuk pergi.
“Aku?” Keenan tertawa. Lelaki ini benar-benar
ceria dan banyak tertawa, jauh berbeda dengan Azka, Gumam Sani dalam
hati, “Aku lelaki bebas, kudengar di sini ada keramaian jadi aku datang
untuk melihat, itu saja.”
“Sani!” itu teriakan Kesha, perempuan itu akhirnya
menyadari bahwa dia terpisah jauh dari Sani. Dia sedang berjuang
menembus keramaian untuk menghampiri Sani yang sudah menepi bersama
Keenan di dekat stan sepatu.
Akhirnya Kesha berhasil mendekatinya, napasnya terengah-engah, “Fyuh ramai sekali di sana, kita bahkan tidak bisa menawar dengan nyaman....” Lalu Kesha tertegun
40 Santhy Agatha
menyadari lelaki luar biasa tampan yang sedang berdiri bersama Sani, mulutnya bahkan ternganga.
“Hai.” Keenan tersenyum ramah, sepertinya lelaki itu
sudah biasa dipandang dengan tatapan kagum oleh para perempuan, “Aku
Keenan, aku kenalan Sani.” Gumamnya mengulurkan tangannya.
Kesha membalas uluran tangan itu seolah terhipnotis, matanya menatap terpesona pada Keenan.
Keenan hanya melemparkan tatapan geli kepada Sani,
lalu melangkah menjauh, “Sepertinya kau sudah menemukan temanmu.”
Ditepuknya pundak Sani dengan akrab, “Lain kali hati-hati ya.” Gumamnya lalu melambaikan tangan dan melangkah pergi.
Mata Kesha bahkan terpaku sampai Keenan menghilang dari pandangan matanya.
“Wow...” dia menatap terpesona, lalu menoleh kepada
Sani dengan pandangan menuduh, “Katakan padaku di mana kau menemukan
lelaki setampan itu. Dia bilang dia kenalanmu bukan?”
Sani terkekeh melihat betapa tertariknya Kesha kepada
Keenan, “Dia saudara kembar pemilik cafe yang kuceritakan kepadamu.”
“Setampan itu dan ada dua orang?” Kesha terperangah, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, “Hebat Sani, aku yang sudah bertahun-tahun
di kota ini, belum pernah beruntung menemukan lelaki dengan penampilan
fisik dan senyuman sesempurna itu. Dan kau baru beberapa waktu disni,
kau sudah berkenalan dengan dua laki-laki tampan.”
Sani tertawa tergelak, “Ah kau melebih-lebihkan.” Dia menatap cemas ke sekeliling yang mulai ramai, “Kita pulang saja yuk, aku lelah.”
Untunglah Kali ini Kesha tidak menolak.
⧫⧫⧫
“Aku bertemu dengan gadis itu.” Keenan baru saja datang berkunjung ke Garden Cafe, dan Azka menemuinya di
You’ve Got Me From Hello 41
apartemennya. Lelaki itu langsung waspada ketika Keenan menyebut tentang ‘gadis itu’.
Dan benar saja, Keenan langsung melemparkan pertanyaan yang sama sekali tidak disukai oleh Azka.
“Apakah dia alasan kau tidak pernah pulang ke rumahmu lagi dan selalu menginap di sini?”
Azka memasang wajah keras, “Apa maksudmu?”
“Yah. Kau bertingkah di luar kebiasaanmu, para
pelayanmu di rumah bilang kalau kau tidak pernah tidur di sana dan
selalu tidur di cafe ini. Dan kau juga menyapa gadis itu.” Keenan
mengangkat bahu ketika Azka melemparkan tatapan tajam kepadanya, “Aku
tahu info itu dari gadis itu ketika aku bertabrakan dengannya. Katanya
kau menyapanya ketika dia duduk di cafe itu, dia bilang mungkin itu
budaya cafe ini, sang pemilik menyapa ramah pelanggannya.” Lirikan
Keenan berubah penuh arti, “Tetapi kita tahu bahwa itu tidak benar
bukan? Kau selalu menghindari semua pengunjung cafe dan hotelmu seperti
mereka adalah hama. Kau selalu bersembunyi di balik sosok pemilik
perusahaan yang misterius, kau tidak pernah menyapa pelanggan
sebelumnya, gadis itu adalah satu-satunya pelanggan yang kau sapa.”
“Bisakah kau bicara langsung saja dan tidak berputar-
putar dengan analisa konyolmu?” Azka menyela dengan ketus, membuat
Keenan terkekeh,
“Yah, kesimpulannya, kau tertarik kepada gadis itu, kepada Sani.” Keenan menatap Azka dengan waspada, “Begitu juga aku.”
Kemarahan langsung merayapi mata Azka, membakarnya, “Jangan Keenan.”
“Mau bagaimana lagi? Kita sepertinya selalu
dianugerahi kutukan perasaan yang sama terhadap perempuan. Bagaimana
kalau kita lakukan permainan seperti masa remaja kita dulu? Permainan ‘dia pilih kamu atau aku?’, sepertinya itu akan menyenangkan.” Gumam Keenan setengah tertawa.
42 Santhy Agatha
Tanpa diduganya Azka bergerak secepat kilat, meraih kerah baju Keenan dan mendorongnya ke tembok dengan mengancam.
“Ini bukan permainan, Keenan dan aku serius, Kalau kau hendak main-main dengan Sani, kau harus menghadapiku dulu.”
Keenan membiarkan dirinya ditekan oleh Azka di tembok, dia menatap Azka dengan penuh perhitungan,
“Apa kau lupa Azka? Kau sudah punya Celia.”
“Itu tidak menghalangiku untuk memiliki Sani.” Sahut
Azka keras.
Hal itu membuat Keenan tertawa terbahak-bahak, tidak peduli akan tatapan marah Azka,
“Tidak menghalangimu katamu?” Keenan melepaskan
tangan Azka yang mencengkeram kerah bajunya dan melangkah menjauh, dia
masih tertawa, “Tentu saja itu sangat menghalangi, kau punya tunangan
dan kau akan menikah. Atas pilihanmu sendiri karena rasa
bertanggungjawabmu yang bodoh itu! Jadi kau tidak bisa menawarkan
hubungan apapun, apapun! Kepada Sani.” Keenan menatap Azka dengan
menantang, “Tetapi aku beda, aku lelaki bebas.”
“Jangan menantangku, Keenan. Kau tahu bukan apa yang akan aku lakukan kalau aku marah.”
“Aku tahu.” Keenan melirik waspada ke arah Azka,
tetapi dia memutuskan untuk tidak mundur, “Tetapi Sani layak dicoba
untuk diperjuangkan.” Keenan melangkah keluar dari apartemen Azka.
Ketika sampai di tengah pintu, Keenan menoleh lagi dan tersenyum manis,
“Sepertinya perang akan dimulai, kakak.”
Azka tertegun, menatap kepergian Keenan. Diacaknya
rambutnya dengan frustrasi. Apa yang ditakutannya terjadi lagi, mereka
bersaing untuk seorang perempuan.
Seakan beban masalahnya belum cukup berat saja....
⧫⧫⧫
You’ve Got Me From Hello 43
Malam itu Sani pulang terlambat, dia membahas tentang
novelnya di rumah Kesha dan mereka lupa waktu. Kesha menyuruhnya
menginap saja, tetapi Sani memutuskan bahwa dia harus pulang. Tidur di
kamarnya sendiri saja dia kesulitan, apalagi harus tidur di rumah orang.
Bagaimanapun juga Sani merasa lebih nyaman beristirahat di tempatnya
sendiri.
Ketika berjalan turun dari taksi dan hendak memasuki
pintu putar menuju lobi apartemennya, Sani melirik ke arah Garden Cafe
itu di seberang jalan, sudah dua hari dia tidak kesana. Apakabarnya Azka? Pikiran
itu terus mengganggunya sepanjang hari ini. Otaknya selalu dipenuhi
bayangan lelaki itu yang begitu tampan dan tampak begitu dewasa.
“Sani?”
Sani terperanjat kaget mendengar namanya disebut, dia
langsung menoleh dengan waspada. Wajahnya pucat pasi ketika menemukan
Jeremy ada di sana. Lelaki itu tampak berantakan dan sedikit tidak
fokus.
“Aku menunggumu lama sekali di sini, kau kemana saja?”
Nada suara Jeremy meninggi seolah tidak bisa
mengontrol emosinya. Dan ketika Jeremy melangkah sedikit mendekatinya,
dia langsung bisa menciumnya, aroma alkohol yang pekat dan memuakkan.
Seolah lelaki itu menghabiskan malamnya dengan meminum alkohol murahan
yang menguarkan bau khas.
Sani langsung merasakan jantungnya berdegup kencang,
Jeremy sedang mabuk. Dan sepertinya dia mabuk berat. Bahkan dalam
keadaan sadarpun, Sani tahu bahwa Jeremy sering kali tidak bisa
mengendalikan emosinya, apalagi dalam keadaan mabuk.
Mata Sani berkeliling waspada, memandang semua orang.
Adakah yang bisa menolongnya di sini? Dia mulai panik ketika menyadari
bahwa suasana sekeliling sudah sangat sepi. Hanya ada beberapa pedagang
rokok dengan lampu remang, itupun jauh di sudut sana. Sani tidak yakin
kalau dia berteriak pedagang itu akan mendengarnya.
Mata Sani melirik ke Garden Cafe di seberang jalan. Cafe itu masih buka tentu saja, meskipun sudah jam dua malam,
44 Santhy Agatha
tetap penuh pengunjung. Tetapi sayangnya para pengunjung itu berada di dalam, sedang dihibur oleh aliran musik slow yang menenangkan hati di sana.
Tidak ada yang bisa menolong Sani kalau Jeremy lepas kendali....
“Kenapa kau kemari lagi, Jeremy.” Tanya Sani hati-hati, berusaha mundur dan tetap menjaga jarak, meskipun lelaki itu terus mencoba mendekatinya.
“Kenapa?’ Jeremy tertawa, “Karena kau bodoh dan pendendam.” Suaranya meninggi lagi, “Kau membesar- besarkan masalah seolah-olah
aku melakukan kesalahan yang sangat besar. Kau menolak memaafkanku dan
mengusirku seolah aku ini sampah.” Jeremy tersenyum sinis, “Mungkin jangan-jangan kau dulu tidak mencintaiku, karena kalau orang yang mencintaiku, tidak akan mungkin dia tidak bisa memaafkanku.”
Oh Astaga, lelaki ini sungguh tidak tahu malu. Membesar- besarkan masalah katanya? Perempuan
mana di dunia ini yang bisa memaafkan kelakuan seperti itu dari
tunangannya, di saat perkawinan mereka tinggal menghitung bulan?
“Aku rasa lebih baik kau enyah dari kehidupanku
Jeremy. Aku sudah sangat muak kepadamu, dan aku tidak
mungkin mau kembali kepadamu.” Sani terpancing emosi sehingga nada
penuh kebencian keluar dari suaranya.
Hal itu memancing Jeremy, tatapan lelaki itu membara, dipenuhi oleh alkohol yang diminumnya. Dia tiba-tiba saja sudah melompat dan mencengkeram kedua lengan Sani dengan kasar hingga terasa menyakitkan.
“Tidak mau kembali kepadaku?” Jeremy terkekeh,
suaranya menakutkan dan aroma alkohol kembali menguar dari sana, membuat
Sani ketakutan dan berusaha meronta dengan panik. Tetapi lelaki itu
sangat kuat dan semakin Sani meronta, semakin kuat Jeremy
mencengkeramnya, hingga terasa sakit.
“Sakit! Jeremy, kau menyakitiku!” Sani mencoba meronta, mulai menjerit.
You’ve Got Me From Hello 45
Sani langsung mengenali penyelamatnya, itu Azka. Lelaki itu mengenakan pakaian hitam-hitam
sehingga membuat Sani tidak menyadari kapan lelaki itu datang dan
mendekat. Tetapi bagaimanapun juga, dia menyukuri kehadiran Azka di saat
yang tepat untuk menyelamatkannya.
“Kau lagi.” Meskipun mabuk, Jeremy rupanya mengenali
Azka dari insiden siang itu. “Sebenarnya kau ini siapa? Kenapa selalu
mengganggu urusanku dengan tunanganku?” Jeremy bangkit dari duduknya dan
berdiri dengan posisi waspada, siap menyerang.
“Mantan tunangan.” Azka bergumam tenang, tubuhnya
lebih tinggi dan lebih kuat daripada Jeremy. Dan dia memegang sabuk
hitam dalam ilmu bela diri, menghadapi Jeremy akan sangat mudah baginya.
“Sebaiknya kau menyingkir dari sini dan tidak mengganggu Sani lagi,
kalau tidak kau akan menghadapiku.”
Jeremy membelalakkan matanya marah, sejenak tampak
berpikir untuk menyerang Azka. Tetapi kemdian dia memilih mundur ketika
melihat nyala membunuh di mata Azka. Dia akan kalah kalau menghadapi
lelaki ini, entah kenapa dia tahu.
Dengan lirikan sinis, dipandangnya Sani, “Ternyata
kau begitu mudah melupakanku, baru beberapa lama kita berpisah dan kau
sudah menemukan lelaki baru. Mungkin kau tidak sesuci apa yang kau
tampilkan selama ini.” Setelah melemparkan tatapan merendahkan, Jeremy
melangkah setengah terhuyung-huyung ke arah mobilnya.
Azka memastikan Jeremy memasuki mobilnya dan pergi sebelum menyentuh pundak Sani hati-hati. Sani tampak tegang dan ketakutan meskipun perempuan itu berusaha tegar,
“Kau tidak apa-apa?” tanyanya lembut.
Sani baru merasakan seluruh tubuhnya gemetar ketika semua sudah berakhir, dia menatap Azka tak berdaya, “Aku
46 Santhy Agatha
tidak apa-apa.” Jawabnya serak, tetapi kakinya tiba-tiba lemas sehingga Azka harus menopangnya,
Lelaki itu merangkulnya dengan lembut tapi sopan.
“Ayo kuantar kau ke atas.” Gumamnya tenang, menghela
Sani memasuki lobi apartemen itu dan melangkah ke dalam lift.
Di depan pintu kamarnya, barulah Sani menyadari
kesalahannya. Dia tidak mungkin membiarkan Azka memasuki apartemennya,
sekali lagi dia hampir bisa dikatakan tidak mengenal Azka dengan baik.
Lelaki ini bisa saja psikopat yang mengincar perempuan-perempuan yang tinggal sendirian bukan?
“Aku.. eh, terima kasih..” Sani bersandar pada pintu.
Ia berusaha bersikap sopan dan melepaskan diri dari pegangan Azka di
pinggangnya.
Azka mengangkat alis melihatnya, “Kau lemas dan gemetar." Gumamnya tenang, “Aku akan mengantarmu masuk.”
“Tidak!” Sani hampir berteriak dan merasa malu ketika
Azka menatapnya seolah dia sedang kerasukan, “Aku.. aku bisa masuk
sendiri, terima kasih.”
Dia mencari-cari kartu kunci pintunya di
dalam tas, tetapi tidak bisa menemukannya. Dengan panik dia mengaduk-
aduk tasnya. Dan tetap tidak menemukannya.
Azka masih menunggu di situ, menatap kepanikannya dengan tenang dan tanpa kata-kata.
Lama kemudian Sani mencari dan kemudian dia
mengangkat kepalanya dengan panik, “Kuncinya tidak ada.” Gumamnya lemah
dan ingin menangis, “Mungkin.. mungkin ketinggalan di rumah temanku...”
airmata mulai membuat matanya terasa panas. Sebenarnya ini bukan masalah
yang pelik, Sani tinggal menghubungi keamanan atau resepsionis di bawah
untuk meminta kartu cadangan dan dia akan bisa membuka pintunya.
Sani hanya perlu alasan untuk menangis, perlakuan
kasar dan merendahkan Jeremy kepadanya tadi sangat melukai hatinya. Dan
meskipun di depan dia berusaha tampil tegar, dia masih merasakan luka
dan perih itu.
You’ve Got Me From Hello 47
Tanpa kata, Azka meraih kepalanya dan meletakkannya di dadanya,
“Shh.... menangislah.” Bisiknya lembut dan seketika
itu juga benteng pertahanan diri Sani bobol. Dia menangis sekuatnya,
untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Menumpahkan kepedihannya,
menumpahkan kemarahan dan kebenciannya kepada semua hal yang terjadi
antara dirinya dan Jeremy. Dia menumpahkan semuanya di dada Azka, lelaki
yang bahkan baru dikenalnya beberapa waktu lalu.
Dengan tenang Azka mengusap rambutnya, setelah merasa
Sani sedikit tenang, dia menjauhkan pundak Sani dari pelukannya dan
berbisik lembut,
“Sini tasmu, sepertinya kau terlalu panik ketika mencarinya tadi.”
Dengan patuh Sani menyerahkan tasnya, Azka mencarinya dengan hati-hati. Dan dalam sekejap dia menemukan kartu kunci itu, terselip di bagian paling bawah tasnya.
Azka menggenggamkan kartu kunci itu ke dalam jemari Sani, dan tersenyum lembut,
“Masuklah dan beristirahatlah.” Bisiknya pelan.
Sani mengusap airmatanya dan menatap Azka dengan
sendu.
“Terima kasih.” Bisiknya serak.
Tanpa diduga, Azka menarik Sani kembali ke pelukannya, lalu mengecup dahinya lembut, “Sama-sama.” Lalu lelaki itu membalikkan tubuhnya, meninggalkan Sani tanpa kata-kata.
48 Santhy Agatha
“Kau sudah menggenggam hatiku sejak sapaan pertamamu. Dan sekarang giliranku yang akan mencuri hatimu.”
5
Pagi harinya Sani masih tertidur dan meringkuk di
atas ranjangnya ketika suara interkom pintunya berbunyi. Sani
mengernyit, meraih jam beker di sebelah ranjangnya. Masih jam enam pagi. Siapa yang berkunjung sepagi ini?
Dengan susah payah Sani turun dari ranjang, matanya
pasti bengkak karena dia menangis semalaman sampai ketiduran, dan
kepalanya pening karenannya.
Dia memijit tombol interkom yang berhubungan langsung dengan resepsionis di depan.
“Ya?” gumamnya dengan suara yang masih serak. “Nona Sani, ada tamu untuk anda.”
Sani langsung waspada, apakah Jeremy masih belum menyerah juga?
“Siapa?”
“Tuan Azka meminta akses untuk naik dan menemui
anda.”
Jantung Sani langsung berdebar, teringat akan kecupan lembut di dahinya malam itu. Kenapa Azka datang menemuinya pagi ini?
“Nona Sani?” resepsionis di bawah memanggilnya lagi karena dia terdiam lama.
“Eh iya. Iya, perbolehkan beliau naik.”
Setelah mematikan interkom, dalam sekejap Sani
melompat ke kamar mandi, menggosok gigi, dan mencuci mukanya. Dia
mengernyitkan kening ketika menatap wajahnya di cermin, ada lingkaran
hitam di matanya, bengkak seperti panda. Rasanya malu menemui Azka
dengan penampilan
You’ve Got Me From Hello 49
seperti ini, tetapi mau bagaimana lagi. Kedatangan
Azka sama sekali tidak diduganya. Dia selesai mengganti baju tidurnya
dengan kaos longgar dan celana jeans yang nyaman ketika bel pintu
apartemennya berbunyi. Dengan gugup Sani membuka pintu itu.
Azka berdiri di sana, tampak luar biasa tampan dengan kemeja warna hitam dan celana jeans abu-abu. Lelaki itu membawa kantong plastik di tangannya. Dan tiba-tiba
saja Sani merasa malu ketika membayangkan penampilannya yang berantakan
ini dihadapkan dengan penampilan Azka yang begitu sempurna.
“Selamat pagi.” Azka menyapa dengan lembut.
Sani sejenak hanya terpaku, terpesona dengan senyum itu, “Se...selamat pagi juga.”
“Aku membawakan sarapan.” Azka menunjukkan plastik di tangannya, “Boleh aku masuk.”
Saat itulah Sani sadar bahwa dia hanya berdiri
terpaku sambil menatap Azka. Dia langsung memundurkan langkahnya,
memberi jalan bagi Azka untuk melangkah masuk.
Lelaki itu tampak nyaman, tidak canggung sama sekali ketika memasuki apartemen Sani,
“Di mana aku meletakkan makanan ini? Kau punya meja makan?”
Apartemen Sani adalah apartemen model kecil dan
sederhana, dengan ruang tamu, menyambung ke dapur yang menyatu dengan
meja makan kecil, satu kamar mandi, dan satu kamar tidur di ujung
ruangan. Azka hanya tinggal berjalan sedikit untuk menuju dapur.
“Di sebelah sana ada meja makan, tapi mungkin lebih
baik kita duduk di sini saja.” Sani yang merasa canggung di sini, tidak
pernah sebelumnya dia berduaan dengan seorang lelaki apalagi di dalam
apartemen yang cukup privat.
“Aku meminta Albert untuk menyiapkan makanan kita.”
Azka meringis, “Omelet dan sup dari cafe, juga cokelat panas andalan
kami. Ada untungnya juga menjadi pemilik cafe.” Azka
50 Santhy Agatha
lalu duduk di sofa itu sementara Sani berdiri canggung di dekat pintu, membuat Azka mengerutkan keningnya,
“Sini, icipilah omelet buatan kokiku, ini menu andalan cafe untuk sarapan. Oh ya ambilkan piring ya.”
Sani ke dapur menurut seperti kerbau yang dicucuk
hidungnya mengambil piring dan sendok, lalu melangkah pelan, dan
akhirnya duduk di sofa samping Azka. Lelaki itu membuka kantong-kantong kertas makanannya, dan memindahkan omelet yang beraroma sangat harum itu ke dalam piring.
Sani hampir meneteskan air liur mencium aroma yang sangat enak itu. Azka lalu menyerahkan piring itu ke tangan Sani.
“Cicipilah.” Azka menatapnya sambil tersenyum,
seolah- olah menyadari ekspresi lapar Sani dan kemudian merasa geli.
Sani menerima piring itu dan membelah gulungan omelet yang tampak begitu
lembut. Begitu dibelah isian keju yang masih panas bersama sayuran yang
dicacah meleleh keluar, menebarkan aroma yang makin harum.
Sani menyendok omelet itu dan memejamkan matanya
merasakan kenikmatan yang begitu gurih meleleh di mulutnya. Oh astaga,
makanan ini enak sekali.
Ketika dia membuka mata dia menyadari bahwa Azka mengamatinya, pipinya langsung memerah membuat Azka terkekeh.
“Enak ya.”
Sambil mengambil suapan kedua, Sani mengangguk.
“Percayakah kau kalau kubilang aku yang memasaknya?” Sani ternganga, “Kau bilang kokimu yang memasaknya.”
“Kalau dari awal kubilang aku yang memasaknya,
mungkin kau tidak mau memakannya.” Azka tertawa, suaranya terdengar
menyenangkan memenuhi ruangan.
“Jadi kau bisa memasak?” Omelet itu meskipun
sederhana terasa begitu nikmat, kelembutan dan rasanya seolah semua
sudah diukur dengan ahli.
You’ve Got Me From Hello 51
Azka tampak merenung ketika menjawab pertanyaan
Sani, “Impianku adalah menjadi seorang koki
profesional. Aku sempat bersekolah di Prancis menjalani impianku untuk
menjadi seorang koki. Tetapi kemudian aku dipanggil pulang.”
“Kenapa?”
“Karena ayahku meninggal, dialah yang selama ini
mengendalikan perusahaan kami. Dan Keenan... kau sudah bertemu dengan
Keenan kan?” Azka menatap Sani tajam, mengamati ekspresinya. Dia menatap
Sani mengangguk dengan ekspresi biasa, dan hatinya lega, tidak ada
sesuatu yang istimewa yang dirasakan oleh Sani ketika membicarakan
tentang Keenan. Dia lalu melanjutkan,
“Keenan tidak bisa diandalkan karena hasratnya adalah
di bidang seni, dan karena itulah dia tidak mau mengambil alih tanggung
jawab perusahaan yang ditinggalkan ayah kami.
Seseorang harus bertanggung jawab.”
“Jadi kaulah yang mengambil tanggung jawab itu?”
“Ya.” Azka tersenyum sedih, “Kutinggalkan impianku di Prancis, dan aku pulang untuk menjadi seorang bisnisman.”
“Bukankah kau diwarisi cafe itu? Seharusnya kau bisa
mengembangkan impianmu sebagai koki di sana.” Sani mengamatinya dengan
lugu hingga Azka tersenyum. Sani tidak tahu bahwa perusahaan ayahnya
menyangkut jaringan luas di beberapa kota besar, di bidang kuliner dan
perhotelan, dan beberapa resor besar adalah milik perusahaan ayahnya.
Sani mungkin berpikir bahwa bisnisnya hanyalah cafe itu, dan mungkin
sebaiknya Sani tetap berpikir begitu. Azka tidak mau membuat Sani
menjauh dan kaku ketika menyadari bahwa dia adalah seorang miliarder.
“Perusahaan ayahku mencakup cafe itu dan beberapa hal
lain.” Jelas Azka berusaha menyederhanakan semuanya, “Dan beberapa hal
lain itu membuatku tidak bisa bekerja sebagai koki.”
“Oh.” Sani tampak termangu, lalu menatap Azka dengan penuh rasa ingin tahu, “Apakah kau bahagia?”
“Apa?”
52 Santhy Agatha
“Kau memilih meninggalkan impianmu dan memilih memikul tanggung jawab, apakah kau bahagia?”
Apakah dia bahagia? Pertanyaan itulah yang sering dia tanyakan berulang-ulang kepada dirinya sendiri. Dan dia tahu pasti jawabannya, hatinya terasa kosong.
Sama seperti ketika dia memilih untuk memikul tanggung jawab terhadap Celina. Hatinya terasa hampa.
“Aku merasa tenang.” Azka tersenyum pahit menjawab
pertanyaan Sani, “Tetapi, apakah aku bahagia? ...Tidak... aku tidak
bahagia. Kadang aku ingin bertindak egois, seperti Keenan memilih
mengejar impiannya dan tidak peduli pada yang lain. Jauh di dalam
hatinya dia pasti menemukan kebahagiaan sejati.” Azka tersenyum lembut,
“Mungkin aku memang tidak diciptakan untuk menikmati itu.”
Azka tampak begitu murung, begitu gelap, dan begitu
kesepian. Hingga entah kenapa hati Sani merasakan kepedihan. Tanpa dapat
ditahannya dia menyentuhkan jemarinya di lengan Azka, membuat lelaki
itu terbangun dari lamunan murungnya dan menoleh menatap Sani,
“Kau memilih melakukan apa yang menurutmu benar.” Sani bergumam lembut, “Setiap orang berbeda-beda,
ada yang bisa melepaskan tanggung jawabnya begitu saja, tetapi kau
tidak bisa melakukannya. Kau terlalu bertanggungjawab untuk
melakukannya.”
Azka tersenyum, “Ya. Terkadang melelahkan menjadi
orang yang bertanggungjawab.” Lelaki itu lalu menatap Sani dengan
hangat, “Aku iri kepadamu.” Gumamnya.
“Kenapa?”
“Karena kau bisa melakukan apa yang menjadi hasratku.”
“Menjadi hasratmu?”
“Menulis.” Azka tersenyum, “Kau hidup dari menulis. Dan aku yakin menulis adalah hasratmu, hobimu.”
You’ve Got Me From Hello 53
Sani tertawa, “Menulis adalah hobiku. Aku menulis
sejak lama. Kalau kau mau tahu, di dalam benakku itu penuh dengan
fantasi dari berbagai tokoh dan kisah.”
“Kisah romantis?” “Iya.”
Azka tertawa, “Pantas kau begitu kesulitan menulis akhir-akhir ini,” Matanya melembut, “Karena masalahmu dengan Jeremy?”
“Ya. Penerbit dan editorku sudah mengejar-ngejarku karena aku jalan di tempat akhir-akhir
ini. Aku kehilangan hasrat dan kemampuan untuk menulis kisah romantis.
Ketika semua tulisanku jadi, mereka bilang tidak ada roh dalam
tulisanku, tidak seperti yang dulu.”
Tatapan Azka berubah redup, “Mungkin kau hanya perlu
mengalami pengalaman romantis lagi untuk bisa mendapatkan kemampuan
menulismu.” Jemarinya yang ramping menyentuh pipi Sani dengan lembut,
lalu tanpa diduga-duga lelaki itu menunduk dan menciumnya.
Bibir Azka terasa lembut menempel di bibirnya, semula begitu hati-hati
dan lembut, memberi kesempatan kepada Sani untuk menolak. Kemudian
ketika tidak menemukan penolakan apapun dari Sani, Azka melumat bibir
Sani dengan lebih berani, mencicipi kemanisan bibir itu dan mencecapnya
dengan penuh perasaan. Mata Sani terpejam menghirup aroma maskulin yang
begitu menggoda dan melingkupinya.
Mereka berciuman cukup lama, saling menikmati, dan
mengenali satu sama lain. Dan ketika bibir mereka berpisah, napas mereka
terengah, hidung dan bibir mereka masih menempel dan mata mereka
bertatapan dengan redup. Azka mencium bibirnya sekali lagi dengan
kecupan lembut sebelum kemudian menjauhkan kepalanya dan tersenyum,
“Maafkan aku karena melakukannya.”
Sani langsung memundurkan tubuhnya menjauh, tanpa
sadar mereka sudah berpelukan dekat sekali. Pipinya merah padam, dan
jantungnya berdebar keras, merasakan perasaan yang tidak pernah
dirasakannya.
54 Santhy Agatha
Malu, bingung, dan semua perasaannya bercampur menjadi satu. Dan dia tidak tahu harus berkata apa.
“Aku juga minta maaf.” Sani akhirnya berhasil mengeluarkan kata-kata meskipun terdengar serak dan tercekat, “Sepertinya aku terbawa suasana...”
Azka menghela napas panjang, menyentuh pipi Sani
dengan lembut, “Aku tidak bermaksud untuk merendahkanmu atau apa. Ini
semua terjadi begitu saja.”
Sani menghela napas panjang, “Mungkin kau harus
pergi.”
“Baiklah.” Azka tersenyum penuh pengertian, “Aku tahu
kau mungkin membutuhkan waktu sendiri.” Lelaki itu lalu bangkit dari
duduknya dan melangkah ke pintu, “Aku pergi dulu, habiskan makanannya
ya.”
⧫⧫⧫
Sani memeluk bantal dan merenung, menatap ke jendela
kaca luar yang memantulkan pemandangan langit yang biru. Merenungkan
kejadian tadi.
Selama ini dia selalu membawa prinsipnya dengan
ketat, tetapi ketika bersama Azka seakan dia menabrak semua hal yang
diyakininya. Dia tidak pernah memasukkan laki-laki ke dalam
tempat pribadinya, dia tidak pernah membiarkan dirinya disentuh dengan
begitu mesra, dan membiarkan dirinya dicium. Padahal tidak ada ikatan
apapun di antara mereka.
Dengan sedih Sani menyentuh bibirnya. Apakah karena
patah hati dia berubah menjadi perempuan murahan? Perempuan murahan yang
membiarkan dirinya disentuh oleh seorang laki-laki tanpa ikatan?
Dengan kesal Sani melempar bantal itu ke lantai,
mendesah keras. Tidak. Ini bukan dirinya, perasaannya kepada Azka tidak
dapat dideskripsikan dengan nalar. Sani tidak pernah begini sebelumnya,
bahkan dengan Jeremy sekalipun.
⧫⧫⧫
Dengan dingin Azka mengamati berkas laporan di depannya, itu adalah report lengkap dari pegawainya di kota
You’ve Got Me From Hello 55
asal Sani tentang kehidupan Sani dan juga Jeremy.
Dia sedang berada di kantor pusat perusahaannya, di lantai paling atas
di gedung paling mewah dalam kawasan resor paling elit di kota itu. Azka
berpakaian seperti penampilannya yang biasa ketika bekerja. Rambut
disisir ke belakang dan setelan tiga potong berwarna hitam dengan dasi
kelabu. Penampilannya secara keseluruhan tampak dingin dan kaku, sangat
berbeda dengan penampilan informalnya ketika sedang berada di cafe
ataupun di depan Sani.
Azka membaca semuanya dengan cepat, dan langsung
mendapatkan semua informasi, tentang ayah dan ibu Sani, tentang
keluarganya, sekolahnya, dan kehidupan masa kecilnya. Dan dia menyimpan
dalam ingatannya yang jenius. Ya, Azka memang memiliki kelebihan khusus
dalam hal kemampuan otak. Keenan dilahirkan dengan bakat seni yang luar
biasa, sedangkan Azka dengan kemampuan otak yang di atas rata- rata.
Setelah itu Azka mengambil berkas tentang Jeremy, setelah mencermatinya sejenak, dia menemukan sesuatu.
“Jeremy bekerja di salah satu anak cabang kita.”
Gumamnya, yang disambut dengan anggukan pegawainya.
“Minta sekretarisku menghubungi GM kita di sana, bilang aku ingin pertemuan darurat.”
⧫⧫⧫
Keesokan harinya hanya dalam waktu satu hari setelah Azka memberi perintah, GM itu
datang menghadapnya. Dia dibawa langsung ke ruangan Azka. Pemilik
perusahaan misterius yang jarang sekali terlihat, tetapi keputusan
bisnisnya yang jeniuslah yang telah menggerakkan seluruh jaringan
perusahaan ini sehingga bisa menjadi semakin maju. Bahkan berkali lipat
lebih maju daripada ketika perusahaan ini dipimpin oleh almarhum
ayahnya.
Dia dipanggil untuk sebuah meeting penting yang tidak
tahu mengenai apa, dan diharapkan bisa datang secepat mungkin. Hari itu
masih pagi ketika GM itu memasuki ruangan besar pimpinan tertinggi sekaligus pemilik perusahaan dan
56 Santhy Agatha
mengernyit ketika melihat ruangan itu kosong. Hanya
ada dirinya dan sang pemilik perusahaan di sana. Bagaimana mungkin?
Karena begitu urgentnya status panggilannya, dia menyangka bahwa rapat darurat yang dimaksudkan adalah rapat yang dihadiri seluruh pimpinan cabang.
Azka yang duduk di kursinya tersenyum melihat kebingungan sang GM.
“Silahkan duduk.” Azka menunggu sampai GM itu duduk dan memulai percakapan, “Anda pasti bingung kenapa anda dipanggil kemari sendirian.”
GM itu mengangguk dan mulai
tampak gugup, membuat Azka tersenyum geli dalam hati. Dia mengeluarkan
berkas tentang Jeremy di mejanya.
“Orang ini ....” Azka menunjukkan foto Jeremy yang tampak jelas, “Bekerja di perusahaan kita.”
GM itu menganggukkan
kepalanya. Tentu saja dia mengenali wajah itu, itu adalah Jeremy,
Manager Pemasaran mereka. “Dia adalah Manager Pemasaran untuk cabang
yang saya pegang,” GM itu memberikan informasi meskipun yakin bahwa sang pemilik perusahaan sudah tahu.
“Aku merasa terganggu dengan orang ini,” gumam Azka dingin. “Bisa dikatakan dia mengusik ketenangan orang yang aku sayangi.”
GM itu mengernyit. Jeremy
melakukannya? Pasti lelaki itu melakukannya karena tidak tahu bahwa Azka
adalah pemilik perusahaan mereka. Kalau sudah begini dia tidak akan
bisa apa-apa untuk membantu Jeremy.
“Anda ingin saya memecatnya?” gumamnya, mencoba
menebak apa keinginan Azka yang saat ini memandangnya dengan tatapan
kelam dan misterius.
Azka menggelengkan kepala, “Tidak. Aku hanya ingin dia tersingkir jauh dan tidak bisa menjangkau ke dekat-dekat
sini.” Matanya bersinar tajam, “Bilang padanya bahwa dia berprestasi,
lakukan apapun untuk meyakinkannya, kau mendapatkan izinku. Setelah itu
berikan dia promosi tetapi tempatkan dia ke anak cabang kita yang paling
jauh dari sini.”
You’ve Got Me From Hello 57
Azka nampak berpikir, “Cari tempat di mana dia sulit untuk sering-sering berkunjung ke area sekitar sini.”
GM itu hanya bisa
menganggukkan kepalanya. Gosip itu ternyata benar. Mereka bilang bahwa
pemilik perusahaan mereka yang misterius sangat tampan tetapi kejam.
Betapa tidak beruntungnya orang-orang yang berani mengusiknya. Karena lelaki itu tidak segan-segan memberikan pembalasan yang lebih menyakitkan. Seperti halnya pada kasus Jeremy, Azka rupanya tak segan-segan memberikan kedok promosi hanya agar Jeremy menyingkir dari kehidupannya dan Sani.
⧫⧫⧫
Sani sedang mengetikkan adegan romantis di tengah
hujan, jemarinya mengalir lumayan lancar untuk mengetik kisah itu.
Mungkin karena didukung suasana hujan di luar yang membuat kamarnya
temaram dan syahdu.
Lalu ponselnya berkedip-kedip. Sani tersenyum ketika melihat nama ibunya di sana.
“Kau pasti tidak akan percaya.” Gumam ibunya bahkan sebelum Sani mengucapkan salam.
“Tidak percaya apa?”
“Jeremy.” Ibunya menyebutkan nama Jeremy dengan hati-hati, “Dia tadi kemari, untuk berpamitan.”
“Berpamitan?”
“Ya. Dia bilang dia mendapatkan promosi yang sangat
bagus di tempatnya bekerja, jabatannya naik tiga tingkat. Tetapi dia
harus pindah ke tempat yang jauh.” Sang ibu menyebutkan tempat yang
sangat jauh dari tempat mereka sekarang,
“Kasihan dia, Sani. Ibu memang jengkel kepadanya,
tetapi dia, meskipun mendapatkan promosi yang harusnya membahagiakan,
dia tampak kurus dan sedih.... mungkin itu semua karena dirimu.”
“Itu karena salahnya sendiri dan dia yang harus
menanggungnya.” Sani mencoba bersikap kejam. Dia harus begitu, kalau
tidak kelemahannya akan dimanfaatkan oleh Jeremy lagi.
58 Santhy Agatha
Setelah bercakap-cakap dengan ibunya di telepon sejenak, Sani mengakhiri percakapan dan menutup telepon, tiba-tiba merasakan kelegaan yang luar biasa.
Jeremy sudah pindah ke tempat yang jauh, itu berarti
Jeremy tidak akan bisa mengganggunya lagi. Sekarang dia bisa fokus untuk
menyembuhkan dirinya, dan menata kehidupannya yang baru.
⧫⧫⧫
Malam itu Sani menatap cafe itu dengan ragu. Sejak
kejadian ciuman tak disengaja itu, Sani tidak pernah datang ke cafe itu
lagi. Dia takut. Ya, kedekatannya dengan Azka yang begitu cepat ternyata
membuatnya ketakutan dan lari. Mungkin karena dia belum siap membuka
hatinya untuk lelaki lain, mungkin juga karena dia masih belum sembuh
dari prasangkanya bahwa semua lelaki itu sama, hannya akan menyakitinya.
Tetapi malam itu Sani berusaha memberanikan diri, dia
harus bisa menghadapi Azka, dan menelaah perasaannya. Mencoba mencari
tahu kenapa lelaki itu sangat sulit dikeluarkan dari benaknya.
You’ve Got Me From Hello 59
“Janji yang tidak sepenuh hati diucapkan, sebaiknya langsung dibatalkan.”
6
Celia menunggu dengan cemas, Azka memang selalu
terlambat datang tetapi dia tidak pernah mengingkari janjinya. Kedua
orang tuanya baru datang dari Paris, dan ini adalah kali pertama mereka
akan berkumpul untuk membicarakan persiapan pernikahan mewah dan besar
mereka yang rencananya akan dilaksanakan delapan bulan lagi.
Dia sudah berdandan secantik mungkin dan mulai
gelisah karena ini sudah terlambat hampir satu jam dari waktu yang
dijanjikan, tetapi tidak ada kabar dari Azka. Celia duduk di dekat
jendela, menanti dengan cemas.
Lalu ketika mobil warna merah menyala itu memasuki
gerbang rumah, hampir saja Celia terlonjak bahagia dari duduknya, lupa
kalau dia sedang berpura-pura lumpuh. Tidak ada yang tahu
selain keluarganya, pelayan kepercayaan mereka di rumah ini, dan dokter
pribadi mereka bahwa Celia sebenarnya sudah sembuh jauh di waktu lalu.
Dia sudah bisa berjalan normal seperti biasanya. Diagnosa dokter waktu
itu ternyata salah, dan kaki Celia tidak apa-apa.
Tetapi kemudian dia memohon kepada kedua orangtuanya
dan dokter mereka untuk merahasiakannya dan membiarkan Azka tidak tahu.
Kepada mereka diceritakannya betapa takutnya dia kehilangan Azka kalau
sampai Azka tahu bahwa dia baik-baik saja. Yang dimilikinya dari Azka hanyalah rasa tanggung jawab lelaki itu kepadanya, dan itu semua karena kakinya yang lumpuh.
Kalau kakinya sudah tidak lumpuh lagi, maka tidak
akan ada sesuatupun yang bisa mengikatkan Azka kepadanya. Lelaki itu
sudah pasti akan meninggalkannya.Celia rela duduk di kursi roda terus
sampai dia bisa mengikat Azka di pernikahan. Setelah mereka terikat
secara resmi dan dia sah memiliki Azka,
60 Santhy Agatha
dia sudah merencanakan untuk berpura-pura sembuh secara bertahap dan kemudian kembali normal. Azka tidak akan pernah curiga. Dia sudah begitu lama berpura-pura lumpuh sehingga tampak sangat meyakinkan.
Diliriknya Azka yang baru turun dari mobil dan hatinya berbunga-bunga melihat ketampanan lelaki itu. Lelaki itu akan menjadi suaminya, akan dimilikinya sebentar lagi. Dia hanya harus bersabar.
Azka melangkah mendekati tangga rumah itu dengan
ekspresi lelah. Hari ini banyak sekali yang harus dikerjakannya, dan
yang dia inginkan hanya datang ke Garden Café. Menanti kedatangan Sani,
yang tak kunjung datang lagi setelah peristiwa ciuman itu.
Azka tak henti-hentinya mengutuk dirinya
sendiri karena tidak bisa menahan dirinya untuk mencium Sani. Dialah
yang membuat Sani menghindarinya seperti sekarang ini. Dan sekarang dia
tidak bisa berbuat apa-apa. Yang bisa dilakukannya hanyalah
menunggu, dan ternyata menunggu itu tidak enak, sama sekali tidak enak.
Kemudian karena sibuk dengan pekerjaan dan pikirannya tentang Sani,
Azka hampir saja melupakan janji temunya dengan kedua orang tua Celia
yang baru pulang dari Paris. Dia mungkin saja benar-benar
lupa dan tidak akan datang kalau dia tadi tidak melirik tanpa sengaja ke
arah ponselnya yang tergeletak begitu saja di kursi penumpang di
sebelahnya, dan menyadari bahwa ponselnya itu berkedip-kedip oleh karena puluhan pesan dari Celia.
Kursi roda Celia muncul di pintu dan perempuan itu menyambutnya dalam senyum bahagia dan khawatir.
“Kau tidak membalas pesanku.” Gumam Celia cemas,
memeluk Azka ketika lelaki itu mendekat dan setengah menunduk mengecup
dahinya, “Aku takut kau kenapa-kenapa.”
“Maaf aku terlambat, urusan pekerjaan.” Gumam Azka datar, “Di mana orang tuamu?”
Azka menyiapkan hatinya untuk malam itu, karena dia
harus membicarakan persiapan pernikahan. Persiapan pernikahan yang
bahkan tidak setitikpun ingin dilakukannya.
You’ve Got Me From Hello 61
⧫⧫⧫
Ketika Sani memasuki cafe itu kembali, pandangannya
langsung memutar ke sekeliling, bahkan Albert yang biasanya menyapanya
dengan ramah tidak ada. Kemana pelayan setengah baya yang sangat ramah
itu?
Yang lebih membuatnya kecewa, sama sekali tidak ada tanda-tanda
keberadaan Azka di sana. Sani melangkah gontai ketika melangkah ke
tempatnya yang biasanya. Seorang pelayan mendekatinya dan memberikan
menunya,
“Di mana Albert?’ Sani bertanya sambil lalu kepada pelayan itu.
Pelayan itu melirik ke atas lantai dua, “Tuan Albert sedang tidak enak badan. Beliau beristirahat di kamar atas.
Tetapi beliau bilang akan turun sebentar lagi.” Pelayan itu melirik jam tanganya.
“Tuan?” Sani tidak bisa menahan diri untuk berkomentar mengenai cara pelayan itu memanggil Albert, bukankah mereka sama-sama pelayan? Tetapi kenapa cara pelayan itu memanggil
Albert dengan kata ‘tuan’ dan ‘beliau’ tampak begitu hormat.
Pelayan itu menatap Sani dan tersenyum, “Anda tidak
tahu? Tuan Albert bukanlah pelayan di cafe ini, setidaknya bukan itu
jabatannya. Dia bisa dibilang adalah penanggung jawab cafe ini, Tuan
Azka memberikan cafe ini kepadanya, sebagai orang kepercayaan tuan Azka.
Tetapi beliau memilih berperan sebagai pelayan.”
Setelah pelayan itu pergi, Sani masih mengerutkan keningnya, pelayan itu bilang kalau Azka memberikan cafe ini kepada Albert?
Selama ini Sani berpikir bahwa cafe ini adalah
warisan paling besar dari ayah Azka. Azka sendiri bilang bahwa dia
mengelola cafe ini dan lain-lain yang Sani kira adalah bisnis sampingan yang tidak sebesar cafe ini.
Tetapi pelayan tadi mengatakan bahwa Azka memberikan
cafe ini kepada Albert seolah itu sesuatu yang tidak penting? Apakah
yang dimaksud dengan ‘dan lain-lain’ oleh Azka adalah sesuatu yang lebih besar?
62 Santhy Agatha
“Kali ini tidak pakai anggur?”
Sani terlompat dengan kaget dari kursinya, jantungnya
berdebar dan dia menoleh ke belakang, tampak Albert di sana. Lelaki itu
tampak pucat dan lelah tidak seceria biasanya.
“Aku belum memesan anggur.” Sani tersenyum lembut kepada lelaki setengah baya itu, “Tetapi sepertinya itu menarik.”
Albert menganggukkan kepalanya ramah, lalu memberikan
isyarat kepada pelayan di bar untuk membawakan minuman pesanan Sani
yang biasa.
Anggur itupun datang, dalam gelas bening yang berkilauan, menguarkan aroma harum yang manis dan menyenangkan,
“Tahukah anda kalau anggur ini seperti laki-laki?” gumam Albert setengah tersenyum.
Sani mendongakkan kepalanya dan menatap Albert bingung, “Seperti laki-laki?”
“Ya. Mereka berwarna merah dan pekat diluar,
menguarkan aroma khas yang mengancam. Seakan memperingatkan siapapun
yang berani mendekat. Ketika anda meminumnya asal-asalan
anda tidak akan bisa memahami cita rasanya, yang terasa hanya alkohol
dan rasa pahit. Tetapi kalau anda bisa menyesuaikan antara aroma dan
cara mencicipi yang nikmat, anda akan bisa menemukan intisari yang
berpadu, rasa yang manis dan aroma yang menggoda. Itu sama dengan laki-
laki, di luar begitu mengancam tetapi ketika anda bisa menanganinya
dengan benar, dia akan memberikan yang terbaik untuk anda.”
Sani meresapi kata-kata Albert dan menemukan kebenaran di dalamnya. Filosofi lelaki dan anggur merah. Sungguh menarik.
“Kurasa aku bisa menggunakannya untuk novelku.”
Gumamnya ceria, membuat Albert terkekeh,
“Saya akan sangat tersanjung.” Lelaki itu berdiri dan
berpamitan, membuat Sani menyesal karena dia tidak punya keberanian
untuk menanyakan keberadaan Azka.
You’ve Got Me From Hello 63
⧫⧫⧫
“Terima kasih Azka.” Celia menggenggam kedua jemari
Azka dengan penuh sayang, lelaki itu duduk di
depannya dan tampak kaku. Celia berusaha mencairkan suasana dengan
kelembutannya. Biasanya Azka akan melembut juga kalau dia sudah bersikap
rapuh. Tetapi entah kenapa malam ini benak kekasihnya ini seolah-olah tidak ada di sana, menerawang entah kemana.
“Apakah kau baik-baik saja?” tanya Celia lagi mencoba memecah keheningan ketika Azka hanya diam saja, “Kau tampak tidak bahagia..”
Azka memandang Celia dengan tatapan tidak terbaca,
“Kau bicara apa, tentu saja aku bahagia.” Bibirnya tersenyum, tetapi senyum itu jelas-jelas tidak sampai ke matanya.
“Aku memang tahu betapa beruntungnya aku bisa
memilikimu.” Celia menundukkan kepalanya sedih, “Dengan kondisiku yang
sekarang, sebenarnya aku tidak pantas untukmu. Apalagi kejadian di masa
lalu itu, aku sungguh malu kalau mengingatnya.” Jemari lentik Celia yang
indah menutup wajahnya, airmatanya mengalir deras, “Mungkin seharusnya
aku mati saja di kecelakaan itu.”
“Sttt.” Azka menyentuh jemari Celia yang sedang
menutup mukanya, dan menariknya dengan lembut ke dalam genggamannya,
“Jangan berkata seperti itu, aku sudah berjanji akan bertanggung jawab
atas dirimu bukan? Aku akan menjagamu, Celia seperti janjiku.”
Celia menatap Azka dengan matanya yang basah,
“Apakah kau mencintaiku, Azka? Sedalam aku mencintaimu?”
Kalimat itu tak sampai untuk keluar dari bibir Azka,
dia hanya menganggukkan kepalanya dan berucap, “Ya Celia.” Dan menyadari
betapa beratnya mengatakan ‘aku cinta kepadamu’ kepada seseorang yang
tidak kau cintai.
⧫⧫⧫
Sani berhasil menyelesaikan bab klimaks itu dengan gemilang, tokoh utamanya akhirnya menyadari kesalahannya
64 Santhy Agatha
dan mengejar pasangannya. Mereka pada akhirnya berhasil menyelesaikan kesalahpahaman mereka...
Dia memundurkan tubuhnya di kursi yang nyaman itu dan
membaca ulang tulisannya lembar demi lembar sambil lalu. Kesha pasti
akan sangat senang kalau mengetahui dia berhasil menyelesaikan bab
klimaks ini. Semula sangat sulit menulis bab klimaks ini, karena setelah
pertengkaran, sesuai draft akan ada permaafan, sesuatu yang tidak
pernah bisa dilakukan Sani terhadap Jeremy.
“Dan akhirnya kau muncul di sini.” Suara maskulin
yang dalam itu menyapanya. Suara yang membuat jantung Sani langsung
berpacu dengan kencang, dia menoleh dan sosok yang dibayangkannya
berdiri di sana.
Lelaki itu tampak lelah, dengan jas resmi yang sudah
dilepas dan disampirkan di pundaknya. Dasi yang sudah terlepas
sepenuhnya dan kancing kemeja atasnya yang dibuka.
“Hai.” Gumam Sani, tiba-tiba merasa malu ketika ingatan akan ciuman mereka malam itu menyeruak di benaknya.
Azka tampaknya memahami, lelaki itu mengangkat sebelah alisnya lembut,
“Dari kejauhan kau tampaknya senang. Apakah kau berhasil menyelesaikan tulisanmu?”
Sani mengangguk, “Bab yang paling sulit sudah kulalui, besok tinggal membereskan semuanya.”
“Kita harus merayakannya.” Azka terkekeh,
penampilannya yang formal dan sedikit berbeda dengan biasaya tampak
melembut ketika dia tertawa, “Tunggu sebentar ya aku mandi dulu, aku
akan segera menyusulmu kembali.”
Ketika Azka pergi, Sani membaca ulang kisah yang baru saja ditulisnya. Sudah jelas tokoh wanita dalam novel buatannya tergila-gila kepada sang tokoh lelaki, dia digambarkan selalu berbunga-bunga ketika tokoh lelaki itu ada di benaknya.
You’ve Got Me From Hello 65
Sani tiba-tiba menyadari sesuatu, selama
ini dia selalu menuliskan deskripsi perasaan dalam bentuk tulisan
dengan lancar. Tetapi ketika menelaah perasaannya sendiri dia benar-
benar kebingungan.
Apakah dia sedang merasakan berbunga-bunga
ketika bersama Azka? Sani menggelengkan kepalanya. Bagaimana mungkin
sebuah perasaan begitu kuat muncul kepada seseorang yang tidak begitu
kita kenal?
Azka turun lagi hampir dua puluh menit kemudian.
Rambutnya basah dan dia mengenakan baju santai, celana jeans, dan kaos
berkerah yang semakin menonjolkan bentuk tubuhnya yang bagus,
Seolah sudah biasa, lelaki itu langsung mengambil
tempat duduk di seberang Sani. Dia memberi isyarat kepada pelayan untuk
membawakannya minuman.
Dalam waktu singkat, pelayan itu meletakkan secangkir kopi hitam pekat di depan mereka berdua,
“Di mana Albert?” Azka mengernyit, biasanya dia melihat
Albert dimana-mana, lelaki itu sangat
bahagia jika bisa berada di lingkungan operasional cafe dan berhubungan
dengan para pelanggan. Sangat bertolak belakang dengan dirinya yang
memilih menggerakkan segala sesuatunya di balik layar, melindungi
dirinya dengan menampilkan kesan misterius.
“Tuan Albert beristirahat di atas, tuan. Tadi beliau
sempat turun sebentar, tetapi kemudian mengeluh pusing lagi dan ingin
beristirahat.’
Albert? Pusing? Azka
mengernyitkan keningnya. Meskipun sudah setengah baya, Albert selalu
penuh vitalitas dan Azkalah yang paling tahu betapa jarangnya Albert
sakit.
Mungkin kali ini Albert
|
sakit, Azka
|
mendesah dalam hati, memberi isyarat kepada
|
pelayan itu
|
untuk menjauh.
|
Suasana cafe cukup ramai ketika itu, padahal waktu
sudah hampir beranjak tengah malam. Sekelompok pemuda tampaknya memilih
menikmati malam sambil mengobrol di
66 Santhy Agatha
tempat yang paling ujung sebelah sana, dan beberapa yang lain memilih untuk mencicipi hidangan,
“Mau makan sesuatu?” Azka melirik ke arah buku menu dan tersenyum kepada Sani,
“Aku sudah makan tadi sore.” Sani tersenyum, “Tetapi secangkir kopi tidak akan kutolak, “ gumamnya dalam senyum.
“Aku lapar.” Azka menekuri buku menu dan merenung,
dia sudah makan di rumah Celia tadi, tapi dia hampir tidak bisa menelan
makanannya, “Mungkin aku akan meminta sup ini.”
Azka memanggil pelayan lagi dan menyebutkan pesanannya.
Setelah pelayan pergi, Azka memajukan tubuhnya dan menopang dagunya dengan kedua siku di meja, tatapannya tajam dan intens,
“Kau tidak kemari lama sekali.”
Apakah Azka setiap hari menunggunya? Sani melirik gelisah ke arah Azka, bingung harus bersikap bagaimana.
“Apakah karena kejadian waktu itu? Ciuman waktu itu?” sambung Azka lagi, dengan tatapan penuh tanya.
Sani membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu,
tetapi tidak ada kalimat yang keluar. Suaranya seakan tertelan di
tenggorokannya.
Azka mengamati Sani, lalu tertawa, “Untuk seseorang yang penghidupannya berasal dari rangkaian kata-kata, kau tampak sulit sekali mengeluarkan sepatah kata sekalipun.”
Pipi Sani memerah, dan dia memalingkan muka, tidak tahan ditatap setajam itu. Tetapi kemudian pertanyaan di hatinya mendesaknya,
“Kenapa waktu itu kau menciumku?”
Azka langsung tersenyum lembut, “Karena aku merasakan
sesuatu yang lebih kepadamu.” Gumamnya, “Aku tidak pernah bermaksud
merendahkanmu dengan menciummu, itu terjadi begitu saja.” Azka mendesah,
“Setelah itu kau bahkan tidak mau muncul di cafe, aku panik.... dan
berpikir kau mungkin marah kepadaku.” Tatapan Azka melembut, “Sani,
mungkin ini memang terlalu cepat, kita baru bertemu beberapa
You’ve Got Me From Hello 67
kali, belum mengenal satu sama lain. Tetapi ada
perasaan nyaman yang kurasakan ketika bersamamu, bahkan ketika pertama
kali kau menyapaku. Perasaan nyaman yang membuatku meyakini bahwa aku
harus mencoba untuk lebih dekat bersamamu.”
“Oh.” Sani bergumam pelan membuat Azka tergelak,
“Oh?” Lelaki itu mengulangi gumaman Sani, “Aku
berusaha setengah mati menjelaskan perasaanku ini kepadamu dan
tanggapanmu hanya ‘Oh’ ?” Lalu jemari lelaki itu meraih jemari Sani dari
seberang meja dan menggenggamnya lembut,
“Sani, aku tahu ini terlalu cepat, kau masih sakit
karena perbuatan Jeremy dan berusaha menyembuhkan dirimu, tapi aku hanya
ingin bersamamu, ada di dekatmu, dan berusaha lebih mengenalmu. Aku
berharap kau juga bisa mengenalku lebih dekat dan mungkin kita bisa
melihat bersama-sama akan di bawa kemana perasaan ini.”
Semua ini terlalu cepat, Sani membatin dalam hati,
dia bahkan tidak tahu apapun tentang Azka dan begitu juga sebaliknya.
Tetapi ajakan Azka untuk berjalan bersama dan menelaah arti dari
kebersamaan mereka terasa begitu menggoda.
“Sani?” Azka memanggil lagi, mulai tidak sabar dengan
kediaman Sani, dia butuh jawaban, segera. Setelah itu dia bisa
bertindak cepat, meluruskan semua rencananya.
Sani menatap Azka, melihat kesungguhannya di situ,
Azka memang luar biasa tampan, tetapi lelaki itu tampaknya tidak pernah
sadar menebarkan pesonanya ke orang-orang, tidak seperti
Jeremy. Dan Azka juga baik, lembut, serta menghormatinya, mungkin Sani
bisa mencobanya. Dengan lebih sering bersama Azka, mencoba mengenalnya
lebih dekat dan kemudian memutuskan apakah akan membuka hatinya ke dalam
hubungan yang lebih serius dengan Azka atau tidak.
Sani menganggukkan kepalanya, “Aku bersedia mencobanya, Azka. Tetapi hanya itu, kita bersama-sama berusaha untuk lebih saling mengenal. Dan mengenai hasil akhirnya mungkin bisa kita lihat nanti.”
68 Santhy Agatha
Sinar kemenangan muncul di mata Azka, tetapi lelaki
itu dengan cepat menutupinya, membuat wajahnya tampak lembut, “Terima
kasih atas kesempatan yang kau berikan ini
Sani.
⧫⧫⧫
Pagi harinya, Azka yang sedang duduk di ruangannya di
kantor pusat kedatangan tamu. Tamu yang sudah sangat di tunggunya.
Seorang lelaki yang sangat tampan, dan juga sahabatnya.
“Jadi kau meminta bantuanku?” Eric menatap Azka sambil tersenyum manis.
“Kaulah satu-satunya orang yang kupercaya bisa melakukannya.
Eric tertawa dan menggeleng-gelengkan kepalanya,
“Mungkin di dunia ini, hanya kaulah satu-satunya
orang yang meminta sahabatnya untuk merayu tunangannya,” Tatapannya
berubah serius, “Apakah kau yakin ini akan berhasil? Celia kelihatannya
sangat mencintaimu dan dia sudah akan menikah denganmu. Mungkin saja dia
sangat setia kepadamu dan susah dirayu?”
Mata Azka bersinar dingin dan kejam, “Dia sudah
pernah mengkhianatiku sekali karena aku kurang memberinya perhatian. Aku
yakin dia akan melakukannya lagi kalau ada kesempatan.”
⧫⧫⧫
“Hai.” Azka sudah menunggu di depan lobi apartemen
Sani, mereka berjanji untuk menghabiskan hari sabtu ini bersama-sama. Memberi kesempatan kepada diri mereka untuk saling mengenal lebih dekat.
“Hai juga.” Sani berdiri gugup di depan Azka,
menyadari penampilannya yang sederhana jika dibandingkan dengan
penampilan Azka yang begitu gaya. Oh, lelaki itu tidak berpakaian macam-macam, dia hanya memakai celana jeans warna hitam pekat dan T-shirt polo bergaris, tetapi entah kenapa keseluruhan penampilannya begitu luar biasa. Bahkan
You’ve Got Me From Hello 69
beberapa orang yang berlalu lalang di lobi apartemen pasti menoleh dua kali untuk meliriknya.
Tetapi bukan hanya penampilan fisik sebenarnya yang
membuat Sani tertarik kepada Azka. Aura lelaki itu yang misterius di
balik sikap lembutnya, membuat Sani ingin mendekat dan ingin tahu.
Apakah dia akan seperti ngengat yang menjadi korban karena tidak bisa menahan ketertarikannya terhadap api yang menyala? Sani
mendesah dalam hati. Setidaknya dia sudah mempersiapkan diri, memasang
pagar di hatinya agar dia tidak terjun bebas, jatuh ke dalam pesona Azka
dan kemudian terluka parah.
“Kita akan kemana?” Sani melangkah bersama Azka keluar. Mobil Azka sudah disiapkan, diparkir di depan apartemennya.
Azka mengangkat bahunya, “Terserah, kemana saja, mungkin nonton, jalan-jalan, bersantai, apapun itu asal bersamamu.”
Azka mengucapkan kata-katanya dengan santai, tidak menyadari bahwa dia membuat pipi Sani memerah.
⧫⧫⧫
Mereka melakukan apapun yang dilakukan orang-orang untuk bersantai di akhir pekan, nonton, makan, jalan-jalan.
Setiap detiknya terasa menyenangkan, mereka mengobrol tanpa henti,
sangat cocok dalam pembicaraan apapun dan menyadari bahwa mereka punya
banyak sekali kesamaan minat.
Bersama Azka seharian pun terasa begitu sekejap saking menyenangkannya.
Tanpa sadar hari sudah beranjak malam. Ketika mereka
mengendarai mobil hendak pulang, Sani menyandarkan tubuhnya dengan
santai di kursi penumpang, menatap Azka dalam senyuman.
“Terima kasih atas hari yang sangat menyenangkan ini.”
70 Santhy Agatha
Azka menoleh sedikit dan tersenyum simpul, “Sama-
sama Sani, aku juga bahagia bisa menghabiskan waktu denganmu, itu sangat
menyenangkan.” Lelaki itu meremas jemari Sani dengan sebelah tangannya,
lembut. “Minggu depan kita lakukan lagi ya.”
“Iya.” Dada Sani membuncah dipenuhi oleh perasaan berbunga-bunga
yang pekat. Oh ya, gawat! Seharian ini dia sudah berusaha memasang
pagar di hatinya, tetapi Azka sudah menerobos pagar itu, membuatnya
tidak bisa menahan lelaki itu. Sani sepertinya sudah jatuh cinta kepada
Azka.
⧫⧫⧫
Celia sedang duduk di dalam mobil, dalam perjalanan
menuju butik langganan keluarga, dan merenung. Ini semakin lama semakin
menakutkan, hari pernikahannya dengan Azka sudah menjelang. Keluarganya
sudah mempersiapkan semuanya terutama menyangkut gaun pengantinnya.
Karena selain hal itu, untuk masalah persiapan pesta seperti dekorasi,
gedung, catering, dan lain-lain mereka tidak akan perlu
mencemaskannya. Azka memiliki jaringan perusahaan di bidang resor,
perhotelan, dan restoran. Lelaki itu tinggal menjentikkan jarinya dan
sebuah pesta yang megah pasti akan disiapkan dengan mudah.
Tetapi perasaan Celia terasa semakin tidak nyaman.
Hari demi hari hubungan mereka merenggang, dan semakin dekat ke hari
pernikahan mereka, Azka semakin jarang muncul. Lelaki itu kadang hanya
membalas pesan singkatnya sekenanya, tidak pernah mengangkat telepon
ketika dia mencoba meneleponnya. Dan lelaki itu tidak pernah datang ke
rumahnya lagi.
Sudah sebulan berlalu, bahkan kedua orangtuanya mulai
menanyakan kenapa Azka tidak pernah muncul dan dengan senyum palsunya
Celia menjelaskan bahwa semua baik-baik saja, hanya saja
Azka memang sedang sangat sibuk. Tetapi Azka tidak pernah seperti ini
sebelumnya, dulu meskipun sibuk, lelaki itu selalu menyempatkan
menemuinya meskipun sebentar di akhir pekan.
Celia tahu bahwa Azka mungkin tidak mencintainya lagi. Sejak dia mengaku pengkhianatannya yang dilakukannya
You’ve Got Me From Hello 71
dengan Edo karena begitu haus perhatian dari Azka,
yang membuatnya terjerumus terlalu jauh lalu hamil, cinta itu sudah
musnah di mata Azka. Tatapan Azka kepanya sudah berbeda, datar dan tanpa
perasaan meskipun laki-laki itu selalu bersikap lembut kepadanya.
Tetapi Celia bisa dibilang sangat mensyukuri
kecelakaan itu, kecelakaan yang membuatnya didiagnosa tidak akan bisa
berjalan lagi. Yang membuat Azka sangat menyesal dan pada akhirnya
memutuskan untuk bertanggungjawab kepada Celia.
Ya, Celia tahu dia memanfaatkan rasa bersalah Azka,
tetapi dia mencintai Azka dan tidak bisa membayangkan kalau harus
ditinggalkan oleh lelaki itu. Pengkhianatan yang dilakukannya dengan Edo
semata-mata karena pelarian, dia membutuhkan kekasih yang
hangat dan penuh kasih sayang, yang selalu ada di dekatnya. Tetapi Azka
tidak bisa melakukannya, lelaki itu waktu itu sedang sibuk membangun
bisnisnya, sehingga hanya punya waktu sedikit bersamanya. Dan dalam
kondisi emosi yang labil, Edo datang dan semua hal buruk itupun terjadi.
Semua yang Celia lakukan adalah untuk mengikat Azka supaya bersamanya.
Dia bahkan rela bertingkah seperti orang invalid, hanya agar Azka
bertahan bersamanya. Kelumpuhan ini adalah satu-satunya
pengikatnya dengan Azka, dan Celia rela kesulitan seperti ini, hanya
bisa berjalan ketika dia berada di dalam rumah dan hanya di depan orang-orang yang dipercayanya, semua demi memiliki Azka.
Dia meremas kedua jemarinya kuat-kuat, Sebentar lagi...
desahnya dalam hati. Dia hanya perlu bersabar
sebentar lagi dan Azka akan menjadi miliknya sepenuhnya. Dia akan
menjadi istri Azka dan lelaki itu tidak akan punya alasan untuk tidak
memperhatikannya.
⧫⧫⧫
Butik itu cukup ramai, milik seorang desainer baju
pernikahan yang sangat terkenal. Pegawai Celia mendorong kursi rodanya
memasuki butik itu. Celia sudah membuat janji dengan Joshua, sang
perancang sekaligus pemilik butik itu.
“Hai cantik.” Joshua langsung menyapanya ketika pegawainya mendorong kursi rodanya memasuki ruangan
72 Santhy Agatha
Joshua. Celia memberikan isyarat kepada pegawainya untuk menunggunya di luar.
“Hai Joshua, kau sudah menerima pesanku untuk deskripsi gaun pengantinku?”
“Sudah sayang, Joshua mengedipkan sebelah matanya.
“Sungguh deskripsi yang sangat spesfik, kau ingin gaunmu bertaburan
dengan kristal yang mahal dan berkilauan ya? Untung saja tunanganmu
kaya. Jadi kau bisa meminta gaun apapapun yang kau inginkan, aku akan
mengukur dulu badanmu ya, baru aku terapkan ke beberapa desain dan nanti
kau tinggal memilih yang mana” Joshua melirik ke arah pintu, “Ngomong-ngomong, tunanganmu yang tampan itu tidak mengantarmu?”
“Dia sibuk.” Gumam Celia sambil lalu, “Aku ingin gaun
ini yang terbaik, Joshua, harus yang paling indah dan paling cantik...
Ini akan menjadi pernikahan yang pertama dan satu- satunya untukku.”
“Tentu saja sayang.” Joshua terkekeh, lalu menyuruh pegawainya untuk mengukur badan Celia.
Tentu saja mereka kesulitan karena Celia berada di
kursi roda dan tidak bisa berdiri. Celia sendiri merasa gemas karena
sebenarnya dia bisa berdiri, tetapi dia tidak bisa melakukannya, karena
semua sandiwaranya bisa ketahuan.
“Mungkin kita harus mengukur tubuhmu kalau Azka sudah
bisa datang bersamamu, sayang.” Joshua menatap Celia dengan menyesal,
dia juga laki-laki tapi tubuhnya ramping dan gemulai jadi
dia tidak bisa membantu Celia supaya punya tumpuan untuk berdiri.
Sementara itu kebanyakan pegawainya adalah perempuan, “Jadi Azka bisa
membantumu untuk berdiri.”
“Mungkin aku bisa membantu.” Sebuah suara yang
maskulin dan begitu dalam muncul dari pintu, membuat Celia dan Joshua
menoleh bersamaan. Di pintu itu berdiri seorang lelaki yang amat sangat
tampan. Darah asing sudah jelas mendominasi penampilannya, lelaki itu
tinggi, sempurna dengan rambut cokelat muda keemasan, dan setelan tiga
You’ve Got Me From Hello 73
potong yang dijahit sempurna, menempel ketat dan seksi ke tubuhnya,
Joshualah yang kemudian memecah suasana, dia
berteriak kegirangan dan hampir melompat mendekati lelaki itu.“Oh Ya
Ampun! Eric, kau sudah pulang dari Paris?”
74 Santhy Agatha
“Cinta dan penghianatan hanyalah dibatasi oleh satu garis penghalang yang bernama : kesetiaan”
7
Lelaki tampan hanya tersenyum tenang, tampak sedikit
geli menghadapi kehebohan Joshua yang menyambutnya. Dia melirik ke arah
Celia dan menganggukkan kepalanya dengan sopan ke arah Celia, membuat
Celia menyadari bahwa dia telah terpesona kepada lelaki itu. Memang Azka
tampan dan tetap nomor satu baginya, tetapi Azka sangat jarang
tersenyum, sedangkan lelaki ini, dia begitu murah senyum dan tampak
sangat tulus secerah matahari,
“Sepertinya kau dan nona ini menghadapi masalah. Mungkin aku bisa membantu.”
Joshua melirik Celia masih tersenyum lebar, ‘”Ini
Eric, dia adalah salah satu investor butik dan salon kami. Kau tidak
keberatan Celia kalau Eric membantumu?”
Siapa yang tidak keberatan kalau dibantu berdiri oleh lelaki setampan itu? Celia berpikir bahwa kadang-kadang berpura-pura lumpuh ada untungnya juga...
“Celia ingin membuat gaun pernikahan yang indah, Eric. Kami sedang akan mengukur gaunnya.”
Eric melemparkan pandangan dalam ke arah Celia,
“Sayang sekali kau sudah akan menikah, aku iri kepada lelaki beruntung itu.” Gumamnya penuh arti membuat pipi Celia merona.
Joshua menepuk pundak Eric sambil tertawa, “Jangan
merayu Celia, Eric. Dia sudah punya tunangan dan akan menikah, mungkin
kau bisa mengalihkan sasaranmu kepada gadis lain.”
Eric tampak tidak mempedulikan perkataan Joshua, dia
masih memandang tajam ke arah Celia. Ia lalu mendekat dan mengulurkan
tangannya lembut,
You’ve Got Me From Hello 75
“Aku akan membantumu berdiri, maafkan ya.” Bisiknya lembut di dekat telinga Celia, “Sini, letakkan tanganmu di pundakku.”
Celia merasakan jantungnya berdebar keras, aroma maskulin itu langsung melingkupinya, membuatnya bergetar.
Dengan tangannya yang kuat, Eric menarik Celia
berdiri, lalu menopang pinggangnya. Tangan Celia berpegangan erat ke
pundak Eric, lalu melingkarkan lengannya di sana, sementara itu dia
berakting sekuat tenaga untuk melemaskan kakinya, menumpukan beban
tubuhnya di pundak Eric.
“Nah tunggu sebentar, kami akan mengukurnya.” Para
pegawai Joshua mulai mengukur. Proses itu cukup singkat. Dan kemudian
setelah Joshua selesai, Eric mendudukkan Celia lagi di kursi rodanya
dengan lembut. Lelaki itu menyelipkan kartu namanya yang bernuansa hitam
dan keemasan di jemari Celia,
“Hubungi aku, kapanpun itu. Aku akan dengan senang
hati membuang semua urusanku demi dirimu.” Bisiknya pelan, lalu berdiri
tegak, mengatakan sesuatu tentang pekerjaan kepada Joshua, kemudian
melambaikan tangannya dan melangkah pergi.
Sementara itu Celia masih menggenggam erat-erat kartu nama di tangannya itu dengan terpesona.
⧫⧫⧫
Siang itu Sani sedang berjalan ke minimarket di ujung
jalan dari apartemennya ketika dia melihat Keenan di dalam minimarket
yang ia tuju.
Lelaki itu sedang membeli rokok, dan langsung menoleh ketika pintu terbuka lalu tersenyum lebar ketika melihat Sani,
“Hai kita bertemu lagi.”
Sani tersenyum menatap wajah yang sama persis dengan
Azka namun dalam versi yang berbeda ini, “Halo
Keenan, apa yang kau lakukan di sini?” Sani melirik ke arah cafe di
ujung jalan, bukankah di sana juga ada rokok? Kenapa Keenan malahan
berkeliaran di tempat ini?
76 Santhy Agatha
“Aku membeli rokok.” Keenan tergelak, “Kau mau membeli apa?”
“Hanya beberapa bahan makanan.” Sani mengangguk sambil tersenyum lalu melangkah menuju rak-rak
tempat penjualan mie instant. Dia mengira Keenan akan pergi dari
supermarket itu setelah mendapatkan rokoknya, tetapi rupanya tidak,
lelaki itu mengikutinya.
“Setelah ini, maukah kau jalan denganku? Kita bisa duduk, minum bersama, dan mengobrol.”
Sani mengernyit, Keenan tidak sedang berusaha
mendekatinya bukan? Karena Sani sama sekali tidak melihat ada hal yang
lebih dari pertemanan di mata Keenan.
“Kita bisa berbicara di cafe.” Gumam Sani akhirnya, memilih tempat yang paling aman.
“Jangan di cafe.” Keenan langsung menyela, “Azka akan membunuhku.”
“Apa?”
“Keenan mengangkat bahunya, “Kalau kau belum sadar,
Azka kan sudah mengincarmu untuk menjadi miliknya,
dan kalau sampai dia tahu aku mendekatimu, dia akan membunuhku.” Keenan
tergelak, “Meskipun rasanya pasti menyenangkan untuk membuat Azka
jengkel dan memancing kemarahannya keluar.”
“Apa?” Sani menatap Keenan dengan bingung, ada apa di antara dua saudara ini? Kenapa mereka tampak tidak akur?
“Aku tahu Azka sedang mengejarmu, dan biasanya kalau
dia mengejar seseorang dia akan melakukannya dengan kekuatan penuh. Dan
aku tertarik kepadamu karena tidak pernah sebelumnya Azka bertindak
begitu intens pada seorang perempuan.” Keenan mengedipkan matanya
menggoda, “Kau pasti perempuan yang istimewa, jadi maukah kau melewatkan
sedikit waktumu untuk makan siang denganku, dan mungkin kita bisa
berbagi cerita. Aku ingin lebih mengenal calon kakak iparku dan kau
mungkin bisa tahu kisah-kisah tentang Azka yang hanya kami yang tahu, seperti kisah masa kecil kami misalnya.”
You’ve Got Me From Hello 77
Sani merenung, rasanya tidak ada ruginya kalau dia
menerima ajakan makan siang Keenan, meski tampaknya selalu bersikap
sesukanya, Keenan tampak baik hati. Lagipula dari siapa lagi dia bisa
lebih mengenal Azka kalau bukan dari orang terdekatnya, saudara
kembarnya?
⧫⧫⧫
Tempat yang dipilih Keenan adalah rumah makan
sederhana di belokan perempatan, yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki
dari apartemen Sani. Kompleks apartemennya adalah kompleks perkantoran
yang menjadi satu dengan kompleks perbelanjaan, karena itulah suasana
cukup ramai di waktu makan siang itu.
Sani memesan kue-kue kecil yang tampak menarik berada di etalase ditemani oleh lemon squash yang menyegarkan. Sementara Keenan memesan seporsi besar nasi goreng dan langsung menyantapnya dengan lahap.
“Aku lapar.” Keenan tertawa melihat senyum geli Sani ketika melihatnya makan dengan begitu lahap.
“Kau bisa makan di Garden Cafe, bukankah itu milikmu juga?” Dari cerita Azka dulu, dia mengatakan bahwa Garden
Cafe adalah warisan dari orangtua mereka beserta perusahaan lain-lain.
Jadi Sani menyimpulkan bahwa perusahaan itu pasti dimiliki Azka dan
Keenan bersama. Sani entah kenapa merasa bisa mudah akrab dengan Keenan.
Tidak seperti Azka yang lembut, tenang dan menyimpan aura misterius di
dalam dirinya, Keenan lebih ceria, mudah tertawa dan menguarkan aura
yang cerah. Sama seperti ketika bersama Azka, beberapa perempuan banyak
yang tidak mampu menahan diri untuk menoleh dua kali sambil mengagumi
ketampanan Keenan.
“Garden Cafe bukan milikku.” Keenan menelan suapan
terakhirnya dan meneguk sodanya dengan bahagia, “Semuanya sudah menjadi
milik Azka.”
“Bagaimana bisa?”
Keenan tertawa, “Ayah kami mewariskan semuanya kepada
kami berdua, tetapi tentu saja aku tidak mau melanjutkan usaha ayah
kami sebagai bisnisman. Aku tidak
78 Santhy Agatha
mau leherku tercekik dasi dan badanku gatal karena
kepanasan seharian harus memakai jas yang kaku itu. Karena itulah,
begitu Azka memutuskan untuk mengambil alih tanggung jawab, aku meminta
pencairan seluruh bagianku di warisan ayah dan melepaskan seluruh
kepemilikanku di semua perusahaan ayah.” Keenan mengangkat bahu, “Jadi
Azka membantuku, mengambil alih seluruh perusahaan atas namanya dan
mencairkan uangku dalam bentuk dana di bank. Untuk selanjutnya seluruh
perusahaan itu tidak ada urusannya lagi denganku, termasuk cafe itu.”
Termasuk cafe itu? Sani merenung, Azka mengatakan
bahwa warisan utama ayah mereka adalah cafe itu dan beberapa hal lain.
Tapi dari nada bicara Keenan, seperti juga yang dikatakan Albert,
sepertinya ada sesuatu yang lebih besar di sini entah apa.
“Kau tidak tahu ya.” Keenan dengan cepat membaca
ekspresi Sani, “Apakah Keenan mengatakan bahwa warisan orang tua kami
hanya cafe itu?”
Sani mengangguk menatap Keenan bingung ketika lelaki itu tertawa terbahak-bahak,
“Oh Astaga, dasar Azka, mungkin dia takut kau lari terbirit-birit
ketakutan ketika tahu bahwa dia sangat kaya dan berkuasa. Sani, perlu
kau tahu, Garden Cafe itu hanyalah setitik kecil dari warisan ayah kami.
Di luar itu, Azka memimpin jaringan besar bisnis kuliner dan perhotelan
serta resor-resor mewah di semua lokasi strategis yang
tersebar hampir di seluruh negara ini.” Keenan mengangkat bahu, “Dari
warisan yang dicairkan Azka dalam bentuk uang untukku, sebagai ganti
penyerahan hak kepemilikan perusahaan saja aku sudah bisa hidup mewah
seumur hidupku tanpa harus memikirkan bekerja,” Senyumnya melebar,
“Bayangkan apa yang dimiliki
Azka, sejak memegang perusahaan itu, dia telah
mengembangkannya dengan kejeniusannya dan nilai seluruh perusahaan itu
sudah menjadi berkali-kali lipat.”
Sani ternganga, dia sama sekali tidak menyangka
informasi ini. Azka... Azka yang dikenalnya itu ternyata adalah seorang
miliarder kaya?
You’ve Got Me From Hello 79
Sani masih mengernyit, menyisakan satu pertanyaan di
benaknya. Kenapa Azka seolah menutupi keadaannya? Apakah dia takut bahwa
Sani adalah perempuan gila harta? Yang hanya ingin mengincar hartanya?
“Mungkin kau lihat hubunganku dengan Azka tidak
begitu baik.” Keenan bergumam lagi, tidak menyadari pikiran kalut yang
berkecamuk di benak Sani, “Kami sebenarnya saling menyayangi, hanya saja
kadangkala aku merasa bahwa Azka menyimpan kemarahan kepadaku.”
“Kemarahan?”
“Ya. Dia baik kepadaku, selalu ada setiap aku
membutuhkan selayaknya seorang kakak. Tetapi ada kalanya aku merasakan
dia marah kepadaku, tetapi menyimpannya dalam-dalam.”
“Kenapa Azka menyimpan kemarahan kepadamu?”
“Karena aku menolak tanggung jawab atas perusahaan
itu dengan egois.” Keenan tersenyum malu, “Mau bagaimana lagi,
perusahaan itu bukanlah impianku, aku seorang seniman, aku memiliki
hasrat yang mendalam sebagai pelukis. Jadi aku mengusulkan kepada Azka
supaya menjual saja seluruh perusahaan kami dan kemudian mengambil mimpi
kami masing-masing.”
“Azka menolaknya.” Gumam Sani.
“Ya tentu saja Azka menolaknya, kakakku itu terlalu
senang memikul tanggung jawab. Dia saat itu bersekolah untuk menjadi
koki profesional sesuai impiannya, dan dengan bodohnya dia
meninggalkannya, demi memikul tanggung jawab di perusahaan itu. Dia
menjalaninya dengan kesadaran tentu saja, tetapi tetap saja aku merasa
dia marah kepadaku.” Keenan mengangkat bahunya, “Mungkin dia melihat
betapa bahagianya
80 Santhy Agatha
aku karena meninggalkan tanggung jawabku dan memilih mengejar mimpiku, mungkin dia berandai-andai seandainya saja dia bisa melakukan hal yang sama denganku.”
“Tetapi Azka tidak akan pernah bisa.” Sani memahami bagaimana kepribadian Azka, lelaki itu tidak mungkin bisa melakukannya.
“Ya, dia tidak pernah bisa, karena itulah jauh di
dalam dirinya ada kemarahan. Kemarahan karena dia yang harus memikul
seluruh beban dan tanggung jawab.” Mata Keenan tampak melembut, “Salah
satu kelemahan Azka adalah ketika dia dihadapkan pada posisi di mana dia
harus bertanggung jawab, dia pasti akan mengambilnya tanpa ampun dan
kemudian merusak dirinya sendiri.”
⧫⧫⧫
Sani sedang duduk di sofa di dalam apartemennya masih memikirkan kata-kata
Keenan tadi. Setelah makan siang Keenan harus langsung pergi karena ada
janji dengan salah seorang temannya, jadi mereka berpisah, setelah
Keenan sempat meminta nomor ponselnya.
Ponselnya berbunyi, Sani meliriknya dan mengangkatnya ketika melihat nama Kesha di sana.
“Kenapa Kesha, bukankah naskah terakhirnya sudah aku serahkan kepadamu?”
“Hei tidak bolehkah aku menelepon sahabatku dan tidak membahas masalah pekerjaan?” Kesha tertawa di seberang sana, “Aku ada di dekat-dekat sini, aku mau mampir ke sana.”
Setengah jam kemudian, Kesha sudah ada di dalam
apartemennya. Dia membawa dvd terbaru dan dua cup besar popcorn, itu
adalah DVD komedi romantis yang dibintangi Adam Sandler dan Jennifer
Aniston.
Mereka duduk di sofa itu, dan terpesona dengan
kisahnya yang lucu dan romantis. Dan ketika film itu selesai dengan
ending yang manis dan membahagiakan, tiba-tiba saja Sani mengingat Azka dan bergumam,
“Pemilik café itu...”
You’ve Got Me From Hello 81
Kesha langsung menatapnya dengan tertarik, “Hmmm,
Azka? Aku masih penasaran dengan wajahnya, mengingat
saudara kembarnya luar biasa tampannya, aku yakin dia pasti tak kalah
tampan.” Sani sudah bercerita kepada Kesha tentang kedekatannya dengan
Azka dan Kesha mendorongnya dengan penuh semangat untuk mencoba membuka
hatinya. Kalaupun tidak berhasil, toh Sani sudah mencoba menyembuhkan
luka lamanya, kata Kesha waktu itu.
“Yah.” Sani mengangguk, “Dia ternyata seorang miliarder?”
“Apa?” Kali ini Kesha hampir terlonjak dari duduknya, “Dan kau tahu itu bukan dari dirinya sepertinya?”
“Ya. Azka tidak pernah menceritakan kepadaku, dia bilang dia memiliki cafe itu dan yang lain-lain.
Aku bingung kenapa dia tidak mengatakan apapun kepadaku. Apakah dia
tidak percaya kepadaku atau dia hanyalah orang kaya yang paranoid
mendekati perempuan karena takut perempuan itu akan mengincar hartanya?”
“Mungkin Azka akan menjelaskannya nanti kepadamu,
mungkin waktunya belum tepat.” Kesha membuka laptopnya dengan
bersemangat, “Sejak adanya mesin pencari ini kau hanya perlu memasukkan
namanya dan semua berita tentangnya akan keluar. Kalau dia memang
seorang miliarder, dia pasti akan muncul di salah satu berita.”
Dengan cekatan Kesha mengetikkan nama “Azka” dengan keyword tambahan “Garden Cafe.”
Dan sederet berita langsung keluar ketika tombil
‘search’ ditekan. Berita itu kebanyakan dari kolom bisnis dan keuangan,
yang memberitakan tentang resort dan hotel-hotel berbintang lima yang tersebar di negara ini. Yang semuanya dimiliki oleh seorang miliarder muda bernama “Azka Reivaldo”
Sani dan Kesha ternganga membaca semua informasi itu. Lalu saling berpandangan dengan takjub.
“Sani.” Kesha akhirnya yang bisa bergumam, “Kalau memilih laki-laki, kau benar-benar tidak tanggung-tanggung.”
⧫⧫⧫
82 Santhy Agatha
Setelah Kesha pulang. Sani memutuskan untuk mandi air
panas di bawah pancuran dan bersantai. Naskahnya sudah selesai, dan dia
bisa tenang sebentar sebelum Kesha menyerahkan beberapa koreksian
editan yang harus ia revisi.
Dia merasakan nikmatnya mandi air panas yang
menyenangkan di tubuhnya dan melemaskan badannya yang lelah. Meskipun
benaknya masih bertanya-tanya, tetapi Kesha berusaha menenangkan dirinya.
⧫⧫⧫
“Kau menemui Sani bukan?” Azka langsung bergumam
ketika Keenan membuka pintu tempat tinggalnya. Lalu Azka langsung
melangkah masuk dengan marah ke dalam rumah.
Sementara itu Keenan masih memasang wajah santai dan
tersenyum mengejek, “Oh Astaga kak, apakah kau menyuruh orang untuk
mengikutiku?”
“Bukan kamu.” Wajah Azka tampak datar, “Aku menyuruh
pengawalku untuk mengikuti Sani, dan dia bilang Sani makan siang bersama
saudara kembarku. Apa maksudmu mengajaknya makan siang bersama? Apa
yang kau katakan padanya?”
“Whoa tunggu... akan kujawab satu-satu kak.” Tetapi kemudian Keenan mengangkat alisnya, “Kalau boleh aku tahu, kenapa kau menyuruh pengawal untuk mengikuti Sani?”
“Bukan urusanmu.”
“Kalau begitu aku tidak akan mengatakan informasi apapun menyangkut tadi siang.” Keenan bersedekap, menantang.
Lama Azka menatap Keenan dengan pandangan tajam,
kemudian dia menghela napas panjang, “Sani punya seorang mantan tunangan
yang mengejarnya, dan aku sudah membereskannya agar berada di tempat
yang jauh dan tidak bisa mengganggu Sani lagi. Tetapi tentu saja aku
tidak mau mengambil resiko, jadi aku menyuruh pengawalku untuk mengawasi
Sani sementara.”
You’ve Got Me From Hello 83
Keenan menatap Azka dengan tajam, “Pastinya bukan untuk berjaga-jaga kalau-kalau Sani menemui laki-laki lain selain dirimu bukan?”
Azka tidak membantah, dia hanya menatap Keenan dengan tajam, “Sekarang katakan kenapa kau menemui Sani tadi siang.”
“Aku tidak sengaja menemuinya, kami berpapasan di supermarket di ujung jalan.”
“Supermarket?” Azka menyipitkan matanya.
“Aku sedang berada di dekat-dekat situ dan membeli rokok.” Gumam Keenan tanpa rasa bersalah.
Azka langsung mencibir, “Rumahmu berada puluhan
kilometer dari sana, dan kau membeli rokok di sana di dekat apartemen
Sani, kau pasti punya rencana di otakmu.”
Keenan tertawa, “Oh astaga kakak, kenapa kau dipenuhi rasa curiga? Aku benar-benar tidak sengaja berada di sana dan kemudian berpapasan dengan Sani di dalam supermarket itu.
Jadi aku mengajaknya makan siang bersama.”
“Dan apa saja yang kau katakan kepadanya selama makan siang itu?”
Keenan tersenyum, “Kalau kau takut aku mengatakan
kepadanya tentang Celia, kau bisa tenang, aku tidak akan mengatakan
kepadanya.”
Sebenarnya itulah yang paling ditakutkan oleh Azka.
Dia takut Sani mengetahui tentang Celia sebelum dia sempat membereskan
semuanya. Kalau sampai itu terjadi, Sani pasti akan menganggapnya sama
seperti Jeremy, seorang lelaki pengkhianat yang tega mengkhianati
perempuan yang menjadi tunangannya. Sani pasti akan benci setengah mati
kepadanya kalau sampai dia tahu.
“Dan kalau kau sampai tidak bisa menjaga mulutmu, aku
akan membuatmu menyesalinya Keenan. Meskipun kau adalah adikku, aku
tidak akan segan-segan.”
“Aku takut.” Keenan bergumam mengejek, karena tidak ada satupun ekspresi ketakutan di wajahnya, bertentangan
84 Santhy Agatha
dengan kata-katanya. “Kakak, Kalau kau
tidak memberitahukan tentang Celia, cepat atau lambat Sani pasti tahu.
Dia sudah tahu bahwa kau adalah miliarder kaya, dan kau terkenal. Berita
tentang pertunanganmu yang diselenggarakan dengan begitu mewah waktu
itu pasti ada, terselip di salah satu berita di internet.”
“Kau memberitahukan kepadanya bahwa aku seorang miliarder?” suara Azka meninggi, dia tampak benar-benar marah sekarang.
Keenan memundurkan langkahnya, menjauhi Azka yang kali ini tampak benar-benar
berbahaya, “Aku tidak tahu bahwa dia tidak tahu, kukira kau sudah
mengatakan kepadanya, Lagipula kenapa kau merahasiakan statusmu
kepadanya? Kenapa kau tidak mau dia tahu bahwa kau kaya raya? Apakah kau
tidak percaya kepadanya?”
“Bukan karena itu!” Azka berteriak, “Seperti yang kau
bilang tadi, karena kalau sampai dia tahu aku kaya, dia akan mudah
mencari informasi tentangku. Dan dia bisa menemukan info tentang Celia
sebelum aku bisa membereskan semuanya!”
Keenan tertegun mendengar kata-kata Azka yang terakhir, “Membereskan Celia? Apa maksudmu?”
“Bukan urusanmu.” Azka menatap adiknya dengan dingin,
“Kau telah merusak seluruh rencanaku, dan kali ini akumasih memaafkanmu
karena kau adalah adikku. Tetapi ingat ini Keenan, jangan pernah
mencoba main-main setitikpun dengan Sani. Dia milikku, kau
dengar itu? Dia milikku, dan aku akan menghancurkan siapapun yang
mencoba mencurinya dariku.” Setelah mengucapkan ancamannya, Azka
membalikkan tubuhnya dan meninggalkan rumah Keenan dengan pintu berdebam
di belakangnya.
Sementara itu Keenan menatap kepergian Azka dengan
senyum simpul. Dia tahu bahwa Azka tidak akan semarah itu kepadanya, dia
tahu bahwa jauh di dalam hatinya kakaknya itu menyayanginya.
Keenan sama sekali tidak pernah tertarik kepada Sani, mungkin dia suka, tetapi Sani jelas bukan tipenya. Keenan
You’ve Got Me From Hello 85
sengaja berpura-pura tertarik kepada Sani hanya agar Azka tergerak untuk mengejar Sani lalu berusaha melepaskan diri dari Celia.
Sudah sejak awal Keenan tidak suka dengan Celia,
perempuan itu dulu pernah mengejarnya, lalu entah kenapa dia kemudian
mengejar Azka dan berhasil memilikinya. Keenan merasa muak membayangkan
pengkhianatan yang dilakukan Celia kepada kakaknya, dan kemudian merasa
benci ketika tahu kakaknya terjebak ke dalam pertunangan itu, yang hanya
disebabkan oleh rasa tanggung jawab.
Selama ini kakaknya hanya pasrah, dikalahkan oleh
sikapnya yang begitu bertanggung jawab. Dan Keenan harus bisa melepaskan
kakaknya dari pertunangan yang dia yakini akan menghancurkan hidup
Azka.
Sani adalah kesempatan terbaik Azka untuk melepaskan
diri dan meraih apa yang diimpikannya. Tetapi Azka terlalu lambat dan
penuh pertimbangan hingga Keenan takut semua akan terlambat. Jadi Keenan
mendorongnya, dengan berpura- pura menyukai Sani juga, lalu mengajak
Azka bersaing untuk mendapatkan Sani.
Rencananya berhasil. Azka sekarang mengejar Sani
dengan kekuatan penuh. Sekarang Keenan hanya bisa berdoa, apapun rencana
kakaknya untuk menyingkirkan Celia dari kehidupannya, semoga rencana
itu berhasil.
86 Santhy Agatha
“Kau membuka pagiku dan juga menutup malamku, Sesederhana itulah aku menginginkanmu.”
8
Ketika ponselnya berbunyi lagi, hampir jam sepuluh
malam, Sani yang sudah berada dalam posisi meringkuk di ranjang dan
bersiap tidur mengernyit. Dia sedang tidak enak badan, hari ini adalah
hari pertama dia datang bulan dan dia selalu sedikit merasakan nyeri di
perut bawahnya ketika sedang haid. Diangkatnya telepon itu,
“Halo?”
“Sani?” suara Azka yang dalam terdengar dari seberang sana, “Kenapa kau tidak datang kemari?”
“Oh... maaf Azka.” Dia lupa kalau sudah berjanji untuk ke cafe malam ini. “Aku... aku sedang tidak enak badan.”
“Kau sakit?” suara Azka terdengar cemas, “Kau sakit
apa?”
“Eh tidak...” Sani bingung, kehabisan kata-kata untuk menjelaskannya kepada Azka.
“Aku antar ke dokter ya?”
“Eh tidak usah...” Sani menelan ludahnya, “Ini sakit perempuan..”
“Sakit perempuan?” Dari suaranya Sani bisa membayangkan Azka mengernyit di sana.
“Itu.. sakit perempuan setiap bulan.”
Hening. Tampak Azka berusaha menelaah kata-kata Sani, tetapi kemudian dia sadar,
“Oh.”
“Maaf ya. Biasanya ini hanya berlangsung di hari pertama kok, mungkin kita bisa bertemu besok.”
You’ve Got Me From Hello 87
Hening, lalu Azka bergumam, “Aku ke sana ya?” “Jangan, aku tidak apa-apa kok.”
“Aku akan kesana.” Azka bergumam dengan nada keras kepala, lalu menutup telepon.
⧫⧫⧫
Ketika pintu apartemennya terbuka, Azka berdiri di
sana sambil membawa kantong kertas makanan dari cafenya. Lelaki itu
menatapnya dengan cemas,
“Kau tidak apa-apa?”
Sani menggeleng lemah, memundurkan langkahnya dan mempersilahkan Azka masuk,
“Sakit begini hanya bisa disembuhkan kalau berbaring.”
“Kalau begitu duduklah berselonjor di sofa.” Azka
mendahului Sani duduk di sofa, dan menunggu Sani datang. Dia mengambil
bantal kecil dan meletakkan di pangkuannya, “Sini, berbaringlah di sini.
Sejenak Sani ragu, tetapi senyuman Azka tampak begitu menenangkan, dan perutnya sakit. Dia tidak punya siapa-siapa
di sini untuk mengeluh. Sambil menghela napas panjang dia duduk di
sofa, Azka langsung menariknya, menjatuhkan tubuh Sani supaya kepalanya
berbaring di bantal di pangkuannya.
Rasanya begitu nyaman, meringkuk di pangkuan Azka dengan jemari ramping lelaki itu mengelus rambutnya pelan.
“Sudah makan tadi?”
Sani menggelengkan kepalanya, “Tidak selera makan.”
“Aku bawakan kentang goreng dan sosis dari cafe kalau kau lapar malam-malam.” Jemari Azka membelai rambutnya lembut, membuat Sani mengantuk.
“Terima kasih Azka...” suara Sani melemah, dia menguap. “Tidurlah, aku akan menungguimu di sini.”
“Terima kasih ya.” Sani mengulangi ucapan
terimakasihnya, lalu menutup matanya, merasakan damai yang menenangkan.
Dia memejamkan matanya dan terlelap.
88 Santhy Agatha
Azka duduk di sana, mengamati Sani yang terbaring di
pangkuannya. Hasratnya untuk memiliki perempuan ini begitu besar, tidak
pernah dia rasakan sebelumnya pada perempuan manapun. Perempuan ini
adalah hasratnya. Dan setiap kali pula Azka rela melepaskan apa yang
menjadi hasratnya, demi keharusan untuk memikul sebuah tanggung jawab.
Kali ini itu tidak akan terjadi. Azka akan
mempertahankan Sani di sampingnya. Lelaki itu lalu menundukkan kepalanya
dan mengecup bibir Sani yang telelap dengan lembut.
“Aku mencintaimu, Sani.”
⧫⧫⧫
Sani bangun di pagi hari dengan badan segar, dia
membuka matanya dan menatap ruangan yang temaram. Masih sangat pagi
sepertinya di luar, meskipun sinar matahari sudah menembus dengan malu-malu melalui gorden jendela.
Sejenak dia merasa bingung, kenapa dia tidur di ruang tamu. Tetapi dia lalu sadar.
Azka...
Dengan gerakan pelan, Sani melihat ke atas dan
menyadari bahwa kepalanya ada di atas bantal kecil di pangkuan Azka.
Lelaki itu tertidur pulas sambil terduduk, tubuhnya menyandar ke sofa
dan kelihatannya sangat lelap.
Sani bergerak perlahan supaya tidak membangunkan
Azka. Tetapi rupanya Azka terbiasa waspada ketika tidur karena dia
langsung membuka matanya.
Mereka bertatapan, di pagi yang temaram dan udara dingin yang menguar sejuk dari jendela. Lalu Azka tersenyum lembut,
“Selamat pagi.”
“Aku baik-baik saja.” “Sakit perutmu?”
You’ve Got Me From Hello 89
“Sudah mendingan.” Dengan gerakan canggung, Sani
duduk dan menjauh dari Azka, menyadari bahwa semalaman mereka sudah
tidur bersama.
“Izinkan aku membuatkan sarapan untukmu.” Azka
melirik ke arah kantong kertas makanan yang dibawanya dari cafe yang
tidak tersentuh, “Mungkin makanan ini masih bisa diselamatkan.”
Azka kelihatan tidak canggung sama sekali, seolah-olah tempatnya memang di sini. Dia meraih kantong kertas itu, setengah bersenandung melangkah ke dapur Sani, dan memasak.
Sani sejenak termangu, menatap Azka yang tampak begitu luwes dan santai memasak di dapur, lelaki itu tampak menikmatinya. Tiba-tiba
Sani merasa tersentuh. Lelaki ini ingin menjadi koki, tetapi dia
meninggalkan impiannya demi rasa tanggung jawabnya, dia pasti merasakan
perasaan hampa di dalam dirinya. Sani sendiri tidak akan bisa
membayangkan kalau dia tidak boleh menulis lagi.
“Aku akan ke kamar mandi dulu ya.” Gumam Sani pelan dari sofa.
Azka yang sedang memasak omelet beraroma harum dari bahan-bahan yang dia temukan di kulkas Sani, menoleh dan tersenyum lembut,
“Silahkan. Ketika kau kembali, makanan sudah siap.”
⧫⧫⧫
Dan Azka memang benar. Ketika dia selesai mandi,
dapur itu beraroma harum dengan telur dan ham yang sudah digoreng, serta
aroma kopi yang menguar memenuhi ruangan.
“Makanlah.” Azka mengedipkan sebelah matanya, “Sarapan spesial dari koki paling tampan di dunia.” Gumamnya menggoda,
Sani terkekeh geli, dan Azka meninggalkannya sebentar untuk ke kamar mandi.
90 Santhy Agatha
Ketika kembali rambut Azka basah dan dia tampak
segar. Sani sudah menyeruput kopinya dan mencicipi sedikit omelet yang
luar biasa enaknya itu.
“Suka?” Tanya Azka lembut.Dia duduk di seberang Sani di meja makan itu lalu menyesap kopinya yang masih mengepul panas.
Sani menganggukkan kepalanya, “Aku tidak pernah
memakan omelet yang begitu enaknya. Omelet buatanmu memang lezat.” Gumam
Sani sambil tersenyum.
Tatapan Azka di atas cangkir kopinya tampak begitu
intens, “Kalau kau menikah denganku, aku berjanji akan membuatkan
sarapan untukmu setiap pagi.”
Hampir saja Sani tersedak omeletnya, dia mendongak dan menatap Azka terkejut,
“Apa?”
Azka terkekeh dan barulah Sani sadar bahwa Azka sedang menggodanya. Pipinya langsung memerah karena malu.
“Tidak lucu, tahu.” Gumamnya sambil cemberut,
Azka masih terkekeh, tetapi matanya bersinar dengan
serius, “Aku tidak sedang melucu Sani, bayangan itu ada di benakku. Kau
dan aku menikah, lalu hidup bahagia selama- lamanya.”
Sani merasakan jantungnya berdebar keras akibat kata- kata Azka, “Bukankah masih terlalu dini membicarakan ini?”
“Ya.” Azka menganggukkan kepalanya, tidak membantah kata-kata
Sani, “Tetapi aku tahu apa yang kurasakan, perasaan nyaman yang tidak
pernah kurasakan sebelumnya kepada siapapun. Aku bisa saja duduk di sini
berdua denganmu, tidak melakukan apa-apa dan tidak merasa bosan.” Lelaki itu menyentuh jemari Sani dari seberang meja dan menggenggamnya sungguh-sungguh,
“Beginilah yang kubayangkan akan kulalui bersama istriku nanti. Duduk
bersama setiap pagi, mengawali hari dengan bahagia, lalu berpelukan
ketika malam tiba.”
You’ve Got Me From Hello 91
“Tetapi kau tidak jujur kepadaku. Keenan berkata bahwa perusahaanmu tidak hanya mencakup cafe itu dan lain-lain. Kenapa Azka? Apakah kau tidak mempercayaiku? Apakah kau berpikir bahwa aku mungkin hanya mengincar hartamu?“ Sani tiba-tiba
merasa terhina, “Kalau kau memang berpikir seperti itu, kau bisa
tenang, aku tidak butuh hartamu. Aku bahkan bisa menghidupi diriku
sendiri dan tidak perlu bergantung pada seorang lelaki hanya untuk
menghidupiku.”
“Aku tahu kau orang yang mandiri Sani, aku tahu kau
tidak mengincar harta dan kekayaan.” Azka menggenggam erat jemari Sani,
mencegah ketika Sani berusaha melepaskan diri.
“Aku merahasiakannya karena takut kau merasa canggung
dan lari dariku. Aku hanya ingin kau memandangku sebagai pria biasa,
bukan sebagai seorang miliarder yang berkuasa.”
Sani tercenung, menerima betapa benarnya kata-kata
Azka. Kalau dari awal Azka mengatakan bahwa dirinya sangat kaya,
mungkin Sani akan merasa ngeri dan tidak akan memberi kesempatan kepada
mereka untuk lebih dekat.
Kedekatan ini sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Ada
suatu ikatan yang sangat erat di antara mereka, membuat dunia mereka
saling tarik menarik.
Dan bahkan Sani bisa membayangkan kata-kata Azka itu, mereka bersama-sama di pagi hari, memulai hari dengan bahagia dan berakhir di pelukan satu sama lain.
“Apakah kita akan berakhir di sana? Di impianmu tentang hidup bahagia selama-lamanya?” tanya Sani lemah.
Azka tersenyum lebar, “Tentu saja Sani, Happy Ending, seperti akhir dari setiap novel romantismu.”
⧫⧫⧫
“Bagaimana?” Azka bertanya cepat ketika Eric memasuki
ruangannya. Eric memang sangat tampan, dia adalah sahabat Azka ketika
kuliah di luar negeri sebagai koki. Dan Eric adalah koki handal yang
kemudian mengembangkan bisnis hiburan
92 Santhy Agatha
mencakup salon, butik, dan bakery serta rumah makan yang kebanyakan dibangunnya bekerjasama dengan Azka.
“Dia terpesona kepadaku tentu saja.” Eric terkekeh,
“Tetapi belum cukup untuk membuatnya berani mengambil keputusan untuk
membatalkan pernikahan itu.”
“Kau sudah melakukan semua yang kukatakan kepadamu bukan?”
“Tentu saja, dengan sempurna. Aku mengunjunginya ke
rumahnya, membawakan bunga lily kesukaannya, dia terkejut karena aku
bisa mengetahui kesukaannya. Lalu aku menceritakan tentang kucing,
seperti yang kau informasikan bahwa Celia sangat menyukai kucing dan
punya puluhan kucing di rumahnya. Dan sekali lagi dia terperangah karena
aku mempunyai banyak sekali kesamaan dengan dirinya. Semuanya sempurna
mulai dari makan malam, sikap lembut dan perhatian seratus persen. Aku
yakin hatinya sudah berpaling, hanya saja belum ada sesuatu yang
membuatnya mengambil keputusan penting itu. Seperti yang kau katakan,
kau ingin membuktikan bahwa dia bisa mengkhianatimu bukan?” Eric menatap
Azka tajam, “Dia tidak menolak ketika aku menciumnya semalam.”
Sebuah bukti. Sebuah kenyataan akan pengkhianatan.
Azka sudah menduga bahwa Celia tidak akan mampu bertahan. Perempuan itu
mengatakan sangat mencintainya. Tetapi kalau dia sungguh mencintai,
dalam keadaan apapun cinta tidak akan semudah itu tergoda untuk
berkhianat.
Mungkin sejak awal Celia tidak mencintainya, mungkin perempuan itu hanyalah terobsesi untuk memilikinya.
“Kalau begitu mungkin ini saatnya aku bertemu dengan
Celia.”
⧫⧫⧫
Ketika Azka datang, Celia sangatlah gugup. Azka
sudah lama sekali tidak berkunjung. Dan Celia... sudah terlalu sering
menghabiskan waktunya bersama Eric hingga sampai di titik dia sudah
tidak peduli lagi apakah Azka akan datang atau tidak.
You’ve Got Me From Hello 93
Tetapi pernikahan mereka sudah dekat, pernikahan itu
adalah puncak impian Celia untuk bisa memiliki Azka pada akhirnya, dan
dia tidak akan mundur. Celia hanya berharap dia masih bisa menghabiskan
waktu bersama Eric, mereguk seluruh perhatian yang tidak didapatkannya
dari Azka sebelumnya, dan semoga saja Azka tidak akan tahu tentang
perselingkuhannya sehingga pernikahan mereka akan berjalan mulus.
“Kemana saja kau selama ini Azka.” Celia memasang wajah merajuk, “Aku sampai berpikir bahwa kau mungkin sudah melupakanku.”
“Aku sangat sibuk Celia, kuharap kau mengerti.”
Celia mendesah sedih, “Selalu begini Azka, apakah
nanti di kehidupan perkawinan kita juga akan seperti ini? Kau sibuk
dengan pekerjaanmu dan mengabaikan aku?”
Azka mengangkat bahunya, “Itulah konsekuensi kau
menikah denganku, tidak akan berubah meskipun kita menikah. Aku
mempunyai tanggung jawab yang besar di perusahaan yang tidak mungkin aku
abaikan begitu saja. Kalau kau tidak siap menghadapinya kau bisa
mundur.”
“Apa?” wajah Celia langsung pucat pasi.
Sementara itu Azka memasang wajah datarnya, “Aku
tidak bisa menjadi suami yang perhatian seperti yang kau inginkan, tidak
akan pernah bisa. Kalau kau tidak siap menanggung kesedihan karena
tidak pernah mendapatkan perhatian dari seorang suami, kau bisa mundur
sekarang Celia agar kau tidak menyesal. Kau tahu, aku tidak pernah
memaksamu untuk menikahiku, untuk menjadi isteriku.”
“Teganya kau!” Celia berteriak, dan berurai air
mata, “Kau sengaja melakukannya bukan? Kau sengaja mengabaikanku agar
aku merasa tidak kuat dan membatalkan pernikahan ini? Kau ingin aku
meninggalkanmu bukan? Agar kau tidak perlu memiliki istri yang lumpuh
dan cacat sepertiku.
Cacat karena kau!!”
94 Santhy Agatha
Perkataan Celia itu membuat wajah Azka memucat, tetapi dia mengendalikan diri dan berusaha membuat ekspresinya tetap datar.
“Well kau tidak akan
mendapatkan apa yang kau mau! Karena aku tetap akan melanjutkan
pernikahan ini! Apapun yang terjadi kau tetap akan menjadi suamiku dan
aku akan menjadi istrimu!”
Lalu dengan marah Celia memutar kursi rodanya, memasuki rumah dan meninggalkan Azka berdiri di teras itu.
⧫⧫⧫
Sani sedang tidak ada pekerjaan. Revisian naskah dari
editor belum diterimanya. Dia menghabiskan harinya dengan bermain game
komputer sampai merasa bosan. Kemudian dia teringat perkataan Kesha pada
hari itu, ketika mereka mencari data-data tentang Azka di
internet. Bahwa kita tinggal memasukkan sebuah nama saja di mesin
pencari, dan kalau orang itu cukup terkenal, maka kita akan menemukan
banyak informasi tentangnya.
Sani teringat, bahwa Azka selalu tampak tampan di
foto- fotonya di setiap kolom berita keuangan dan bisnis yang ada di
internet. Lelaki itu memang berpenampilan berbeda, dengan jas resmi yang
tampak sangat formal.
Dengan iseng, Sani membuka mesin pencari di
internetnya, dan memasukkan nama lengkap Azka di sana. Dalam beberapa
detik, deretan hasil pencarian muncul.
Sani menelusurinya dengan sangat tertarik. Ada berita
tentang merger hotel terbaru milik Azka, pembukaan restoran bintang
lima secara serentak, dan iklan tentang resor-resor mewah di kawasan pariwisata elit di beberapa kota.
Semua berita itu menyebut Azka sebagai pemimpin perusahaan yang jenius dan kompeten.
Lalu mata Sani tertuju kepada sebuah kolom gosip. Hey...
ada kolom gosip di antara semua berita keuangan dan
bisnis ini. Dengan tertarik Sani membuka kolom itu. Itu adalah wawancara
dan berita tentang profil Azka, pengusaha muda
You’ve Got Me From Hello 95
yang sangat sukses dalam mengembangkan bisnis perusahaannya.
Sani membacanya dengan sangat tertarik, menelusuri
kisah hidup Azka dalam bentuk tulisan. Ternyata Azka adalah seorang yang
cemerlang dalam prestasi pendidikannya, dan juga....
Mata Sani berkerut pada sebuah berita bahwa Azka
sudah bertunangan dengan kekasih yang dipacarinya selama empat tahun.
Tunangannya adalah seorang mantan model pro yang berhenti setelah
mengalami kecelakaan, bernama Celia Carolina.
Jantung Sani berdebar keras, sebuah kejutan lagi....
Azka sudah bertunangan? Dan dari kolom berita itu, dikatakan bahwa tahun
ini mereka akan menikah.
Dunia seakan runtuh di bawah kaki Sani.
96 Santhy Agatha
“Pengorbanan adalah memberi, di dalamnya ada cinta yang menguasai.”
9
Azka meninggalkan rumah Celia dengan marah. Marah besar. Berani-beraninya
Celia mengancamnya seperti itu, padahal Celia sendiri telah
mengkhianatinya bersama Eric. Apakah Celia pikir Azka tidak akan tahu?
Apakah Celia pikir Azka begitu bodohnya?
Dengan kencang dia mengendarai mobilnya, dia butuh
bertemu dengan Sani. Di saat kemarahannya menggelegak seperti ini, hanya
Sani yang bisa menenangkannya.
Ketika sampai di depan cafe, Azka memarkir mobilnya
dengan sembrono. Dia tergesa memasuki cafe itu, hendak mengambil
beberapa makanan kecil untuk dibawa ke apartemen Sani, tadi dia sudah
berjanji untuk datang jam sembilan malam ke sana.
Tetapi kemudian langkahnya tertegun, melihat ke kursi
di bagian sudut, tempat favorit Sani ketika duduk, dan melihat sosok
itu di sana.
Sani? Kenapa dia ada disini? Bukankah dia masih sakit?
Azka melangkah mendekat, kerinduannya meluap. Dia
ingin memeluk gadis itu ke dalam pelukannya, untuk menenangkan hatinya
dari kemarahannya terhadap Celia.
“Sani, kenapa kau ada di sini? Bukankah kita janji bertemu di apartemenmu?”
Sani mendongak dan Azka tercekat, tatapan mata Sani kepadanya penuh kemarahan... kemarahan yang dibalut dengan luka.
Seketika itu juga Azka menyadari bahwa Sani sudah tahu mengenai pertunangannya dengan Celia.
“Kau membohongiku.” Suara Sani bergetar meskipun dia tampak berusaha tergar, Azka melirik ke anggur merah yang
You’ve Got Me From Hello 97
dibawa Sani, dan mengernyit. Perempuan itu sudah menghabiskan lebih dari satu gelas.
“Aku bisa menjelaskannya kepadamu, Sani.”
“Tidak!” Sani menyela dengan keras, lalu tertawa
ironis, “Ironis bukan? Aku meninggalkan tunanganku karena dia
berselingkuh dengan perempuan lain, tetapi sekarang aku malah menjadi
selingkuhan dari seorang lelaki yang sudah bertunangan.” Matanya menyala
penuh kemarahan kepada Azka, “Kau sangat kejam, Azka melakukan ini
semua kepadaku.”
“Aku bisa menjelaskannya Sani, semua ini tidak seperti yang kau kira....”
“Apakah perempuan bernama Celia itu benar-benar tunanganmu?”
Azka tertegun, lalu memejamkan matanya dengan pedih,
“Ya.”
Air mata mengalir di mata Sani, menuruni pipinya. Dia tampak amat sangat terluka,
“Apakah... apakah... kau mencintainya?”
Mata Azka menajam. “Apakah aku mencintainya? Tidak.
Kau pasti bisa merasakan itu, aku jatuh cinta setengah mati kepadamu, tidak mungkin aku mencintainya.”
“Apakah pertunangan yang kau lakukan dengan Celia
dulu itu berlangsung atas nama cinta?” Sani bertanya lagi, berusaha
menghapus air matanya dengan usapan tangannya.
Azka memandang Sani dengan pedih, tidak mampu berbohong, “Pada mulanya semua atas nama cinta... lalu.”
Hati Sani teriris perih, Azka sama saja dengan
Jeremy, lelaki itu dulu menjalin pertunangan mereka atas nama cinta,
kemudian mengkhianatinya begitu saja karena perempuan lain. Oh ya ampun!
Teganya Azka melakukan ini semua kepadanya. Sani tidak mau mendengar
apapun dari Azka, semua ini terlalu menyakitkan untuk dia tanggung,
“Cukup!” Sani menutup telinganya dengan tangan, tidak
mau mendengar apapun yang diucapkan oleh Azka. “Sudah cukup, kau memang
penjahat! Semua lelaki sama saja! Mereka
98 Santhy Agatha
semua ahat!” beberapa mata tampak melirik ke arah
mereka, tetapi Sani tidak peduli. Dia terlalu marah dan sakit untuk
peduli, dia beranjak pergi.
“Aku mencintaimu Sani!” Azka setengah berdiri,
berusaha meraih lengan Sani dan menahannya. Tetapi Sani yang sudah
begitu marah, meraih gelas anggur yang tinggal setengah dan menuang
isinya ke wajah Azka,
“Pergi saja ke laut dan buang cintamu itu. Aku tidak
pernah menerima cinta dari seorang pengkhianat!” Gumamnya marah, tanpa
sadar dia menggenggam gelas itu dan melangkah pergi secepat kilat.
Meninggalkan Azka yang masih terpaku di sana, basah oleh anggur yang dituangnya.
“Aduh!” Suara perempuan itu mengagetkannya,
begitupun benturan keras yang dirasakannya. Sani mendongak dan terpaku
karena merasa bersalah, dia telah menabrak seorang perempuan karena
kalutnya, dan gelas anggurnya yang basah, yang dipegang di tangannya
menempel di gaun putihnya, menimbulkan noda di sana,
“Oh maafkan saya.” Perempuan yang menabraknya
berucap dengan menyesal, mendongakkan kepala dan menatap perempuan itu.
Perempuan itu sangat cantik, batin Sani dalam hati, dia pasti perempuan
bahagia yang tidak pernah disakiti oleh laki-laki.
“Tidak apa-apa.” Gumam Sani lembut, menyadari bahwa Azka masih duduk di sana, menatapnya dari kejauhan, tetapi tidak berusaha mendekatinya
Perempuan cantik itu melirik noda di gaun Sani dan menatap Sani dengan tatapan bersalah, “Tapi… Noda di baju anda..”
“Tidak apa-apa. Bisa dibawa ke laundry,
jangan dipikirkan.” Sani menganggukkan kepala kepada perempuan itu,
lalu mengucap permisi dan melangkah pergi.
Sebelum pergi dia meletakkan gelas kosong anggur itu di sebuah meja dekat pintu. Airmata mengalir di matanya ketika
melirik cafe itu untuk terakhir kalinya sebelum
|
ia
|
You’ve Got Me From Hello
|
99
|
menyeberang menuju apartemennya. Hatinya hancur
lebur, kali ini jauh lebih sakit daripada ketika Jeremy mengkhianatinya.
Jauh lebih pedih dan menyakitkan
Karena Sani sadar, bahwa dia sudah mencintai Azka dengan sangat dalam.
⧫⧫⧫
Albert datang membawakan handuk untuk Azka. Azka
menerimanya dengan tatapan kosong, menggunakannya untuk mengelap wajah
dan rambutnya yang basah oleh anggur.
“Tidak berjalan seperti yang seharusnya ya?” Azka termenung pedih, “Tidak.”
“Lalu apa yang akan kau lakukan setelahnya?”
Pikiran Azka bergejolak. Antara kemarahan yang makin menggelegak atas kata-kata
Celia kepadanya tadi, bercampur pada kemarahan ke dirinya sendiri
karena dia terlalu lambat dan membuat Sani mengetahui mengenai
pertunangan itu sebelum waktunya,
“Aku akan berbuat sesuatu. Nanti.” Gumamnya dingin.
Malam itu, Azka duduk di cafe semalaman, menatap ke arah jendela, ke arah apartemen Sani.
⧫⧫⧫
Dia masih merenung di apartemennya ketika pintunya diketuk.
“Masuk.” Gumamnya tak bersemangat.
Pintu itu terbuka dan Keenan melangkah masuk dengan
gaya santainya, dia mengangkat alis melihat Azka yang tampak begitu
murung.“Tidak bekerja hari ini?”
Azka melirik Keenan dengan dingin, “Tidak.”
Keenan tersenyum dan mengambil tempat duduk di depan
Azka, “Baru kali ini seorang Azka meninggalkan tanggung jawabnya, karena
seorang perempuan.” Gumamnya ringan, membuat Azka melemparkan tatapan
membunuh kepadanya.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
100 Santhy Agatha
“Aku memang ingin mampir menengokmu, tetapi
beberapa pelayan di bawah tampaknya sedang asyik membicarakan insiden
semalam. Dimana seorang perempuan menumpahkan anggur dari gelasnya ke
sang pemilik cafe.” Keenan terkekeh, “Tidak ada perempuan lain yang
berani melakukan itu padamu, dan kau membiarkannya, Azka. Kecuali
Sani.”
Azka hanya terdiam, meneguk kopinya dengan frustrasi.
“Apakah pada akhirnya Sani tahu tentang Celia?”
Azka mengganggukkan kepalanya, “Dia tahu sebelum saatnya.”
“Sebelum rencanamu untuk menyingkirkan Celia eh?”
Keenan melemparkan tatapan mata penuh tanya, ingin
tahu apa sebenarnya rencana Azka untuk Celia. Tetapi kemudian dia sadar
bahwa Azka tidak ingin menjawab pertanyaannya,
“Sudah kubilang kau sangat terkenal, dan sangat sulit menyembunyikan informasi semacam itu.”
“Aku tahu, aku pikir aku akan punya waktu lebih
lama.” Azka meringis pedih, “Sani dikhianati oleh tunangannya, dan dia
sekarang menganggap aku sama brengseknya dengan tunangannya itu. Aku
sudah berusaha menjelaskan tetapi dia tidak mau mendengarkan aku.”
“Tunggu sampai dia tidak marah lagi.”
“Aku takut dia pergi Keenan, aku takut.... aku... aku
tidak akan bisa hidup tanpanya.” Azka membungkuk, meremas rambutnya
dengan frustrasi
Dan Keenan duduk di sana, mengamati dengan sedih,
merasakan hatinya teriris. Baru kali ini Azka bersedia meninggalkan
seluruh tanggung jawabnya, demi mengejar perempuan yang dicintainya. Dan
saudara kembarnya itu sekarang harus menghadapi kemungkinan untuk patah
hati.
⧫⧫⧫
Keenan berdiri di depan pintu rumah Celia, menunggu.
Celia muncul beberapa saat kemudian dan mengernyit ketika mendongak dan
melihat bahwa Keenan yang muncul di sana.
You’ve Got Me From Hello 101
“Ada apa?” Celia tentu saja bingung, tidak pernah
sekejappun dia menyangka bahwa Keenan akan datang menemuinya. Dia pernah
berusaha mengejar Keenan dan ternyata lelaki itu tidak pernah serius
kepadanya. Pada akhirnya Celia memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya
kepada Azka, toh wajah mereka sama... Meskipun jauh di dalam hatinya...
dia lebih mencintai Keenan, Keenan yang mudah tertawa, Keenan dengan
pakaian santai dan gaya menggodanya yang selalu membuat Celia berdebar,
dan semua hal yang sangat bertolak belakang dari Azka. Azka terlalu
serius, terlalu formal, dan terlalu datar.
Tetapi Keenan sepertinya tidak menyimpan perasaan
yang sama. Sehingga Celia harus puas memiliki saudara kembarnya yang
sangat mirip dengannya.
Keenan menatap Celia dengan serius, tatapan yang tidak pernah dilihat Celia sebelumnya karena Keenan selalu penuh canda.
“Aku selalu tahu bahwa kau tidak pernah mencintai
Azka.” Keenan bergumam, membuka percakapan, menatap
Celia dalam-dalam, membuat Celia mengernyit.
Ketika Celia bertunangan dengan Azka, Keenan hanya
mengangkat alisnya waktu itu, tidak menolak tapi juga tidak menyetujui.
Padahal waktu itu Celia mengharapkan setitik reaksi kecemburuan dari
Keenan, sayangnya ternyata dia tidak tersimpan sedikitpun di hati
Keenan. Lalu setelah kecelakaan itu, tatapan tidak peduli Keenan
kepadanya berubah menjadi tatapan marah... Ah dia tahu tentang
pengkhianatan Celia kepada Azka tentu saja, dan lelaki itu tampak jijik
kepadanya serta berusaha menentang ketika Azka bersikeras melanjutkan
pertunangan itu. Tentu saja Keenan tidak bisa berbuat apapun untuk
menghalangi Celia dan Azka, sebentar lagi Celia akan menikah dengan
Azka.
“Kau tidak pernah tahu apa yang kurasakan.” Celia bergumam, mendongak mentaap Keenan yang masih berdiri dan menunduk ke arahnya,
102 Santhy Agatha
“Aku tahu.” Tiba-tiba saja Keenan berjongkok di depannya, membuat matanya sejajar dengan mata Celia, “Aku tahu persis bahwa akulah yang kau cintai.”
Pipi Celia memerah dan jantungnya berdebar mendengar kata-kata Keenan itu. Apa maksud Keenan sebenarnya?
Keenan mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah
kotak kecil berwarna hitam dari beludru, dibukanya kotak itu. Isinya
sebuah cincin berlian yang begitu indah dan berkilauan,
“Aku mencintaimu Celia, sudah sedari lama aku
memendam perasaan ini. Tapi kau lalu memilih bertunangan dengan Azka.
Aku menunggu lama dan pada akhirnya sadar bahwa kalian berdua tidak
pernah saling mencintai. Aku yang mencintaimu, bukan Azka. Dan aku yakin
kau juga mencintaiku.”
“Apa?” Celia benar-benar terkejut, bibirnya menganga, matanya berganti-ganti menatap cincin berlian itu dan beralih ke wajah Keenan. Tetapi yang ditemukannya di wajah Keenan adalah keseriusan yang dalam.
“Kalau kau bersedia, aku akan menghadap Azka dan
mengungkapkan semuanya, bahwa kita saling mencintai, bahwa kita
ditakdirkan bersama. Azka akan mengerti, apalagi aku sangat yakin bahwa
dia tidak mencintaimu. Dia pasti akan memberikan restu kepada kita untuk
bahagia bersama.”
Mata Celia tampak berkaca-kaca. Oh
astaga. Keenannya! Lelaki yang dicintainya dari awal. Bagaimana mungkin
dia bisa menolaknya? Batinnya sendiri sudah mengakui bahwa dia hanya
menggunakan Azka sebagai pelarian, dia mencintai Azka karena lelaki itu
bagaikan perwakilan dari saudara kembarnya, dan yang dicintai oleh Celia
sesungguhnya adalah Keenan.
“Kau... kau tidak sedang mempermainkanku bukan?”
Celia masih meragu meskipun hatinya langsung berbunga- bunga melihat senyum lembut Keenan kepadanya,
“Aku? Bercanda? Percayalah padaku, Celia, aku tidak
pernah melakukan ini kepada perempuan manapun, tidak pernah sebelumnya.
Hanya kau satu-satunya perempuan yang
You’ve Got Me From Hello 103
bisa membuatku berlutut dan menawarkan cincin. Dan
aku akan mati karena patah hati kalau kau menolaknya.” Keenan
menunjukkan cincin itu lagi dan berubah serius, “Nah, Celia, maukah kau
memutuskan pertunanganmu bersama Azka dan kemudian bersumpah setia untuk
menikah denganku?”
Air mata bahagia membanjiri mata Celia, “Ya!” serunya
bersemangat, dia memajukan tubuhnya, memeluk Keenan erat- erat dan
merasa begitu melayang ketika Keenan membalas pelukannya, “Ya. Keenan,
aku bersedia! Aku akan menikah denganmu!”
Celia tidak melihat wajah Keenan yang begitu pedih
ketika memeluknya. Keenan sudah terlalu sering berbuat egois,
memanfaatkan kebaikan hati Azka, membiarkan kakaknya itu bertanggung
jawab atas semua hal yang seharusnya mereka bagi bersama. Kini giliran
Keenan membalas budi, setidaknya dia bisa mengambil salah satu tanggung
jawab Azka yang paling berat. Pemandangan Azka yang begitu menderita
telah mendorongnya untuk berbuat ini. Dia bisa dan dia mampu untuk
menolong kakaknya.
Biarlah dia yang mengambil alih tanggung jawab terhadap Celia, dan membiarkan Azka bisa mengejar cinta sejatinya.
⧫⧫⧫
“Aku harus berbicara denganmu.” Keenan bergumam di pintu, menyadari Sani di dalam sana merasa ragu untuk membukanya.
Keenan berhasil naik ke atas karena resepsionis
apartemen mengira bahwa dia adalah Azka, jadi dia membiarkannya masuk.
Dan sekarang lelaki itu sudah berdiri di depan apartemen Sani, ingin
memberikan penjelasan.
“Apakah Azka yang mengirimmu kemari?” Tanya Sani dari balik pintu.
“Tidak. Saudaraku itu terlalu menderita untuk
berpikir apapun, yang dia lakukan hanyalah mengurung diri di
apartemennya dan merenung. Tidak makan, tidur ataupun bekerja, kalau terus-menerus begitu aku cemas dia akan mati.”
104 Santhy Agatha
Keenan mendesah, “Kumohon, biarkan aku bicara denganmu sekali saja, setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi.’
Sani tertegun, hatinya terasa pedih mendengar kata-kata
Keenan tentang Azka, tetapi dia menguatkan hatinya, bukankah dia juga
mengalami kepedihan yang sama? Dia tidak bisa makan, tidak bisa tidur
dan terus-terusan menangis?
Setelah menghela napas panjang, Sani membuka pintu
dan menatap Keenan dengan dingin, “Katakan apapun yang kau mau, lalu
pergilah.”
Keenan meringis menerima sikap dingin Sani, “Bolehkah aku masuk? Ini akan sangat panjang.”
Sani menatap Keenan, lalu pada akhirnya dia memundurkan diri dan membiarkan mereka masuk.
Mereka duduk di sofa, dalam keheningan,
“Well? “ tanya Sani setelah beberapa lama tampaknya
Keenan belum ingin mengatakan apapun.
Keenan mendesah, “Aku masih bingung harus memulai
dari mana... kita mulai dari Celia, tunangan Azka.” Keenan melirik dan
menemukan luka di mata Sani ketika nama Celia disebut, “Celia dulu
mengejarku dan ingin memilikiku. Tetapi tentu saja aku hanya main-main
dengannya. Dan setelah sadar dia tidak bisa memilikiku, dia mengejar
Azka. Azka waktu itu masih begitu rapuh sepeninggal orang tua kami, dan
Celia menghujaninya dengan perhatian-perhatian hingga akhirnya
Azka menerima Celia. Aku bilang ‘menerima’ karena aku
yakin bahwa dari awal, Azka tidak pernah mencintai Celia. Dia hanya
merasa dia bisa menerima Celia di sisinya, itu saja. Dan kemudian
merekapun bertunangan.” Keenan mengangkat bahunya, “Aku sedikit terkejut
ketika Azka mengambil langkah serius itu bersama Celia, tetapi kemudian
aku sadar, Celia tahu betul kelemahan Azka, dia tahu Azka mudah merasa
bertanggung jawab kepada seseorang dan dia memanfaatkannya. Mereka
berduapun bertunangan. Dan semua tampak baik-baik saja. Sampai kemudian pengkhianatan itu terjadi.”
You’ve Got Me From Hello 105
Pengkhianatan? Jantung Sani berdegup kencang, Apakah sebelumnya Azka juga pernah mengkhianati Celia?
“Celia yang mengkhianati Azka.” Keenan bergumam,
memahami pertanyaan yang ada di mata Sani, “Azka sangat sibuk waktu itu,
mengambil alih perusahaan yang diwariskan oleh ayah sehingga dia tidak
punya waktu untuk memberikan perhatian kepada Celia yang manja. Celia
yang manja dan haus kasih sayang akhirnya mencari pelarian kepada pria
lain, seorang pria brengsek bernama Edo. Lelaki itu merusaknya dan
meninggalkannya dalam kondisi hamil.”
“Apa?” Sani terkesiap, menutup mulutnya dengan jemarinya, tidak menyangka akan informasi itu.
“Ya. Dia hamil, dan dia ditinggalkan. Celia menangis,
datang kepada Azka, berharap bisa memanfaatkan sikap tanggung jawab
Azka. Tetapi dia memperoleh yang sebaliknya, dia marah besar, semua itu
sudah berada di luar batas toleransi Azka. Sayangnya Celia memilih waktu
yang salah ketika mengaku, dia sedang berada di dalam mobil bersama
Azka, dan kemudian mereka mengalami kecelakaan.”
Sani teringat berita yang dibacanya, bahwa Celia adalah seorang model yang kemudian berhenti setelah sebuah kecelakaan...
“Celia keguguran. Dan kakinya dinyatakan lumpuh,
tidak bisa berjalan lagi selamanya. Azka seperti yang kau tahu merasa
sangat bersalah dan kemudian mengambil seluruh tanggung jawab terhadap
Celia, dia melanjutkan pertunangan itu. Melanjutkan rencana pernikahan
itu meskipun hatinya luar biasa pedihnya. Seluruh perasaan yang pernah
dimilikinya bersama Celia tentu saja sudah musnah, tetapi dia tetap
berusaha menjalani apa yang sudah dijanjikannya, dan dia berusaha tetap
setia.”
Oh Ya ampun. Kasihan Azka. Itulah
hal yang pertama terlintas di benak Sani. Kasihan Azka... lelaki itu
sekali lagi memikul tanggung jawab yang bertentangan dengan hati
nuraninya.
106 Santhy Agatha
Keenan tersenyum kecut melihat ekspresi Sani, “Kau
merasa kasihan kepadanya bukan? Begitupun aku? Azka hidup dengan
menanggung beban karena kebaikan hatinya dan aku selalu menentang
pertunangannya dengan Celia karena aku tidak mau dia menderita....
Apalagi ketika kemudian dia bertemu kau, Sani.”
Keenan memajukan tubuhnya, “Kau pasti tahu dan merasakan bahwa Azka benar-benar
mencintaimu, dia tidak pernah selembut itu dengan perempuan manapun.
Dulu dia begitu dingin, tenang dan pandai menutupi perasaannya, tetapi
kepadamu dia sepertinya tidak bisa menahan diri.” Keenan mengamati Sani,
“ Kau pasti tidak tahu bahwa Azka mempunyai rumah sendiri, sebuah rumah
mewah di daerah elite yang sangat sejuk dekat dengan kantor pusat
perusahaannya. Tetapi sejak bertemu denganmu, dia memilih untuk selalu
pulang ke apartemen di atas cafe yang sederhana yang jauh dari
kantornya, selarut apapapun dia pulang dia selalu berusaha ke sana.
Hanya supaya dia bisa berdekatan denganmu.”
Mata Sani terasa panas ketika dia mengingat kebaikan
dan kelembutan hati Azka kepadanya, melihat betapa sedihnya lelaki itu
ketika pertengkaran mereka di cafe. Oh astaga, dia tidak tahu kalau
seperti ini kisahnya. Kalau saja dia tahu...
Kalau saja dia tahu dia akan berbuat apa? Tidak
mungkin kan dia menerima cinta Azka dan membuat Azka meninggalkan Celia?
Batin mereka berdua pasti akan sama-sama tersiksa, berbahagia di atas penderitaan perempuan lain.
Keenan menghela napas panjang, “Sekarang kalian sudah tidak perlu bingung lagi. Aku sudah mengatasi Celia.”
Sani menatap bingung ke arah Keenan, “Mengatasi Celia? Apa maksudmu?”
Keenan menatap Sani dengan pedih, “Aku sadar bahwa
selama ini aku egois, membiarkan Azka menanggung semuanya, aku hampir
sama jahatnya seperti Celia, mengetahui kelemahan Azka adalah kebaikan
hatinya, dan aku memanfaatkannya...
Tetapi ketika hari itu aku melihat betapa menderitanya Azka, aku tidak tahan. Aku ini adiknya dan adik macam apa yang bisa
You’ve Got Me From Hello 107
membiarkan kakaknya menderita padahal tahu bahwa dia bisa berbuat sesuatu?”
“Maksudmu....?” Sani bertanya-tanya, akan kemana arah dari kata-kata Keenan itu.
“Yang dicintai Celia sebenarnya adalah aku. Aku tahu persis itu sejak awal mula.” Keenan terkekeh, “Aku mendatangi
Celia pagi ini dan menawarkan pertunangan, berpura-pura mencintainya dan memintanya meninggalkan Azka. Perempuan itu langsung menyambarnya bagaikan ikan hiu yang kelaparan.”
“Astaga Keenan? Kenapa kau melakukan itu?”
“Karena aku menyayangi Azka, sejak kecil dia selalu
menjaga dan melindungiku, bahkan sampai dewasapun dia selalu
melakukannya. Sekarang giliranku untuk membuatnya bahagia.”
“Tetapi kau tidak benar-benar mencintai Celia..”
“Tidak apa-apa.” Keenan tersenyum, “Aku sudah mengambil seluruh jatah kebahagiaanku di muka, sekarang giliran Azka yang mendapatkannya.”
⧫⧫⧫*
Sepeninggal Azka, Sani masih merenung kebingungan. Pada akhirnya dia memberanikan diri, menelepon nomor Azka.
“Halo Sani?” pada deringan pertama telepon itu langsung diangkat, seolah-olah Azka memang sedari tadi duduk merenung menatap ponselnya.
“Azka.” Sani memejamkan matanya, merasa bersalah
ketika mendengar nada letih di suara Azka, lelaki itu menanggung beban
berat karenanya, “Aku... bisakah aku ke cafe? Aku ingin bicara.”
108 Santhy Agatha
“Di dalam hatimu yang penuh cinta, ada aku yang sedang menenun kebahagiaan.”
10
Azka sudah ada di sana menunggunya, ekspresinya tampak cemas. Lelaki itu setengah berdiri ketika melihat Sani mendekat.
“Sani.” Gumam Azka menatap Sani dengan penuh kerinduan. Tiba-tiba
Sani merasa kasihan kepada lelaki ini, lelaki yang begitu kuat dan
berkuasa. Tetapi sekarang tampak begitu lelah dan berantakan, apakah itu
karena dirinya?
“Sani.” Azka menatap Sani dalam ketika perempuan itu
duduk di depannya, “Terimakasih sudah mau bertemu denganku dan memberiku
kesempatan kedua. Aku.. aku ingin menjelaskan semuanya padamu..”
Sani tersenyum lembut pada Azka, “Aku sudah tahu semuanya, Azka.”
“Sudah tahu semuanya?” Azka mengerutkan keningnya
“Iya.” Sani menganggukkan kepalanya, “Keenan
memberitahuku semuanya tentang kisah pertunanganmu dengan Celia. Dia
meluruskan semua kesalahpahaman.”
Itu adalah salah satu hal yang tidak pernah
terpikirkan oleh Azka. Keenan memberitahu Sani? Semuanya? Apa maksud
Keenan? Selama ini Azka masih menyimpan kecurigaan dan mengira bahwa
Keenan juga menyukai Sani. Tetapi dengan memberitahu Sani dan meluruskan
semua kesalahpahaman, bukankah Keenan sama saja membantu Azka?
“Apa yang Keenan beritahukan kepadamu?”
“Semuanya.” Sani menatap Azka dengan lembut, merasa
tidak tega ketika menemukan kepedihan di mata itu. Dia yang
menyebabkannya. Kemarahannya waktu itu, ketika dia tidak mau menerima
penjelasan Azka telah membuat lelaki itu menderita.
You’ve Got Me From Hello 109
“Dan apakah dia mengatakan bahwa aku tidak mencintai Celia sama sekali?” suara Azka menjadi serak.
Sani menganggukkan kepalanya, “Maafkan aku Azka atas
semua kesalahpahamanku kepadamu. Aku mengataimu lelaki jahat, aku
menganggapmu sama brengseknya dengan Jeremy.
Ternyata kau hanyalah lelaki yang terlalu baik hati.”
Azka mengernyit pedih. “Dan kebaikan hatiku ternyata
membuatku tersiksa. Dulu aku mengira bisa menjalaninya bersama Celia.
Toh pada awalnya aku mencintainya, aku pikir aku bisa menerima dan
memaafkan... Tetapi kemudian seperti katamu, mudah memang untuk
memaafkan, tetapi sulit untuk melupakan...” Azka mendesah, “Setiap
melihat Celia aku merasa muak, membayangkan harus menjalani hidupku
bersamanya membuatku sangat tersiksa... Tapi janji sudah diucapkan dan
harus ditepati, aku bertekad untuk menjalankannya.” Mata Azka menatap
Sani dalam-dalam, “Sampai akhirnya aku bertemu denganmu.”
Sani membalas tatapan Azka dan membiarkan lelaki itu meraih jemarinya dengan lembut,
Azka lalu melanjutkan. “Aku tidak pernah menyapa
pelanggan manapun sebelumnya, apalagi seorang perempuan, sama sekali
tidak pernah... Tapi kau membuatku tidak bisa menahan diri, kau dengan
tubuh mungilmu dan ekspresi seriusmu ketika menghadap laptop membuatku
melupakan semua aturanku. Aku menyapamu dan kau membalas sapaanku.” Azka
menatap Sani dengan penuh cinta, “Detik itu juga, ketika kau
mengucapkan ‘hello’ kepadaku, kau sudah memiliki hatiku.”
Sebuah pernyataan yang sangat indah. Mata Sani tiba-
tiba terasa panas. Lelaki ini sungguh tak disangka telah menumbuhkan
cinta yang begitu dalam dan tulus kepadanya.
“Maafkan aku karena tidak mempercayaimu.” Bisik Sani
lemah.
Azka mengangkat bahunya, “Situasinya seperti itu, aku tidak menyalahkanmu. Aku sendiri juga salah, tidak
110 Santhy Agatha
menceritakan keadaanku dari awal padamu. Aku pikir aku bisa melepaskan diri dari masalah ini.”
“Melepaskan diri?”
“Ya. Aku sedang berencana melepaskan diri dari
Celia.” Azka tampak malu, “Rupanya aku tidak sebertanggungjawab yang kau
kira. Ketika aku jatuh cinta, aku rela melakukan apapun demi memiliki
kekasihku.” Azka tersenyum sedih, “Kau mungkin merasa aku lelaki yang
rendah.”
Bicara tentang Celia membuat Sani teringat akan kata- kata Keenan, wajahnya berubah serius,
“Keenan.. dia melakukan sesuatu untuk melepaskanmu dari Celia.”
Azka tampak terkejut, “Melakukan apa?”
“Dia bercerita bahwa sebenarnya yang diincar Celia adalah dirinya.”
“Ah ya.” Azka tersenyum, “Celia mengejarnya setengah
mati, tetapi kau tahu Keenan. Dia tidak serius menanggapi Celia, hingga
Celia berpindah padaku. Aku waktu itu kesepian, masih memendam kesedihan
karena harus meninggalkan sekolah kokiku. Dan Celia menghujaniku dengan
perhatiannya, pada akhirnya aku menerima bahwa dia adalah wanita yang
akan berada di sisiku.”
“Keenan menceritakan pengkhianatan Celia kepadaku.”
Gumam Sani dengan wajah prihatin.
“Ya. Itu juga.” Wajah Azka tampak serius, “Karena
itulah aku memahami penderitaanmu. Bagaimana sakitnya ketika kita
dikhianati oleh orang yang kita percayai. Aku paham sekali bagaimana
rasanya, tetapi mungkin aku tidak sesakit dirimu karena pada akhirnya
aku menyadari bahwa aku tidak mencintai Celia sedalam itu. Dan kurasa
Celia juga tidak mencintaiku, mungkin aku hanyalah pelariannya dari
Keenan.”
“Keenan mengetahui itu Azka, dan dia sudah bertekad untuk melepaskan Celia dari dirimu. Dia mendatangi Celia dan melamarnya.”
You’ve Got Me From Hello 111
“Apa?” Azka terperanjat, menatap Sani dengan kaget, “Apa katamu?”
“Keenan merasa bahwa ini adalah waktunya dia yang
bertanggung jawab untukmu. Dia berkata bahwa dia sudah begitu egois
selama ini, dan membiarkanmu menanggung semuanya.”
“Keenan mengatakan itu kepadamu?” Azka sungguh tidak
menyangka Keenan yang begitu tidak peduli kepada apapun mau melakukan
ini untuknya.
“Ya Azka. Dan Celia menerima lamaran Keenan, dia akan membatalkan pertunangannya denganmu.”
“Oh Astaga.” Azka tidak tahu bagaimana perasaannya.
Di sisi lain dia merasa sangat lega karena bisa melepaskan diri dari
Celia. Tetapi di sisi lain perasaan bersalah yang amat dalam memukulnya
karena itu berarti dia membuat Keenan yang terjebak bersama Celia
selamanya, berakhir bersama orang yang tidak dia cintai. Keenan akan
sangat tersiksa, dan Azka tidak mungkin membiarkan Keenan menanggung
semuanya.
⧫⧫⧫
Azka mengetuk pintu apartemen Keenan dengan keras,
dan butuh sepuluh menit dia menunggu sampai Keenan membuka pintunya.
Adiknya itu tampaknya baru terbangun dari tidurnya,
“Ada apa kakak? Kenapa kau kemari tengah malam?”
Keenan mengangkat alisnya dan meminggirkan tubuhnya, memberi jalan Azka untuk masuk.
Azka melangkah masuk lalu berdiri di tengah ruangan dan menatap Keenan dengan tajam.
“Aku sudah mendengarnya dari Sani, kau melamar
Celia.”
Tidak ada ekspresi apapun di wajah Keenan, “Oh. Ya
kakak, maafkan aku belum memberitahumu. Tetapi aku dan Celia berencana
untuk datang ke kantormu besok pagi dan mengatakan semuanya.”
112 Santhy Agatha
“Jangan berbuat bodoh demi diriku, Keenan.” Azka
bergumam pelan, ada kesedihan dan kesakitan di wajahnya, “Aku tahu kau
sama sekali tidak mencintai Celia, kau akan menyiksa dirimu seperti yang
kulakukan selama ini. Jangan lakukan Keenan, Jangan lakukan demi
diriku.”
Keenan tersenyum, lalu menepuk pundak kakaknya,
“Jangan memohon kepadaku seperti itu kak. Aku tahu
kau melakukan segalanya untuk memikul tanggung jawab atas diriku, dan
kurasa kini saatnya aku yang membalas budi.”
“Kau adikku, dan aku tidak mungkin menjerumuskanmu dalam penderitaan seperti ini.” Sela Azka keras.
Keenan mengangkat bahunya, “Dan kau kakakku, aku
tidak akan rela kau kehilangan cinta sejatimu hanya karena sebuah
tanggung jawab.”
Azka kehabisan kata-kata mendengar kata-kata
Keenan. Dia tersentuh. Selama ini dia mengira Keenan egois, berniat
menjalani hidup sesukanya dan tidak memikirkan orang lain. Adiknya ini
ternyata sangat menyayanginya.
“Meskipun aku berterima kasih, aku tetap tidak akan membiarkan kau berakhir dengan Celia.” Gumam Azka akhirnya.
Keenan menatap Azka dengan bingung, “Tidak ada cara lain kakak, inilah satu-satunya cara. Pulanglah, milikilah Sani, dan berbahagialah. Dan aku akan berusaha menjalankan peranku dengan sebaik-baiknya. Kalau dipikir-pikir Celia tidak terlalu buruk.” Gumam Keenan sambil tersenyum masam.
Azka menggelengkan kepalanya, “Kau tidak tahu, aku merencanakan menjauhkan Celia dengan menggunakan Eric.”
“Eric? Sahabatmu dari sekolah memasak itu?”
“Ya. Eric yang itu, aku menyuruhnya untuk mendekati
Celia dan merayunya dengan segala pesonanya.” Pipi Azka tampak merona,
sedikit malu, “Yah, memang aku menggunakan cara pengecut di sini,
menusuk Celia dari belakang. Tetapi cara ini juga bisa menjadi bukti
untukku apakah Celia benar-benar setia dan mencintaiku. Dia pernah mengkhianatiku sekali, dan
You’ve Got Me From Hello 113
aku ingin melihat, jika ada kesempatan, akankah dia mengkhianatiku lagi?”
“Dan ternyata?” Keenan bertanya meskipun sepertinya dia sudah tahu jawabannya.
“Dan dia mengkhianatiku, dia menjalin hubungan dengan
Eric, bahkan Eric bilang Celia tidak menolak ketika dia menciumnya.
Celia mengira aku tidak tahu karena itu dia tetap memaksa melanjutkan
pernikahan ini sambil terus mengungkit rasa tanggung jawabku.”
“Dasar perempuan jalang.” Keenan mengumpat kasar,
lalu mengangkat bahunya meminta maaf ketika Azka melemparkan pandangan
memperingatkan kepadanya,
“Maafkan aku kak, aku sudah sejak awal tidak
menyukainya, apalagi ketika pada awalnya dia mengejarku, lalu
mengejarmu, dan kemudian mengkhianatimu.”
Azka tersenyum lembut, “Dan kau dengan sukarela mau mengorbankan hidupmu untuk berakhir dengannya, hanya demi kakakmu ini.”
“Bukan ‘hanya’. Kaulah satu-satunya keluargaku yang tersisa di dunia ini. Aku akan melakukan apapun untuk membuatmu bahagia.” Gumam Keenan pelan.
Mata Azka berkaca-kaca, “Dan aku akan melakukan semuanya juga, untuk membuatmu bahagia, Keenan.”
Kedua kakak beradik itu berpelukan dengan penuh
perasaan, lalu Azka melepaskan pelukannya dengan canggung, karena sudah
lama sekali dia tidak memeluk adiknya. Dia mengangkat alisnya dan
menatap Keenan ingin tahu,
“Tantangan untuk memperebutkan Sani dulu itu, kau sengaja ya?”
Keenan terkekeh, “Aku hanya ingin sedikit mendorongmu.”
“Sudah kuduga.” Azka mencibir, “Walaupun aku sempat sangat marah padamu, kau pandai sekali berakting.”
“Dan kau sangat pencemburu, aku hampir tidak kuat
untuk menyembunyikan tawa geliku waktu melihatmu marah dan mulai
mengancamku.” Keenan akhirnya tertawa.
114 Santhy Agatha
Azka tersenyum malu, “Lakukan semua seperti rencanamu Keenan, kurasa aku akan menggunakan Eric untuk menyelamatkanmu.”
“Bagaimana caranya?” Keenan menatap Azka bingung.
“Kita akan menemukan cara.” Azka menghela napas
panjang. Dia harus menemukan cara, karena dia tidak mungkin tega
membiarkan Keenan menanggung semuanya untuknya.
⧫⧫⧫
“Keenan mengorbankan diri untukmu? Sungguh tidak terduga,” Eric terkekeh, “Bersyukurlah Azka berarti kau sangat disayangi.”
Azka melemparkan pandangan serius kepada Eric,
“Tetapi aku masih membutuhkanmu untuk menyelamatkan
Keenan, bagaimana hubunganmu dengan Celia akhir-akhir ini?”
Wajah Eric tampak masam, “Dia menghindariku akhir-
akhir ini, kurasa dia mulai serius dengan Keenan.” Eric mengangkat
alisnya menatap Azka, “Sepertinya kali ini dia sungguh-sungguh ingin memiliki Keenan.”
Gawat. Azka menghela napas panjang, kalau begini
caranya, rencananya untuk menggunakan Eric sebagai senjata tidak dapat
digunakan.
“Tetapi aku punya satu pemikiran untukmu.” Eric
bergumam misterius, membuat Azka langsung memperhatikaannya. “Pemikiran
yang mungkin harus kau selidiki Azka, karena kupikir Celia membohongi
kalian semua.”
“Membohongi kami?” Azka mengernyitkan keningnya, “Apa maksudmu?”
“Aku punya seorang nenek yang sudah tua di panti
jompo, dia tidak dapat berjalan dan harus berada di kursi roda. Beliau
hidup bersama kami di rumah keluarga kami dan aku menghabiskan banyak
waktuku untuk merawatnya.” Eric memajukan tubuhnya, “Dari pengalamanku
itu, sepatu atau sandal yang dipakai oleh orang yang lumpuh biasanya
solnya masih bagus seperti baru, karena sama sekali tidak pernah
dipakai. Tetapi... kau tahu aku sering berkunjung ke tempat Celia, dan
dia memakai sandal rumahnya di dalam... aku
You’ve Got Me From Hello 115
beberapa kali menggendongnya dan membantunya
berpindah tempat. Dan aku sempat melihat, sol sandalnya sudah tidak
seperti baru lagi dan sedikit aus... seperti sering dipakai berjalan-jalan.”
Azka tertegun, pemikiran itu sama sekali tidak pernah
terbersit olehnya. Dia mendengar sendiri diagnosa dari dokter rumah
sakit bahwa Celia akan lumpuh selamanya. Dan dia mempercayainya sampai
saat ini. Tetapi mungkinkah Celia membohonginya? Batinnya langsung
mengiyakan, yah, mungkin sekali Celia membohonginya, kelumpuhan itu
adalah satu-satunya pengikat rasa tanggung jawab Azka terhadap Celia. Dan jika Celia tidak lumpuh lagi, sudah pasti Azka akan meninggalkannya.
“Mungkin kau bisa menghubungi dokter pribadi Celia dan meminta informasi.” Eric bergumam memberi usul.
Azka sudah pasti akan melakukannya, dan jika sampai
dokter itu berbohong, dia pasti akan menyesalinya. Azka akan melakukan
segala cara untuk mendapatkan kebenaran.
⧫⧫⧫
Untunglah ketika resepsionisnya mengabarkan bahwa
Keenan datang mengunjunginya bersama Celia, Eric sudah meninggalkan
kantor itu. Kalau tidak semuanya akan berubah menjadi drama yang buruk
di antara mereka.
Azka mempersilahkan dua orang itu masuk, berakting sebaik-baiknya seolah-olah dia tidak tahu apa-apa.
“Hai kakak.” Keenan masuk sambil mendorong kursi roda Celia, sempat-sempatnya dia mengedipkan mata kepada Azka, membuat Azka tersenyum masam.
“Hai Keenan.” Azka menatap Keenan dan Celia
bergantian, “Kau tidak bilang akan kemari, Celia, dan sungguh tidak
disangka aku melihat kalian berdua datang bersama. Apakah kalian memang
datang bersama, atau kalian bertemu di depan?”
“Kami memang datang bersama, Azka.” Celia tampak
gugup, Azka tampak begitu mendominasi di ruangan kantornya yang formal
ini, dan tiba-tiba Celia merasa takut. Dia sudah
116 Santhy Agatha
pernah mengkhianati Azka sekali dan dia melakukannya
lagi, bahkan kali ini dengan adik kembar Azka sendiri. Tetapi Keenan
sudah meyakinkannya bahwa Azka tidak akan marah, karena dia tahu pasti
bahwa Azka tidak mencintainya. Dan lagipula, Celia berpikir bahwa dia
berhak memiliki cinta sejatinya. Keenanlah cinta sejatinya, lelaki yang
sangat diimpikannya sejak dulu, dan sekarang ketika akhirnya bisa
memiliki Keenan di tangannya, Celia tidak akan pernah melepaskannya.
“Kami datang untuk mengatakan sesuatu kepadamu. Dan
kami harap kau tidak marah.” Keenanlah yang angkat bicara, lalu dia
meremas pundak Celia dengan lembut dan menenangkan Celia. “Katakan
kepada Azka, Celia.”
Azka menatap Celia dan Keenan berganti-ganti,
“Mengatakan apa?”
Celia meletakkan kotak cincin di meja di dekat Azka,
dia merasa mantap sekarang. “Aku ingin mengembalikan cincin pertunangan
ini.” Gumamnya.
Azka mengangkat alisnya, “Mengembalikan cincin pertunangan? Apa maksudmu, Celia?”
Celia melirik ke arah Keenan dan tersenyum ketika
melihat Keenan menatapnya penuh cinta dan memberi semangat, “Aku tidak
mencintaimu Azka, kurasa aku tidak pernah mencintaimu. Ketika Keenan
melamarku, aku baru sadar bahwa selama ini aku hanya menganggapmu
sebagai pengganti Keenan.”
Kurang Ajar. Meskipun sudah
tahu, tetap saja Azka tidak bisa menahan diri untuk mengumpat dalam
hatinya. Celia menganggapnya sebagai pengganti tetapi dia dengan
egoisnya menahan Azka untuk dimilikinya. Bahkan Celia bertekad membawa
hubungan mereka ke pernikahan. Wanita ini memang egois dan licik...
sangat licik dan Azka harus berhati- hati menghadapinya. Dia harus
memikirkan informasi Eric tadi dengan baik dan bertindak dengan hati-hati pula. Kalau memang yang dikatakan Eric benar, itu akan menjadi senjata besar untuk menyelamatkan Keenan.
You’ve Got Me From Hello 117
“Kau melamar Celia?” Azka berpura-pura terkejut, menatap Keenan yang tampaknya berusaha menyembunyikan senyum gelinya,
“Aku melamarnya kak. Karena aku tahu kau tidak
mencintainya, dan Celia tidak mencintaimu. Celia mencintaiku dan aku
pikir dia berhak untuk bahagia bersamaku.”
“Aku sangat mencintai Keenan, Azka. Aku harap kau
mengerti.” Celia menyela dengan bersemangat, “Aku ingin menikah dengan
Keenan dan hidup bersamanya selamanya.”
Azka tidak melewatkan ekspresi muak yang sempat terlintas di wajah Keenan, tetapi kemudian adiknya itu menutupinya dengan baik.
“Well kurasa kalian berdua serius, aku bisa berbuat apa?” Azka mengangkat bahunya, “Kurasa aku harus mengucapkan selamat.”
Celia hampir memekik kegirangan karena jawaban Azka itu. Dia lalu mendongak dan menatap Keenan dengan senyuman penuh kemenangan.
⧫⧫⧫
“Jadi begitu ceritanya.” Azka bergumam lembut kepada
Sani. Mereka sedang berpelukan di sofa apartemen
Sani, setelah memakan makan malam yang khusus dimasakkan Azka untuk
Sani. Setelah itu mereka melewatkan malam dengan bersantai dan menonton
TV. Azka bercerita panjang lebar tentang pertemuannya dengan Keenan,
pertemuannya dengan Eric, dan kedatangan Keenan bersama Celia ke
tempatnya untuk mengembalikan cincin pertunangannya.
Azka menunduk lalu mengecup dahi Sani yang meringkuk
di dalam pelukannya dengan lembut, “Aku lelaki bebas sekarang Sani,
Lelaki bebas yang bisa kau miliki.”
Sani menenggelamkan tubuhnya di dada Azka yang bidang dan memeluknya semakin erat,
“Aku senang bisa memilikimu, aku bahagia Azka.”
“Aku akan selalu menjadi milikmu Sani, sekarang ataupun nanti.” Azka mendongakkan dagu Sani, lalu mengecup
118 Santhy Agatha
bibirnya dengan lembut dan intens. “Dan semua impian
kita akan terwujud, kau akan menjadi perempuan pertama yang kupuja
dipagi hari ketika aku membuka mataku, dan menjadi yang terakhir kupeluk
di malam hari ketika aku beranjak tidur.”
“Kau sangat romantis.” Sani terkekeh ketika Azka melepaskan kecupannya, “Dan aku suka.”
Azka tertawa, “Aku tidak pernah seperti ini dengan
perempuan manapun. Kau tahu... semua orang menganggapku kaku.” Azka
tersenyum malu, “Bahkan kadang aku merasa iri kepada Keenan yang dengan
mudahnya mengeluarkan kata- kata puitis untuk merayu seseorang.”
Sani tertawa, “Kau cukup puitis untukku kok.” Dia
memeluk Azka dengan manja, lalu teringat sesuatu dan dahinya berkerut,
“Jadi, apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Azka?”
“Mengenai Celia?” Azka mengangkat bahunya, “Well aku
menganggap info dari Eric perlu ditindaklanjuti. Aku sudah menceritakan
kepada Keenan dan dia setuju untuk bersama- sama menemui dokter pribadi
Celia besok.”
“Kalau Celia memang berbohong, berarti dokter pribadi
Celia ikut membantunya membohongimu.” Gumam Sani merenung.
Azka mendesah, “Mau bagaimana lagi, dokter itu adalah dokter pribadi Celia selama bertahun-tahun.
Dia adalah sahabat dekat kedua orang tua Celia, mungkin persahabatannya
itulah yang menjadi alasan utamanya membantu menutupi kebohongan Celia.
Tetapi bagaimanapun juga, aku dan Keenan akan membuatnya bicara.”
⧫⧫⧫
“Dari awal saya sebenarnya sudah tidak setuju dengan
kebohongan ini.” Tanpa diduga dokter pribadi keluarga Celia langsung
mengungkapkan semuanya tanpa menutupi apapun.
“Tetapi ayah Celia memohon kepada saya, dia meminta
saya tidak memberitahukan kepada anda, bahwa Celia sudah bisa
berjalan... Dia menangis dan mengatakan bahwa Celia akan bunuh diri
kalau sampai anda meninggalkannya.” Dokter itu mengangkat bahunya dengan
menyesal. “Saya minta maaf atas
You’ve Got Me From Hello 119
kebohongan ini, saya memang bersalah. Tetapi pada
waktu itu, saya memandang Celia seperti putri saya, dan saya tidak tega
menghancurkan hidupnya.”
Keenan dan Azka saling melempar pandangan. Sekarang semua sudah jelas, Celia selama ini membohongi mereka dengan berpura-pura lumpuh.
Mereka bisa saja membawa semua bukti ini ke depan
Celia, melemparnya ke mukanya, dan membuatnya malu. Tetapi itu tidak
akan membuat Celia menyesal. Itu tidak akan membuat Celia membayar
setimpal kebohongan yang telah dengan tega dilakukannya dengan kejam.
⧫⧫⧫
Keenan menjemput Celia untuk makan malam bersama,
Celia sudah berdandan secantik mungkin dan menunggu di kursi rodanya.
Mereka kemudian melanjutkan perjalanan, dan di mobil Celia menoleh
kepada Keenan dengan tatapan manja,
“Memangnya kita mau kemana Keenan?” tanyanya
mesra.
Keenan tersenyum, matanya mengarah ke jalan di
depannya, wajahnya tidak terbaca, “Kita akan makan di salah satu cafe
milik Azka, kau tidak keberatan kan? Makanan di cafe itu sangat enak dan
suasananya romantis.”
“Apakah Azka akan ada di sana?" Celia mengeryitkan
keningnya. Pasti suasana makan malam yang romantis akan rusak kalau Azka
ada di sana.
Keenan melirik sedikit dan tersenyum, “Cafe itu miliknya, mungkin saja dia akan ada di sana, mungkin juga tidak.”
⧫⧫⧫
Mereka lalu memasuki Garden Cafe itu, sebuah cafe
yang indah dengan pepohonan hijau yang memenuhi sekelilingnya.
Dindingnya dibatasi oleh kaca bening yang menampilkan pemandangan taman
yang luar biasa indahnya. Cafe itu cukup bagus, meskipun Celia sedikit
kecewa.
120 Santhy Agatha
Bukankah keluarga Azka dan Keenan memiliki banyak
rumah makan bintang lima? Kenapa Keenan malah mengajaknya merayakan
pertunangan mereka di cafe biasa seperti ini? Padahal dia sudah memakai
gaun terbagusnya dan berdandan semewah mungkin karena mengira Keenan
akan membawanya makan malam di hotel yang mewah. Celia mengenakan gaun
berwarna putih dengan hiasan renda keemasan di kerah dan lengannya. Gaun
ini sangat mahal, pesanan khusus, tetapi tentu saja gaun ini sangat
pantas dipakai di perayaan pertunangannya dengan Keenan. Celia melirik
cincin di tangannya dengan bahagia.
Cafe itu cukup ramai, kelihatan dari luar. Beberapa orang memilih duduk-duduk bergerombol dan bercakap-cakap.
Beberapa orang duduk dan menikmati minumannya di bar yang kelihatan
dari kaca yang bening. Setelah membantunya turun dari mobil dan duduk di
kursi rodanya, Keenan mendorong kursi roda Celia dengan hati-hati memasuki cafe.
Mereka memilih meja di sudut yang sepi, Keenan
menyingkirkan kursi dan mengatur kursi roda Celia supaya pas di sana.
Dan Albertlah yang melangkah mendekati mereka.
“Selamat malam Tuan Keenan, makan malam istimewa yang
tuan minta sudah disiapkan.” Dengan sopan Albert menyalakan lilin di
tengah meja, menampilkan cahaya temaram yang indah dan sangat romantis.
Pipi Celia memerah karena bahagia dan dia menatap Keenan dengan penuh
cinta.
“Kau menyiapkan makan malam istimewa untukku?” bisiknya mesra.
Keenan tersenyum misterius, “Tentu saja sayang, dan aku harap kau akan menyukai setiap detiknya.”
Makan malam berlangsung romantis dan nikmat, meskipun
Keenan tampaknya tidak banyak bicara. Ketika saat terakhir, Keenan
menawarkan kepada Celia,
“Kau mau kopi untuk penutup?”
“Apa?” sebenarnya Celia sudah kenyang, dan dia tidak menginginkan kopi, karena kopi membuatnya susah tidur di
You’ve Got Me From Hello 121
malam hari. Tetapi Keenan tampaknya punya maksud tersendiri.
“Malam kita tidak hanya akan berakhir di makan malam
ini Celia, aku punya rencana supaya kita menghabiskan malam di rumahku.”
Keenan mengedipkan matanya, “Dan itu bukan untuk tidur. Jadi kurasa kau
butuh kopi.”
Pipi Celia memerah ketika memahami maksud Keenan. Dia
dan Keenan akan bermesraan, batinnya bersemangat. Memang Keenan berbeda
dengan Azka, Azka sangat dingin. Jangankan bermesraan, lelaki itu
jarang menyentuhnya kecuali hanya memegangnya lembut, atau memberinya
kecupan di dahi. Padahal Celia sangat haus akan perhatian laki-laki.
Karena itulah dia tidak menolak perhatian yang dilimpahkan Eric
kepadanya. Bahkan ketika Eric menciumnya dulu, Celia tidak menolak dan
malahan menikmatinya. Sayangnya Eric masih kalah kalau dibandingkan
dengan Keenan, Celia akhirnya memilih menjauhi Eric karena tidak mau
lelaki itu menjadi penghalang hubungannya dengan Keenan.
“Kurasa aku mau secangkir kopi.” Gumamnya malu-
malu.
Keenan terkekeh, lalu memberi isyarat kepada Albert,
“Dua cangkir kopi.” Gumamnya sambil mengedipkan mata, Albert
menganggukkan kepalanya dan melangkah pergi.
Tak lama kemudian Albert datang membawa nampan berisi dua cangkir kopi yang masih mengepul panas.
“Hmm kopi ini aromanya nikmat, Albert dan sangat
panas, aku yakin aku akan menikmatinya.” Keenan bergumam ketika Albert
mendekat, sementara itu Albert tertawa menanggapinya. Sayangnya karena
tertawa dan terlalu memperhatikan Keenan, nampan di piringnya oleng dan
gelas kopinya jatuh miring tumpah ke samping ke arah Celia,
Keenan langsung berteriak memperingatkan, “Celia! Menyingkir, kopinya sangat panas!” serunya.
Dan dengan gerakan refleks Celia menyingkir, menghela
napas panjang karena lega ketika cairan kopi yang mengepul panas itu
tidak mengenai dan melukainya, dia
122 Santhy Agatha
bergidikmembayangkan luka bakar yang akan dideritanya kalau terkena cairan panas itu. Untunglah gerakan refleknya cukup bagus.
Celia menoleh untuk tersenyum lega kepada Keenan,
ketika menyadari bahwa Keenan dan Albert sedang tertegun dan menatapnya
dengan tajam.
Celia menundukkan kepalanya dan kemudian menyadari bahwa dia sudah berbuat kesalahan yang luar biasa fatal...
Karena dia terlalu panik menghindari kopi panas itu, tanpa sadar dia sudah melompat berdiri dari kursi rodanya.
“Aku bisa menjelaskan..." Celia berseru panik ketika
melihat ekspresi jijik muncul di wajah Keenan. Bahkan pelayan setengah
baya sialan yang tidak bisa memegang nampan dengan benar itupun ikut
memandanginya dengan mencela.
“Menjelaskan apa Celia? Bahwa kau selama ini membohongi kami? Membohongi Azka, aku dan semua orang?’
“Bukan begitu....” Celia meninggikan suaranya,
keringat dingin muncul di keningnya. Dia gugup dan ketakutan, tidak
menyangka bahwa pada akhirnya dia akan ketahuan, “Aku melakukannya
karena aku mencintaimu Keenan, aku mencintaimu, bukankah kau juga
mencintaiku?”
Keenan bersedekap, menatap Celia dengan dingin,
“Karena mencintaiku? Aku tidak percaya.” Lelaki itu
menggelengkan kepalanya dengan jijik, “Kau melakukan kebohongan ini
ketika kau masih bersama Azka. Jelas sekali bahwa kau berpura-pura lumpuh bukan karena mencintaiku, tetapi karena keegoisanmu ingin memanfaatkan rasa bersalah
Azka, karena obsesimu untuk memiliki Azka.”
“Ya. Aku memang melakukannya!” Celia berteriak dengan
frustrasi karena dia sudah kepalang basah, “Tetapi itu semua sudah
tidak penting lagi. Kau mencintaiku dan aku mencintaimu. Tidakkah ini
membuatmu bahagia? Aku yang bisa berjalan disisimu dan membuatmu bangga?
Kita saling mencintai bukan, Keenan?” Celia mulai gemetaran, “Kita akan
menikah dan berbahagia kan Keenan? Aku akan memilikimu, bukan?”
You’ve Got Me From Hello 123
Keenan mencibir, “Kau hanya bisa memilikiku dalam
mimpimu Celia.” Lalu lelaki itu melemparkan bom kejam itu kepada Celia,
“Aku sama sekali tidak pernah mencintaimu. Aku melamarmu dan sebagainya
karena ingin melepaskan Azka dari cengkeraman perempuan licik sepertimu.
Kakakku itu terlalu baik hati untuk menyingkirkanmu secara langsung dan
kau memanfaatkan kebaikan hatinya tanpa tahu malu. Sekarang kau harus
menyingkir dari kehidupan kami, Celia.”
Airmata meleleh dari wajah Celia, dia menatap Keenan
dengan shock dan sedih, “Kau tidak akan melakukannya kepadaku kan
Keenan? Aku mencintaimu!!”
Keenan memalingkan mukanya dan berdiri, “Pergilah
Celia sebelum aku marah dan lebih mempermalukanmu
lagi. Kau dan keluargamu telah menipu kami. Aku dan kakakku bisa saja
melakukan pembalasan kejam kepadamu dan keluargamu, tetapi kalau kau
menyingkir sekarang, kami tidak akan melakukannya.”
“Keenan....” Celia berusaha memanggil dan memohon, tetapi wajah Keenan tampak dingin dan penuh kebencian.
“Supir di luar akan mengantarmu pulang, kau bisa
mendorong kursi roda itu sendiri bukan?” Lelaki itu melirik Celia dengan
tatapan merendahkan. “Dan omong-omong, cincin itu bisa kau tinggalkan sebelum pergi.”
Lalu Keenan melenggang pergi, meninggalkan Celia yang berdiri dan menangis histeris memanggil-manggil namanya.
⧫⧫⧫
Azka berada di ruangan kerjanya yang berdinding kaca,
mengamati semua kejadian itu. Ketika akhirnya Celia pergi ke luar
dengan di antar Albert yang membantu mendorong kursi rodanya, menuju
sopir dan mobil yang sudah menunggu, Azka memejamkan matanya dengan
lega.
Selesailah sudah.
Tubuhnya menegang selama mengawasi Keenan datang dan
mengajak Celia makan malam. Dia takut rencana mereka tidak akan
berhasil, dia takut bahwa kopi itu akan menumpahi Celia yang memilih
tidak bergerak dari kursi rodanya dan
124 Santhy Agatha
melukainya. Mereka mengambil resiko yang cukup besar
dengan rencana ini. Dan itu semua sepadan. Celia sudah pergi dari
kehidupan mereka selamanya. Dia dengan rencana licik egoisnya sudah
tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mengganggu kehidupannya.
Azka melangkah mundur dan langsung menghubungi Sani.
Suara Sani yang menyahut lembut di seberang sana langsung menyejukkan
perasaanya.
“Hallo?”
Azka tersenyum, “Semua sudah selesai, Sayang. Aku akan segera kesana.”
⧫⧫⧫
Azka melihat Keenan yang sedang bercanda dengan Albert di bar ketika dia menuruni tangga. Dia mendekati mereka.
“Hai kak.” Senyum Keenan tampak lebar, “Kau melihatnya tadi?”
Azka menganggukkan kepalanya, “Terimakasih Keenan, kau membuat semuanya menjadi mudah untukku.”
“Aku akan mengirimkan tagihannya nanti.” Keenan
mengedipkan sebelah matanya menggoda, “Mungkin aku akan meminta makanan
gratis di sini setiap hari sebagai bayarannya.”
Azka melemparkan tatapan mata mencela, “Silahkan
kalau kau tidak tahu malu.” Lelaki itu lalu terkekeh, sebuah tawa yang
terdengar menyenangkan karena sekarang hatinya benar-benar ringan, “Aku akan ke tempat Sani.”
Keenan dan Albert saling bertukar pandang dan
tersenyum penuh arti ketika melihat Azka berjalan dengan sedikit tergesa
dan penuh kebahagiaan keluar dari cafe. Pundaknya tampak tegak tanpa
beban, seakan semua kesakitannya yang berat telah disingkirkan dari
dirinya.
⧫⧫⧫
You’ve Got Me From Hello 125
“Saat ini aku merasa begitu ringan.” Azka menatap Sani dan tersenyum lebar, “Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.”
Sani menatap kekasihnya yang tampak begitu bahagia
itu dengan terharu. Azka memang telah menanggung beban berat begitu
lama, karena menanggung beban demi kebahagiaan orang lain. Dan sekarang,
lelaki itu layak untuk bahagia. Sani berjanji dalam hati dia akan
membahagiakan Azka sebisanya. Sedapat mungkin untuk menebus segala beban
dan penderitaan yang selama ini ditanggung oleh Azka.
Dengan senang dia memeluk Azka yang langsung membalas
pelukannya dengan sayang. Lelaki itu mengecup dahinya dan menatapnya
lembut,
“Terimakasih Sani.” Bisiknya penuh cinta, “Untuk apa?’
“Karena muncul di hidupku dan mengubah segalanya
untukku. Kau membuatku berani melanggar semua prinsipku dan mengejar
kebahagiaanku. Kau memberiku kebahagiaan yang dulu bahkan tidak pernah
berani aku impikan.” Mata Azka berkaca-kaca, lelaki itu mengungkapkan perasaannya dengan sepenuh hatinya.
Mata Sani sendiri terasa panas, menyadari betapa besarnya cinta yang diberikan Azka kepadanya. Lelaki ini benar-benar
tulus kepadanya sejak awal, seorang lelaki yang dipenuhi kebaikan hati
yang luar biasa. Dan Sani memilikinya, mereka saling memiliki.
“Aku mencintaimu Azka.” Sani berbisik pelan, menutup
matanya yang penuh air mata, membiarkan kekasihnya itu mengecup sudut
matanya yang basah, lalu dahinya, lalu ujung hidungnya dan kemudian
bibirnya. Mereka berciuman dengan penuh cinta kemudian, bibir mereka
bertaut mencicipi kemanisan satu sama lain.
Ketika Azka mengangkat kepalanya dia menatap Sani dengan serius,
“Kurasa aku tidak ingin berlama-lama lagi,”
126 Santhy Agatha
Azka dengan penuh ingin tahu,
“Untuk menikah.” Lelaki itu mengeluarkan kotak cincin
di saku celananya dengan gugup, “Aku.. eh aku membelinya sejak
kemarin... “
Sani tertegun, kotak itu sudah pasti sebuah cincin,
dan itu berarti Azka melamarnya. Dia tidak menyangka Azka akan
melakukannya secepat itu. Tetapi apalagi yang perlu ditunggu? Mereka
sangat pas bersama, mereka saling melengkapi satu sama lain, dan mereka
sangat bahagia bersama.
Mata Sani kembali basah oleh air mata ketika Azka membuka kotak cincin itu dan berbisik parau kepada Sani,
“Maukah kau menikahiku sayang? Maukah kau menjadi
yang pertama kulihat ketika bangun di pagi hari, dan menjadi yang
terakhir kupeluk ketika aku menutup mata di malam hari?”
Tentu saja Sani mau, dia menganggukkan kepalanya, tidak mampu berkata-kata
karena perasaan bahagia yang membuncah memenuhi rongga dadanya. Sani
menganggukkan kepalanya sambil berurai air mata, dan Azka mengecup
dahinya dengan lembut,
Lelaki itu lalu memasangkan cincin itu di jari manis Sani dan memeluk kekasihnya erat-erat.
Rasanya tidak ada yang lebih membahagiakan daripada memeluk sang pujaan
hati dalam rengkuhan lengannya, menyadari bahwa mereka akan bersama
selamanya, menjelang hari demi hari sambil bergandengan tangan.
You’ve Got Me From Hello 127
“Kau menggenggam hatiku dari saat pertama, dan akan selalu begitu, selamanya.”
EPILOG
“Baiklah aku akan membantumu di perusahaan, tetapi bukan untuk pekerjaan kantoran. Aku akan melakukan hal-hal yang berhubungan dengan seni, seperti membantu dekorasi restoran dan kamar-kamar di hotelmu.” Gumam Keenan sambil membanting tubuhnya di sofa Azka.
Azka mencibir, “Kau bisa melakukannya sejak dulu, tetapi tidak kau lakukan. Kenapa baru sekarang?”
“Karena aku bosan.” Keenan merenung, “Hidup seperti
ini memang menyenangkan pada awalnya, tanpa beban, bisa berbuat semau
kita. Dan bahkan tidak melakukan apa-apa tetapi bisa tetap
hidup mewah.” Keenan terbahak, “Tetapi kemudian aku bosan, hidupku
terasa hampa, tidak ada tujuan yang bisa kucapai. Aku menjalani hidupku seolah-olah hanya untuk menghabiskan hari, dan tidak bermakna.”
“Hidupmu itu adalah hidup yang diimpikan banyak orang
lain, dan sekarang kau bosan.” Azka menggeleng- gelengkan kepalanya,
“Dasar manusia yang tidak pernah puas.”
Keenan tertawa lagi, sama sekali tidak merasa tersinggung oleh perkataan Azka yang ketus,
“Mau bagaimana lagi, setiap hari aku harus melihatmu
dan kemudian melihat diriku. Dan aku menyadari betapa tidak bermaknanya
hidupku.”
Azka terkekeh mendengar pengakuan Keenan, “Kenapa? Apa yang kau lihat dari hidupku?”
“Bahwa kau sangat bahagia.” Keenan tersenyum, “Bahwa
kau mempunyai tujuan hidup yang paling utama, membahagiakan Sani. Bahwa
kau merasa bahwa hidupmu begitu berarti sejak Sani ada di sisimu.”
128 Santhy Agatha
“Aku memang bahagia.” Azka tidak bisa menahan senyum
penuh cintanya ketika membayangkan Sani. Mereka akan menikah sebulan
lagi. Seminggu yang lalu Azka melamar Sani ke kedua orangtuanya, membuat
mereka terkejut dan bertanya-tanya. Tetapi bukan Azka
namanya kalau tidak bisa meyakinkan orang lain. Pada akhirnya dia
berakhir sebagaimenantu kesayangan dan kedua orang tua Sani begitu
senang karena dia membantu Sani menyembuhkan luka hatinya.
Dan Azka tidak suka pertunangan yang lama,
pertunangan yang lama hanya menunjukkan ketidaksiapan, keraguan, dan
ketidakyakinan. Ketika kita sudah menemukan pandangan sejiwa, saat itu
juga kita harus mengikat janji serius dengannya.Kalau saja boleh,
mungkin minggu ini juga Azka akan menikahi Sani, mengikuti dorongan
hatinya. Tetapi mereka tidak bisa melakukannya, karena mereka hidup di
dalam masyarakat bukan di dunia mereka sendiri. Selain itu Azka ingin
menghormati Sani dalam pernikahan yang layak dan indah.
Persiapan persta sudah dilakukan, semua akan siap dan sempurna satu bulan lagi, di tanggal yang sudah ditetapkan.
“Aku berusaha mencari bahagia sepertimu di dalam
diriku, tetapi yang kurasakan hanya kehampaan.” Keenan mencetuskan
pikirannya, membuat Azka tergugah dari lamunannya.
Azka menatap Keenan dengan serius, “Kau hanya perlu
menemukan seorang perempuan dan jatuh cinta kepadanya untuk mengalami
seperti aku.”
“Sayangnya aku belum seberuntung dirimu.” Keenan
mengangkat bahunya, “Karena itulah aku ingin bekerja, membantumu di
perusahaan. Setidaknya aku bisa mengisi kekosongan dalam hidupku.”
Azka menepuk pundak adiknya dengan sayang,
“Perusahaan ini sudah lama menunggumu untuk bergabung di sini. Kau diterima dengan tangan terbuka di sini.”
⧫⧫⧫
You’ve Got Me From Hello 129
Mereka duduk bersama di cafe itu dengan Sani menatap laptopnya. Perempuan itu mengernyit dengan serius ketika mengetikkan kata-kata di sana. Membuat Azka yang bertopang dagu menatapnya terkekeh geli,
“Apakah kau selalu seperti itu ketika mengetik cerita? Lupa akan segalanya?”
Sani mengalihkan pandangan dari laptopnya dan menatap
Azka dengan tatapan mata bersalah, “Oh.. astaga.. maafkan aku. Aku
mengabaikanmu ya?”
Azka menggelengkan kepalanya, tersenyum lembut, “Tidak apa-apa, aku senang duduk di sini dan menatapmu.”
Sani cemberut menatap Azka, “Memangnya kau tidak punya pekerjaan lain ya?”
Azka terkekeh, “Pekerjaan yang paling nikmat di dunia
adalah mengamatimu.” Ekspresi lelaki itu berubah merenung, “Aku ingin
mengakui sesuatu kepadamu.”
Ada rahasia lagi? Tiba-tiba jantung Sani berdebar, berharap bahwa apapun itu yang diakui Azka kepadanya adalah sesuatu yang baik.
“Tentang Jeremy.” Azka menatapnya dengan menyesal.
Ada apa dengan Jeremy? Sani
merenung, nama itu sudah hampir dilupakannya. Bahkan dia sudah bisa
mengenang Jeremy dengan senyum samarnya, menganggap Jeremy hanyalah
salah satu kesalahan di masa lalunya, yang membuatnya belajar untuk
mengobati diri dan menjadi lebih dewasa.
Azka menghela napas panjang, “Kau pasti ingat kan
bahwa Jeremy dipindahkan pekerjaannya ke tempat yang jauh sehingga dia
tidak bisa mengganggumu lagi?”
Sani mengangguk dan mengernyitkan keningnya. Dia
memang pernah bercerita kepada Azka bahwa Jeremy sudah tidak bisa
mengganggunya lagi.
“Well.” Azka menatapnya
penuh penyesalan, “Semua itu terjadi atas campur tanganku, aku
mendapatkan informasi bahwa Jeremy ternyata bekerja di salah satu anak
cabangku.
130 Santhy Agatha
Jadi aku memangil GM-ku di sana dan memintanya memberikan Jeremy promosi yang bagus sehingga dia tidak sadar bahwa dia
‘dibuang menjauh’ dengan halus.”
Sani ternganga, Azka ada dibalik semua hal itu?
“Kau melakukan semua itu?” Sani menatap Azka
menyadari bahwa lelaki itu tampak malu, dan dia kemudian tertawa geli,
“Terimakasih Azka.”
“Kau tidak marah kepadaku?” Tanya Azka pelan.
Sani menggelengkan kepalanya, “Kenapa aku harus marah
kepadamu? Kau membuat hidupku lebih mudah dengan menyingkirkan Jeremy
jauh dari sini. Sungguh Azka, kau adalah penyelamat hidupku.”
Azka terkekeh pelan merasa senang, kemudian dia
menatap Sani dengan mesra, “Dan kau juga penyelamat hidupku, Sani.”
Jemarinya meraih jari Sani yang mengenakan cincin di jari manisnya dan
mengecupnya lembut, “Aku tidak sabar menunggu sebulan lagi hari
pernikahan kita.”
Sani tertawa, “Kau melakukan semuanya dengan terburu-buru, tidakkah kau lihat orangtuaku hampir pingsan karena terkejut ketika kau tiba-tiba melamarku?” Sani tersenyum malu, “Ibuku bahkan menemuiku diam-diam dan bertanya apakah aku hamil.”
Azka tertawa terbahak-bahak, “Kenapa pernikahan buru-buru selalu dikonotasikan dengan kehamilan?”
“Karena biasanya itulah yang terjadi.” Sani tersenyum malu-malu.
Azka mengangkat bahunya, “Aku hanya ingin lekas
memilikimu, secara resmi. Kau menjadi milikku dan aku menjadi milikmu.
Itu saja.”
“Dan itu akan terjadi sebulan lagi.” Sani menatap Azka sambil tersenyum, “Lalu kita akan berakhir dengan happy ending.”
Azka menggelengkan kepalanya, “ Bukan berakhir
sayang, kita baru akan memulai segalanya, dengan penuh kebahagiaan. Aku,
kau, dan calon anak-anak kita nanti.”
You’ve Got Me From Hello 131
Calon anak-anak kita nanti.....
Sani tersenyum membayangkannya, dia bisa membayangkan dirinya dan Azka menggendong dan menyayangi anak-anak
mereka. Dunia di sekeliling mereka dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka
sudah saling memiliki sejak mereka bertatapan dan saling menyapa. Dan
segala sesuatunya yang terjadi setelah itu semakin menyatukan mereka
berdua. Karena mereka memang sudah ditakdirkan untuk bersama.
END
132 Santhy Agatha
Side Story Colorful Of Love
“Pesanan anda.” Albert mendekati Sani yang sedang
sibuk mengetik di depan laptopnya, meletakkan segelas anggur merah di
meja depan Sani dan tersenyum, “Apakah anda susah tidur lagi Nona Sani,
sehingga membutuhkan anggur merah?” tanyanya dengan nada ramahnya yang
biasa.
Sani sedang mengetik cerita sambil menunggu Azka
datang. Lelaki itu tadi menelepon, masih di perjalanan pulang dari
kantor pusatnya dan terjebak kemacetan. Dia mendongakkan kepalanya ke
arah Albert dan tersenyum,
“Tidurku lelap sekali, tetapi malam ini aku akan
membuat ending sebuah cerita. Jadi aku ingin membuatnya sambil meminum
anggur merah.”
Albert terkekeh mendengarnya, “Apakah kisah itu
berakhir tragedi sehingga anda harus ditemani anggur merah?” Sani
menggelengkan kepalanya, “Justru sebaliknya
Albert, kisahku berakhir happy ending tetapi
sebelum mengalami itu para tokohnya harus menjalani kepahitan demi
kepahitan yang pada akhirnya membuat mereka lebih kuat. Baru setelah
mereka kuat dan berhasil menyelesaikan kesalahpahaman mereka, ada akhir
yang manis menanti mereka.” Sani tertawa, “Dan untuk merayakan akhir
yang manis itu, aku ingin ditemani segelas anggur.”
Albert terkekeh, menatap Sani penuh arti, “Saya curiga kisah yang anda tulis sekarang adalah pengalaman pribadi anda.”
“Psst.” Sani tertawa dan mengedipkan matanya,
“Kadangkala seorang penulis suka menyelipkan pengalaman pribadinya dalam
kisahnya. Semacam penanda rahasia yang hanya mereka yang tahu.”
Gumamnya penuh rahasia.
Albert tertawa mendengarnya, lalu dia seolah
teringat sesuatu, “Oh ya saya lupa, ada seorang gadis pelanggan cafe
ini, dia ternyata adalah penggemar anda.”
“Oh ya?” Sani tampak terkejut membuat Albert menatapnya geli,
You’ve Got Me From Hello 133
“Anda seharusnya tidak terkejut, buku anda telah begitu terkenal dan digemari banyak orang.”
Albert menganggukkan kepalanya, “Dan gadis ini
benar- benar menyukai karya anda, dia mengoleksi semua buku anda. Saya
melihatnya sedang membaca buku anda di cafe ini.”
“Dia pelanggan cafe ini bukan? Kenapa aku tidak pernah bertemu dengannya?”
“Karena jam kalian berdua berbeda,” Albert terkekeh,
“Anda selalu datang di malam hari, sedangkan gadis itu hanya datang
kemari di pagi hari untuk sarapan sebelum kuliah. Dia selalu membeli oreo milkshake,
minuman kesukaannya.” Albert melirik ke atas, “Saya baru teringat bahwa
gadis itu menitipkan bukunya kepada saya untuk dimintakan tandatangan
kepada anda. Dia sudah lama memberikannya kepada saya, tetapi saya
hampir terlupa. Lagipula pada saat itu, keadaan masih belum tenang.
Kalau saya membawa buku itu kepada anda, maukah anda menandatanganinya?”
Sani mengangguk sambil tersenyum lembut, “Tentu saja aku mau.”
“Kalau begitu tunggu sebentar saya akan mengambil buku itu di atas.” Albert tampak bersemangat ketika pergi meninggalkan Sani.
Sani mencoba memfokuskan diri kepada laptop dan kisah cinta di dalam ceritanya ketika ponselnya berbunyi,
“Sani, tigapuluh menit lagi aku sampai, aku masih terjebak macet di sini.”
Sani tersenyum lembut, “Aku tidak buru-buru kok Azka, aku sedang menikmati menulis kisahku, hati-hati ya.”
“Iya sayang.” Suara Azka melembut, “Setelah kau selesai dengan kisah cintamu, kita akan membuat kisah kita sendiri.”
Suaranya serak, penuh rahasia, membuat Sani yang
meskipun berada jauh darinya merasakan getaran panas yang menjalari
tubuhnya. “Aku akan segera datang, istriku, tunggu ya.”
134 Santhy Agatha
“Aku mencintaimu, Sani.” Azka menutup pembicaraan. “Aku juga Azka.” Sani kemudian meletakkan ponselnya
masih sambil tersenyum. Suaminya. Lelaki itu
sekarang telah menjadi suaminya, dalam pernikahan yang indah dua hari
yang lalu. Mereka begitu bahagia bersama.Azka benar-benar
lelaki yang lembut, meskipun pada awalnya penampilannya dingin dan
mengintimidasi.Sani menatap gelas anggurnya yang tinggal setengah, dia
teringat akan kata-kata Albert dulu bahwa lelaki itu
bagaikan anggur merah.Ketika pertama melihatnya kita akan terintimidasi
oleh warnanya yang seakan memberikan peringatan, ketika menghirup
aromanya dan menyesapnya, ada rasa getir yang melekat dilidah. Tetapi
ketika kita menyesapnya semakin dalam hanya ada rasa manis dan pekat
yang tersisa. Begitupun laki-laki, ketika kita memberanikan
diri melihat lebih dalam dan menembus segala penghalang, kita akan
menemukan kelembutan yang manis, yang tersimpan di dalamnya.
“Ini dia.” Suara Albert di dekatnya memecahkan Sani
dari lamunannya. Dia mendongak lalu menerima buku yang diserahkan Albert
sambil tersenyum, buku itu adalah novelnya yang terbaru,
“Apakah aku harus menuliskan sesuatu di sini?” Sani mencari-cari penanya dan menemukannya di dekat laptopnya.
“Mungkin kau bisa menuliskan namanya di sana, supaya tandatangan itu terlihat istimewa, memang khusus untuknya.”
“Siapa namanya?” Sani mencoretkan tandatangannya dan tersenyum menunggu.
“Namanya ‘Keyna’,”
Dengan pelan Sani menuliskan pesan itu di halaman pertama bukunya.
“Untuk Keyna, Selamat membaca – Dari Sani.”
Albert tersenyum ketika menerima buku yang sudah
ditandatangani itu, “Keyna pasti akan sangat senang menerimanya,”
gumamnya dalam senyum.
Sani mengangguk, “Semoga dia senang.” Matanya menatap ke sekeliling, “Dari dulu aku selalu berpikir kalau
You’ve Got Me From Hello 135
Garden Cafe ini sangat indah dengan tamannya yang eksotis dan menakjubkan di sekeliling cafe.”
“Tentu saja.” Albert tampak bangga, “Kami memiliki desainer taman profesional dan perawat tanaman yang berkelas.”
“Dan tanaman-tanamannya, bunga-bungaan tropis yang sangat indah.” Sani menatap ke arah interior di setiap sudut dengan bunga-bungaan anggrek berbagai corak yang sangat indah. “Dari mana semua tanaman hebat ini Albert?”
Albert tertawa, “Kami mempunyai pasokan khusus, dari
seorang perempuan yang memiliki rumah kaca dan toko bunga. Kebanyakan
bunga anggrek tetapi dia juga menyediakan berbagai macam tanaman
eksotis. Tanamannya selalu berkualitas bagus, sehingga sebagian besar
tanaman di sini dipasok olehnya.”
“Seorang perempuan?” Sani membelalakkan matanya kagum, “Luar biasa. Dia pasti sangat ahli menangani seluruh tanaman ini.”
“Ya.” Albert tertawa, “Dia juga pelanggan cafe ini, setiap siang dia sering kemari untuk memesan secangkir teh hijau.
Anda mungkin bisa bertemu dengannya kalau ada kesempatan.”
Lelaki itu melirik ke arah pintu dan tersenyum lebar ketika melihat Azka yang baru saja datang, “Well, sepertinya Tuan Azka berhasil menembus kemacetan, kalau begitu saya permisi dulu.”
Perhatian Sani sudah teralih kepada Azka. Dia menoleh dan menatap suaminya dengan senyum lembut penuh cinta,
“Halo suamiku.” Sani berdiri dari duduknya dan menyambut Azka
“Halo istriku.” Azka tertawa lalu mendekat dan merengkuh Sani ke dalam pelukannya, dengan erat dan sepenuh perasaan.
Hati keduanya tak hentinya bersyukur karena pada akhirnya mereka berdua bisa memiliki happy ending milik mereka sendiri.
136 Santhy Agatha
Tentang Penulis
Santhy Agatha adalah seorang perempuan karir yang
mencuri waktu senggangnya untuk menulis. Novelnya yang sudah terbit
antara lain “A Romantic Story About Serena”, “Sleep With The Devil”, “Unforgiven Hero”, dan “From The Darkest Side”.
Buku ini adalah seri ketiga dari book set“Colorful Of Love” yang terdiri dari empat buku dengan benang merah yang istimewa yang menghubungkan keempat tokohnya.
Ucapan Terimakasih penulis untuk :
Allah yang Maha Baik, suamiku yang kucintai,
keluarga yang selalu mendukungku, mas
Yudi. Editorku tersayang Meyrizal dan Mendy Jane. Segenap kru
nulisbuku.com yang membantu penerbitan buku ini, dan seluruh pembaca
yang sangat aku cintai yang selalu memberikan dorongan dan semangat,
kritik yang membangun dan membawa perbaikan. Kalianlah yang mencerahkan
hati dan hariku. :)
Salam hangat dan peluk erat,
Santhy Agatha
0 Response to "Novel You’ve Got Me From Hello"
Post a Comment